Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

KESINAMBUNGAN FISKAL: Dikhawatirkan Terganggu, Surplus Keseimbangan Fiskal Te

Recommended Posts

JAKARTA: Kesinambungan fiskal dikhawatirkan akan terganggu akibat surplus keseimbangan fiskal yang terus berkurang.

 

Dalam RAPBN 2013, defisit anggaran tercatat 1,65%. Angka tersebut memang lebih kecil dari angka yang tercatat dalam APBN-P 2012 yang sebesar 2,23%, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 sampai 2011.

 

Ekonom CSIS Deni Friawan melihat kecenderungan peningkatan defisit itu karena kurang optimalnya penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam APBN. Dari sisi penerimaan, Deni menyoroti tax ratio Indonesia yang lebih kecil dibandingkan sebagian besar negara-negara Asean.

 

“Tax ratio terus mengalami peningkatan tetapi masih terhitung rendah yang kurang dari 13%,” ungkapnya dalam Diskusi Publik RAPBN 2013: Berkelanjutan dan Berkeadilan?, Selasa (16/10/2012).

 

Adapun, dari sisi pengeluaran, dia melihat tingginya beban fiskal terhadap pengeluaran yang bersifat rutin dan mengikat, misalnya belanja pegawai dan subsidi, sehingga makin membatasi ruang fiskal yang tersedia untuk alokasi lain.

 

“Dalam RAPBN 2013, keduanya ini menguasai 21,2% [belanja pegawai] dan 27,8% [subsidi] dari total pengeluaran pemerintah. Itu lebih tinggi dari belanja modal yang hanya 17%,” tambahnya.

 

Menanggapi persoalan itu, Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan pengelolaan anggaran masih bisa berkelanjutan (sustainable) walaupun mengalami defisit anggaran.

 

“Kita sudah mengalami defisit dari dulu. Apakah adanya defisit menjadi tidak sustainable?” ungkapnya. Menurutnya, pengelolaan anggaran dapat dikatakan sustainable apabila masih berada dalam koridor UU no.17/2003.

 

Dalam UU itu disebutkan defisit maksimum sebesar 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). UU itu juga menyebutkan jumlah maksimum rasio pinjaman terhadap PDB [Debt to GDP ratio] adalah 60%.

 

“Karena UU itu sendiri adalah awal atau langkah fundamental untuk menjaga kesinambungan [sustainability] budget,” ujarnya.

 

Bambang juga menyanggah persoalan tax ratio Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain. Dia berpendapat tax ratio Indonesia yang sebesar 12,8% itu merupakan rasio antara pajak pemerintah pusat dan PDB saja. Apabila ingin membandingkan, sambungnya, sebaiknya menggunakan penghitungan OECD.

 

“[Penghitungan] tax ratio OECD, pembilangnya adalahpajak pusat, pajak daerah, dan penerimaan dari migas. Penyebutnya adalah GDP [PDB],” katanya.

 

Menurutnya, tax ratio Indonesia akan lebih baik dari India dan Filipina jika menggunakan penghitungan OECD itu.

 

Namun, Bambang mengakui masih banyak permalahan pajak Indonesia yang perlu diselesaikan untuk mengoptimalkan penerimaan negara. (bas)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...