Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Aspek Governance Pembubaran BP Migas

Recommended Posts

Putusan Mahkamah Kons­titusi pada 13 No­­vember 2012 pukul 11.00 meng­akhiri kegiatan BP Migas. Berdasarkan putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012, lembaga itu se­­ca­ra resmi membubarkan BP Migas.

 

Dalam putusan MK, disebutkan bahwa seluruh hal yang terkait de­­ngan Badan Pelaksana dalam Penje­lasan UU No. 22/ 2001 tentang Minyak dan Gas Bu­­mi (Tambahan Lembaran Ne­­gara Republik Indo­nesia Nomor 4152) tidak mempu­nyai kekuatan hu­­kum mengikat.

 

Berikutnya dijelaskan juga bah­wa tugas dan fungsi Badan Pe­­lak­sana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah, tepatnya Kemen­terian ESDM, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut.

 

Selanjutnya, ketentuan dalam Per­aturan Presiden Nomor 95 Ta­­hun 2012 dan Peraturan Menteri ESDM telah memastikan semua pe­­rangkat BP Migas beralih menjadi Satuan Kerja Sementara di ba­­wah Menteri ESDM dan putusan yang sudah dikeluarkan BP Migas tetap berlaku.

 

Satu hal yang sangat disayangkan dalam keputusan MK atas pem­bu­baran BP Migas adalah ti­­dak adanya tenggang waktu yang disediakan untuk proses transisi.

 

Semestinya MK perlu menetapkan keputusan tentang proses peralihan, sehingga ti­­dak secara langsung membubarkan BP Migas dan me­­nye­rahkan fungsi dan peran BP Migas kepada Kementerian ESDM tanpa adanya tenggang waktu un­­tuk proses transisi.

 

Hal ini hampir dapat dipastikan menimbulkan kebingungan dan ke­­resahan semua pemangku kepentingan di industri hulu migas.

 

Uji materi Undang-Undang No­­mor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi diajukan oleh kelompok cendekiawan muslim. Mereka beralasan BP Migas terlalu liberal sehingga menguntungkan pihak asing.

 

Ketentuan itu juga dianggap berpotensi merugikan negara dan tidak sesuai dengan makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yakni Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di Dalam­nya Dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana bunyi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

 

Dari sudut pandang aspek governance tentu sangat menarik kita kaji ketentuan yang mengatur tentang tugas pokok dan fungsi BP Migas sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001. Secara umum, tugas BP Migas mengemban amanah sebagai regulator dan kuasa negara untuk membuat kontrak karya bagi hasil dengan para kontraktor migas, baik BUMN, swasta domestik maupun asing.

 

Di sisi yang lain, BP Migas juga menjalankan tugas dan fungsi untuk mengoptimalkan pendapatan dan keuntungan negara sebagaimana layaknya entitas bisnis BUMN.

 

Berdasarkan Undang-Undang Migas, kewenangan untuk memberi wilayah kerja, pada dasarnya berada pada pemerintah, tepatnya Kementerian ESDM. Adapun BP Migas hanya berperan sebagai pihak yang mewakili negara ketika menandatangani kontrak kerja sama (KKS).

 

Masalah Baru

 

Persoalan yang muncul, BP Migas adalah regulator yang berwenang membuat kontrak. Dengan dibubarkannya BP Migas, kewenangan ini akan dikembalikan kemana? Ke pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kementerian ESDM ataukah kepada BUMN yang ditunjuk?

 

Jika dibawa ke Kementerian ESDM, maka berpotensi membawa masalah baru, karena negara bisa digugat. Kalau diberikan kepada BUMN, berarti BUMN yang ditunjuk akan menjadi regulator sekaligus pelaku bisnis Migas.

 

Secara lebih terpeinci, tugas pokok fungsi BP Migas mencakup, pertama melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang Migas melalui kontrak Kerja sama. Kedua, mengawasi pelaksanaan kontrak kerja sama Migas. Ketiga, memastikan kontrak kerja sama Migas memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Keempat, memberikan pertimbangan kepada menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama. Kelima, menunjuk penjual Migas bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

 

Dari uraian tugas dan fungsi di atas, tergambar dengan jelas bahwa BP Migas mengemban, baik sebagai regulator maupun sebagai pelaku kegiatan bisnis migas.

 

Mengambil analogi korporasi modern yang terdapat pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Ide pemisahan ini dilandasi teori keagenan (agency theory) yang berpangkal pada problem keagenan (agency problem).

 

Kedua pihak, prinsipal dan agen, secara normatif dan empiris selalu cenderung berusaha untuk menguntungkan diri sendiri atas beban pihak lain. Berbagai bentuk moral hazard bersumber dari adanya agency problem sedemikian sehingga menimbulkan dampak buruk, baik bagi korporasi, masyarakat, maupun lingkungan.

 

Ilustrasi ini mengambarkan bagaimana governance yang baik akan mendorong para pihak untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan mengedepankan kepentingan semua pemangku kepentingan. Hal ini menunjukkan perlunya pemisahan yang tegas antara fungsi regulator dengan fungsi pengelola bisnis.

 

Dari uraian di atas, paling tidak terdapat dua masalah pokok, pertama bagaimana agar negara tidak menjadi objek gugatan. Itu sebabnya alasan dibentuknya BP Migas, sebagai badan hukum terpisah dari negara yang bertindak sebagai kuasa negara dalam berkontrak dengan Badan Usaha Tetap (BUT).

 

Persoalan kedua adalah pemisahan fungsi regulator dengan fungsi pengelola bisnis, sebagai alasan mengapa kewenangan dimaksud dahulu dialihkan dari Pertamina kepada BP Migas.

 

Namun yang menarik, meski dahulu dialihkan dari Pertamina kepada BP Migas dengan alasan pemisahan fungsi regulator dengan pengelola bisnis, jika ditilik dari tugas pokok BP Migas tampak masih ada porsi tugas untuk mengoptimalkan pendapatan dan keuntungan Negara sebagaimana layaknya juga diperankan oleh BUMN.

 

Selama kita tidak melakukan hijrah dari rezim kontrak karya menjadi rezim perizinan, maka tetap saja persoalannya tidak dapat diselesaikan secara tuntas.

 

Pemisahan secara tegas antara fungsi regulator dan pengelolaan bisnis menjadi sesuatu yang memang dibutuhkan. Solusinya fungsi regulator sebaiknya diserahkan kepada Pemerintah, sedangkan fungsi pengelolaan bisnis dapat diserahkan kepada BUMN.

 

Dalam hal ini Pemerintah memberikan izin kepada Badan Usaha Tetap (BUT) dengan mensyaratkan mereka bekerjasama, misalnya dengan BUMN yang ditunjuk. Pemberian izin jauh lebih berwibawa untuk Pemerintah ketimbang berkontrak dengan BUT dan Negara akan terhindar dari potensi gugatan.

 

Dengan demikian, BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah akan menjalankan pengawasan dalam rangka mengoptimalkan pendapatan dan keuntungan porsi negara.

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...