Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

STOK GARAM: Capai 700.000 Ton, Tidak Perlu Impor Garam Konsumsi

Recommended Posts

JAKARTA: Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim stok garam pada akhir tahun ini dapat mencapai 700.000 ton, cukup untuk memenuhi kebutuhan pada Januari-Juli 2013 sehingga tidak perlu lagi impor garam konsumsi pada 2013.

 

Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengharapkan total produksi garam pada tahun ini bisa mencapai 2,1-2,2 juta ton, termasuk sisa garam impor sebanyak 100.000 ton.

 

"Dibandingkan dengan kebutuhan garam kita, maka akan ada surplus [stok akhir tahun] 700.000 ton," ujarnya, Jumat (19/10/2012).

 

Dia menjelaskan jika surplus produksi garam tahun ini 700.000 ton, perlu dipikirkan untuk mengolah garam  menjadi garam industri. "Garam ini akan diapakan. Tentu bagaimana mengolah surplus garam ini supaya memenuhi garam industri."

 

Namun, surplus garam tersebut akan dijadikan sebagai stok untuk mengisi kebutuhan pada periode Januari-Juli tahun depan, karena pada periode tersebut berada di luar musim produksi.

 

Produksi dan panen garam biasanya pada Agustus-November. Produksi garam pada tahun ini diperkirakan akan berakhir pada akhir bulan depan. (bas)

 

"Kalau tidak ada cuaca ekstrim. Indonesia sudah swasembada garam industri tahun ini bahkan surplus. Yang akan digunakan pada awal 2013. Oleh karena itu, diharapkan tidak ada lagi importasi garam konsumsi, menuju swasembada 2013."

 

Secara bersamaan, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Ditjen KP3K KKP Ansori Zawawi menyatakan pada tahun ini produksi garam sudah melebihi kebutuhan garam konsumsi di dalam negeri.

 

Namun, peningkatan produksi garam tahun ini berdampak pada peurunan harga. Supaya penurunan harga garam tidak berlanjut, katanya, maka perlu dikembangkan untuk garam industri. Kebutuhan garam industri di dalam negeri 1,8 juta ton setiap tahun.

 

Sudirman menegaskan persoalan utama yaitu soal produksi, sehingga pemerintah menggenjot produksi. Namun, saat produksi meningkat, justru muncul problem baru yaitu harga turun signifikan.

 

“Maka produksi dulu, tetapi soal harga belum ada kebijakan bufferstock [penyangga], solusi ada dua, pertama resi gudang.”

 

Sistem resi gudang itu, petani dapat menyimpan garam di gudang, kemudian mendapatkan sertifikat yang dapat dicairkan ke bank, sehingga petani garam tidak perlu menunggu barang sampai laku.

 

Namun, aturan resi gudang harus garam yang berkualitas pertama (KW1) untuk komoditas agar dapat dijadikan tanggungan.

 

“Harus ada SNI, garam yang ada SNI hanya garam KW 1. Sementara itu garam kualitas pertama itu baru 30%, bahkan masih banyak garam dengan kualitas di bawah KW2,” ujarnya.

 

Solusi kedua, katanya, dengan membentuk lembaga penyangga. Namun, pihaknya tidak sepakat jika PT Garam dijadikan sebagai penyangga garam, karena perusahaan itu juga sebagai produsen.(bas)

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...