Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

UMKM Sebagai Stabilisator Perekonomian

Recommended Posts

Kredit ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah saat ini tidak bisa dipandang remeh. Meski ada handicap bagi pelaku usaha mengakses pembiayaan, khususnya pelaku usaha mikro, kontribusi dari kelompok ini sangat signifikan bagi perekonomian nasional.

 

Lalu, bagaimana kondisi riil industri mikro atau microfinance di Indonesia saat ini? Tentu saja tetap memiliki kontribusi besar bersama perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Meski demikian, diperlukan langkah strategis untuk meningkatkan efektivitasnya.

 

Di antaranya membutuhkan sentuhan inovasi, efisiensi, dan keberpihakan agar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak hanya berjalan se - perti biasa. Pada era globalisasi ini, harus ada perubahan sehingga operasionalnya semakin mendukung keperluan sektor riil. Saat ini pemberdayaan bagi pelaku koperasi, usa ha mikro kecil dan menengah merupakan ke harusan apabila ingin menjaga kestabilan perekonomian nasional.

 

Sebab, 99% pelaku usaha nasional adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja. Bisa diprediksi apabila sektor UMKM tidak diberdayakan, pasti berdampak pada gangguan perekonomian.

 

Cari Solusi

 

Sebab, sektor ini merupakan bagian terbesar dari pelaku usaha di Indonesia. Untuk itu berbagai kendala yang dihadapi koperasi dan UMKM mengembangkan usaha harus dicari solusinya. Salah satu di antara kendala permodalan. Saat ini sumber permodalan terbesar ada di perbankan.

 

Namun masih banyak KUMKM belum bisa mengakses ke perbankan karena mereka be­­lum mampu memenuhi persya­rat­an perbankan. Mereka masih non bankable. Sedangkan salah satu persyaratan yang membebani  ketersediaan agunan.

 

Untuk mencari solusi itu, peme­rint­ah telah mengeluarkan ke­­bijakan yang dikenal  dengan pro­gram Kredit Usaha Rakyat (KUR), Melalui program ini, KUMKM yang layak namun be­­lum bankable dapat mengakses kre­­­dit ke perbankan peserta pe­­nya­lur.

 

Inilah salah satu strategi pe­­nyaluran kredit yang dikem­bang­kan untuk mengantisipasi perkembangan KUMKM. Sebab, saat ini haruslah diakui  bahwa kapasitas kredit sektor riil lebih besar dibandingkan dengan kredit ke sektor korporasi.

 

Mengapa demikian? Karena jumlah KUMKM saat ini terus meningkat sebagai bukti dari kepedulian pemerintah memberdayakan mereka. Jumlah koperasi saat ini mencapai 193.344 unit, serta berpeluang mencapai 200.000 hingga akhir tahun ini.

 

Adapun jumlah pelaku UMKM mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 7% per tahun sehingga saat ini terdapat 55,2 juta lebih pelakunya. Jadi, bisa dipastikan kebutuhan permodalan di sektor ini  lebih besar dibandingkan korporasi.

 

Persentase semacam itulah yang membuat KUMKM menjadi pilar perekonomian Indonesia. Itulah alasan mengapa pemberdayaan KUMKM sangat penting. Kementerian Koperasi dan UKM terus meningkatkan jumlah tenaga pendamping bagi mereka untuk mengakses pembiayaan ke perbankan.

 

Terkait dengan upaya ini, te­­na­ga pendamping berperan optimal karena ditempatkan di seluruh pelosok Indonesia seperti kecamatan sampai rukun tetangga (RT). Artinya, pembiayaan yang dialokasikan ke sektor riil, tidak hanya tersedia di kota-kota besar provinsi, akan tetapi mencapai wilayah terpencil yang tidak bisa terjangkau layanan perbankan.

 

Berkat keberhasilan Indonesia melakukan pemberdayaan KUMKM disertai pembiayaannya dari KUR maupun sektor lainnya yang difasilitasi pemerintah, banyak negara sahabat menjadikan negara kita sebagai tujuan studi banding.

 

Kepercayaan ini pula yang mendorong Indonesia menyelenggarakan International Micro­fi­­nance Conference 2012 di Yog­­ya­­karta pada 22-23 Oktober me­­libatkan sekitar 600 peserta dari 22 negara yang konsen dengan pemberdayaan UMKM-nya.

 

Konferensi internasional ke­­uang­an mikro ini sangat penting artinya bagi berbagai negara, karena saat ini tengah menghadapi kompleksitas permasalahan mencakup kemiskinan, pe­­ngang­guran, dan penciptaan lapangan kerja.

 

Sesuai data Bank Dunia 2010, penduduk dunia yang tergolong miskin mencapai 22%. Masalah kemiskinan, pengangguran dan penciptaan lapangan kerja sangat memprihatinkan. Oleh karena itu sangat membutuhkan perhatian khusus dan kepedulian masyarakat dunia.

