Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

PETANI KARET: Peremajaan tanaman terganjal biaya

Recommended Posts

MEDAN: Petani karet di berbagai daerah di Sumut mengaku sulit meremajakan tanaman karena biaya relatif besar.

 

 

Lindung Simbolon, seorang petani karet di Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumut mengakui ladang karet warisan orangtuanya sekitar 10 hektare sudah berumur 30 tahun dan sudah waktunya ditanam ulang.

 

 

“Saya tidak punya uang untuk mengganti tanaman karet tersebut karena akhir-akhir ini harga getah karet merosot menjadi Rp8.000 per kilogram. Kalau harga karet sebesar itu, hanya cukup untuk menggaji penderes dan tidak mampu menutupi biaya produksi,” ujarnya kepada Bisnis per telepon, Minggu (18/11).

 

 

Dia mengakui untuk satu hektare karet butuh dana sampai siap tanam sekitar Rp35 juta per hektare. Kalau peremajaan dibuat bertahap, misalnya dua hektare per tahun, butuh dana Rp70 juta sampai Rp80 juta.

 

 

Penanam ulang tanaman karet di daerah ini, kata dia, dilakukan secara manual dengan menebang pohon yang sudah tua, lalu meracun tunggul yang tinggal. Kemudian, lanjut dia, kalau tanahnya miring dibuat teras terbatas di sekitar lokasi penanaman ulang.

 

“Kalau diikuti semua petunjuk dari Dinas Perkebunan, maka satu hektare butuh dana Rp45 juta sampai siap tanam,” tuturnya.

 

 

Hal senada diakui Amri, seorang petani karet di Labuhanbatu Utara. Dia mengatakan saat ini banyak petani karet di daerah itu tidak mampu meremajakan tananamnya karena tidak memiliki modal.

 

 

Sesungguhnya, kata dia, dengan turunnya harga karet seperti sekarang ini, momen yang tepat untuk melakukan tanam ulang. Persoalannya, lanjut ayah tiga anak itu, petani tidak punya uang cukup untuk melakukan tanam ulang. “Memperjuangkan makan sehari-hari saja pun susah, apalagi melakukan tanam ulang,” ujarnya.

 

 

Dia mengakui program repitalisasi yang pernah digagas pemerintah untuk tanaman karet tidak berjalan karena persyaratannya sangat berat. “Mana ada lahan karet di daerah ini punya petani yang sudah bersertifikat. Paling banter surat camat dan surat girik dari kepala desa,” tuturnya.

 

 

Padahal, lanjut dia, salah satu persyaratan untuk mendapatkan dana repitalisasi adalah sertifikat lahan pertanian karet.

 

 

Ketika diusulkan untuk mencari bapak angkat, dia malah curiga, karena banyak lahan petani di Labuhanbatu  akhirnya jatuh kepada perusahaan yang menjadi bapak angkat karena petani tidak mampu membayar cicilan utang.

 

 

 “Banyak lahan petani di daerah ini berpindah tangan karena tidak mampu melunasi kewajibannya kepada perusahaan yang menjadi bapak angkat. Petani terpaksa menjual lahan tersebut karena tidak mampu membayar cicilan pokok plus bunga yang menjadi beban petani.”

 

 

Amri yang juga mengaku mengusahai sawit itu, malah mengajak petani menjadi peserta lembaga keuangan usaha credit union (lembaga keuangan yang dikembangkan di pedesaan) karena lebih murah dan tidak bertele-tele untuk mendapatkan pinjaman.

 

“Masuk menjadi anggota CU [credit union] merupakan salah satu solusi untuk mendapatkan dana pinjaman untuk melakukan tanam ulang. Lebih sederhana, tidak rumit, dan tidak terlalu birokratis untuk mengajukan pinjaman,” tuturnya. (arh)

 

 

 

 

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...