Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

EDITORIAL BISNIS: Energi Terbarukan Seberapa Strategis?

Recommended Posts

Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, dalam pertemuan dengan DPR membahas RAPBN 2013, penuh keyakinan bah­wa pengelolaan subsidi bahan bakar minyak (BBM) adalah kewenangan penuh pemerintah. Per­­nyataan tersebut diamini para anggota DPR, yang akan dilaksanakan tahun depan.

 

Pemerintah dan DPR tampak komit untuk menjalankan roadmap subsidi BBM, yang akan dihapuskan secara bertahap. Bahkan dalam roadmap yang telah disusun sebelumnya, penghapusan sub­sidi bertahap itu dijadwalkan hingga 2015.

Tentu, ini sebuah langkah awal yang lebih maju ke­­­­timbang perdebatan yang berkembang selama ini se­­tiap kali membahas subsidi BBM. Padahal, semua elite sudah tahu dan menyadari, subsidi BBM adalah borok kronis yang harus diamputasi dari perekonomian.

 

Bayangkan saja, ratusan triliun rupiah setiap tahun harus dibuang percuma untuk membiayai subsidi bahan bakar minyak. Bahkan tahun ini subsidi BBM akan melampaui Rp300 triliun, hampir seperempat dari alokasi belanja APBN itu sendiri.

 

Karena disubsidi dan harganya murah, BBM dipergunakan secara boros, dan justru menjadi pemicu kemacetan di kota-kota besar di Indonesia karena masyarakat lebih suka menggunakan mobil pribadi.

 

Ini ironis, mengingat di pihak lain pemerintah kesulitan membiayai infrastruktur, yang menyebabkan jalan raya se­­­ma­kin macet dari hari ke hari. Ini terjadi lantar­an laju pertambahan infrastruktur tidak se­­­banding dengan la­­­­ju pertambahan mobil pribadi di jalan raya.

 

Namun, yang lebih strategis lagi adalah ruang gerak pemerintah yang sempit da­­­lam mengembangkan energi terbarukan ra­­­mah lingkungan.

 

Uang APBN yang ter­­batas, yang tersedot sangat signifikan un­­­­tuk membiayai subsidi BBM, kerap menjadi alasan utama di balik hambatan membangun infrastruktur dan energi terbarukan.

 

Mengapa strategis? Jelas bahwa bahan bakar fo­­­sil yang saat ini menjadi sumber energi utama In­­­do­ne­sia se­­­makin menipis. Selain itu, dampak lingkung­an dari peng­­gunaan bahan bakar fosil tidak diragukan lagi, se­­hingga Indonesia dianggap sebagai emi­­ten karbon terbesar ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat.

 

Oleh karena itu, harian ini sepakat dengan pernya­ta­an Ketua Komite Inovasi Nasional Zuhal, agar Indo­ne­­sia lebih serius dalam mengembangkan ener­gi ter­ba­rukan, dengan memanfaatkan keunggulan kompe­titif dari keragaman sumber daya alam dan sumber ener­gi. Menurut hemat harian ini, ada tiga hal yang pa­­­­­tut di­­­per­­kuat dalam pengembangan energi terbarukan ini. Pertama, kepedulian di level ma­­­sya­­r­a­kat. Pe­­­ri­laku ma­­­syarakat dalam menggunakan ener­­gi perlu diubah dengan edukasi dan sosialisasi secara terus menerus.

 

Kedua, di level industri. Penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan serta sistem produksi yang hemat energi perlu mendapatkan perhatian melalui riset dan pengembangan yang terus mene­­rus. Ketiga, di level kebijakan. Pemerintah perlu mem­bu­­at pernyataan visi yang tegas dalam bentuk roadmap energi jangka menengah dan panjang. Tentu ini juga harus mendapatkan sokongan kuat dari parlemen.

 

Untuk itu, penting menyusun kerangka kebijakan yang relevan dan mendukung, termasuk insentif ba­­­gi aktivitas riset dan pengembangan serta peng­gu­naan energi alternatif. Jika sejumlah langkah tersebut dapat dilakukan secara harmoni, concerted effort, bukan tidak mungkin Indonesia dapat melakukan akselerasi dalam pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan.

 

Ini sekaligus menjawab kepentingan strategis, ter­­ma­­­suk alokasi anggaran yang lebih tepat, bermartabat, untuk kepentingan yang lebih prioritas terutama memperkuat kesehatan, pendidikan, dan mengatasi kemiskinan.

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...