 

Dunia perlu bergandeng tangan dan bekerja sama memperbaharui komitmen mencari solusi kreatif dan langkah nyata melalui pemanfaatan lembaga keuangan mikro. Melalui agenda ini diharapkan efektif mengurangai berbagai permasalahan di negara masing-masing.

 

Itu sebabnya tema konferensi yang dipilih  adalah  Sustainability and Financial Inclusion yang menekankan pada tiga pilar keuangan inklusif atau financial inclusion, yakni, keuangan mikro, asuransi mikro, dan remitansi. Harus disadari betapa pentingnya sektor keuangan mikro bagi perkembangan setiap negara.

 

Tentu saja terutama untuk memberikan dukungan keuangan kepada masyarakat miskin. Banyak negara di dunia mengakui peran penting lembaga keuangan mikro untuk memacu pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah.

 

Kelompok usaha tersebut berperan penting sebagai instrumen menciptakan lapangan kerja secara berkelanjutan sehingga berhasil menurunkan tingkat kemiskinan. Didasari peranan vital tersebut, maka banyak negara mengembangkan berbagai jenis skema kredit mikro.

 

Di Argentina ada skema kredit mikro yang diberi nama Solidarios, di Jerman ada Germany Microcredit Fund atau GMF, dan di India ada kredit mikro Grama Vasantham. Indonesia mengembangkan Kredit Usaha Rakyat atau KUR.

 

KUR terbukti efektif memperluas dan meningkatkan akses pembiayaan, terutama bagi usaha kecil dan menengah di berbagai sektor riil. Terutama di wilayah perdesaan. KUR bahkan telah menjadi tonggak sejarah yang mencerminkan upaya dan komitmen kuat untuk menciptakan iklim kondusif berusaha.

 

Prestasi sukses ini diakui peng­amat independen nasional dan berbagai organisasi internasional. Kita bisa memahami hal itu dengan terlaksananya pertemuan internasional keuangan mikro di Yogyakarta.

 

Harus Ada Inovasi

 

Melalui pertemuan itu maka  ke depan harus ada inovasi untuk industri kredit. Sebab, mi­­cro­finance harus sesuai dengan ke­­butuhan usaha. Ada beberapa hal yang harus menjadi konsen untuk pembiayaan sektor itu.

 

Hasil pertemuan ini diharapkan mampu memperbaiki sistem keuangan mikro Indonesia, karena terbukti dari pendapatan lembaga keuangan mikro, paling besar berasal dari bunga kredit. Omzet dari sektor itu menjadi dominan, karena lembaga ke­­uang­an itu memang ‘meng­­getok’.

 

Catatan itu membuktikan bahwa sektor keuangan mikro tidak inovatif dan belum efisien serta belum berpihak bagi pemberdayaan pelaku usaha. Sebab, sistem layanannya juga masih mengacu pada pola perbankan dengan memakai sistem collateral seperti halnya perbankan.

 

Program kredit memang tidak bisa terlepas dari unsur tenor, berhubungan dengan jaminan, dan grace period. Semua unsur itu harus bisa dioplos atau dira­mu sehingga memberi dorongan kepada UMKM untuk terus bertumbuh dan berkembang.

 

Idealnya, harus ada inovasi untuk membedakan perlakuan atau pelayanan kepada sektor mikro. Artinya, skema atau perlakuan yang diberikan sejak awal, jangan sampai sama sepanjang masa. Sebab, perlakuan layanan kepada usaha mikro dan kecil dengan usaha besar harus berbeda.

 

Perkembangan KUR yang sampai saat ini masih didominasi sektor jasa dan perhotelan, harus diperbaiki mekanismenya. Seharusnya penyalurannya harus seimbang ke sektor lain seperti pertanian dan kerajinan .

 

Dengan kata lain, industri ke­­uangan mikro saat ini dihadapkan pada tantangan pasar global se­­hingga dituntut inovatif, dinamis menciptakan regulasi. Pen­ting­nya pemberdayaan sektor mikro dan UKM mendukung per­ekonomian, membuat  Indo­ne­sia menjadi tuan rumah Inter­na­tional Microfinance Con­fe­rence.

 

Pertemuan internasional di Yogyakarta merupakan salah satu strategi Indonesia untuk mendapatkan skema pengembangan atau inovasi terbaru pada industri keuangan mikro beserta UKM.

 

Dari pertemuan itu diharapkan mampu memberi  informasi dan pengalaman terkait kebijakan dan implementasi skema pembiayaan ke UMKM. Seka­li­gus memberi informasi kepada dunia tentang keberhasilan Indonesia skema pembiayaan kepada sektor riil melalui KUR.

 

Melalui pertemuan itu, kita bisa membangun kerja sama mutualisme antar negara maju dan berkembang melalui perluasan investasi untukmengembangkan industri microfinance di negara berkembang.

 

Dengan demikian negara  maju akan memperoleh manfaat berupa penciptaan potensi para ahli keuangan di negara berkembang. Oleh karena itu pertemuan itu diharapkan mampu merumuskan kebijakan kreatif dan inovatif untuk mendukung perkembangan industri keuangan mikro untuk skala nasional dan internasional.

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...