Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Arus Mudik & Gagalnya Integrasi Antarmoda

Recommended Posts

Seperti yang saya tuliskan pada Bisnis Indonesia lebih kurang 1 tahun lalu, tahun ini pemerintah Indonesia tampaknya belum memiliki terobosan signifikan untuk mengelola angkutan Lebaran 1433 H.

 

Peningkatan jumlah armada angkutan umum tidak cukup untuk mengompensasi kenaikan jumlah pengguna sepeda motor yang akan membanjiri jaringan jalan di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatra.

 

Data jumlah kecelakaan yang meningkat diperkirakan perlu tetap menjadi perhatian pemerintah. Jumlah pelaku mu­­dik melalui jalan raya diperkirakan pemerintah meningkat 1,3% dibandingkan dengan tahun lalu menjadi 5,6 juta. Angka prediksi pemerintah umumnya lebih kecil dari realisasi peningkatannya.

 

Meskipun data jumlah korban meninggal tahun lalu lebih rendah dibandingkan dengan 2010, kita juga ingat bahwa telah terjadi perselisihan pendapat di publik dari berbagai instansi mengenai jumlah tepat dari korban meninggal.

 

Oleh karena itu, saya menduga terdapat ketidakpastian tinggi dari statistik jumlah korban meninggal ini, yang diperkirakan berkaitan erat dengan kinerja unit kerja pemerintah yang menangani masalah ini.

 

Sistem penumpang KA yang tidak mengizinkan penumpang berdiri telah memberi dampak keselamatan dan kenyamanan yang lebih baik pada konsumen.

 

Harapan masyarakat tentunya sistem ini tetap dilanjutkan namun dengan upaya peningkatan kapasitas angkut KA yang tentunya harus ditingkatkan.

 

Penambahan gerbong baru, loko baru, dan perubahan sistem penyusunan rangkaian dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah penumpang sekurang-kurangnya 20% dari tingkat kapasitas saat ini. Apabila hal ini tidak dilakukan maka jelaslah ada dua kemungkinan yang akan terjadi.

 

Pertama, apabila mereka menggunakan sepeda motor, risiko kecelakaan akan semakin meningkat, dan ini tidak memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk memberi pelayanan yang manusiawi dan bermartabat pada masyarakat.

 

Petugas kepolisian sejumlah lebih dari 80.000 yang diturunkan jelas tidaklah mampu untuk meng­atasi manajemen lalulintas kendaraan, khususnya sepeda motor yang demikian tinggi. Kepolisian juga dituntut untuk lebih ketat memberlakukan pemakaian helm standard untuk melindungi penumpang dari benturan kepala akibat kecelakaan.

 

Seharusnya tidak ada toleransi lagi bagi sepeda motor yang di­­kendarai oleh lebih dari dua orang, apalagi dengan penambahan papan bagasi di bagian belakang sepeda motor.

 

Penggunaan sepeda motor mengharuskan pemerintah menyediakan lebih banyak “rest area” karena waktu ideal pengemudian sepeda motor sebelum istirahat adalah 2 – 3 jam. Ketersediaan petugas lapangan juga perlu dialokasikan lebih banyak di jalan-jalan kabupaten/kota karena kualitasnya yang relatif lebih buruk dibandingkan dengan jalan nasional serta kelangkaan rambu lalulintas yang memadai.

 

Jumlah petugas lebih banyak juga harus disediakan di masa setelah Lebaran karena jumlah kecelakaan terjadi setelah Lebaran meningkat lebih besar dibandingkan dengan saat sebelum Lebaran.

 

Kombinasi Antarmoda

 

Tampaknya perhatian semua instansi pemerintah dan pemerintah daerah lebih pada saat arus mudik, bukan saat arus balik. Pemerintah harus menyediakan pasokan BBM premium dan bersubsidi yang lebih besar dibandingkan dengan hari-hari biasa dan tentunya ini harus diperhatikan.

 

Variasi dari pilihan ini tentunya menyediakan kombinasi antara sepeda motor-bis, sepeda motor – KA yang telah disuarakan sejak lama dan belum direalisasikan secara sungguh-sungguh.

 

Kedua, alternatif lain adalah menyediakan pasokan angkutan umum yang lebih banyak dengan sistem yang lebih baik. Pemerintah bisa memulainya dengan cara yang sederhana namun penting, misalnya memastikan bahwa di bandara, pelabuhan laut dan penyeberangan, dan stasiun KA terdapat angkutan lanjutan dalam jumlah yang cukup.

 

Keluhan rekan-rekan saya dari Organda yang relevan dalam konteks kebijakan adalah banyaknya angkutan sewa baik yang diorganisir oleh pengelola lokasi transit maupun yang ilegal. Selain hal ini merugikan masyarakat karena biaya yang dibayarkan lebih tinggi, kondisi ini memberikan preseden yang kurang baik karena menjadi indikasi gagalnya pemerintah melakukan integrasi antarmoda.

 

Hal lain yang bisa dilakukan untuk menambah armada secara cepat adalah dengan memberikan ijin trayek sementara bagi bus-bus yang berada di luar Jawa untuk beroperasi di koridor yang membutuhkan armada lebih besar. Setelah masa angkutan hari raya berakhir, mereka bisa kembali beroperasi di lokasi sebelumnya.

 

Pemerintah daerah juga perlu diwajibkan untuk menyediakan angkutan perkotaan dan perdesaan dalam jumlah cukup karena salah satu motivasi masyarakat menggunakan sepeda motor adalah ketiadaan angkutan lokal saat mereka silaturahmi ke sanak saudara dan kerabat.

 

Fenomena kendaraan sewa yang telah habis dipesan bahkan sejak awal bulan Ramadan menunjukkan bukti bahwa terdapat ketidakmampuan pemerintah mengakomodasi pergerakan akhir dari masyarakat pemudik.

 

Membiarkan masyarakat menggunakan sepeda motor untuk perjalanan yang demikian berbahaya sungguh sebuah kebijakan yang kurang bermartabat. Risiko kecelakaan yang dapat dihitung dan diperkirakan secara teoretis dan empiris tentunya harus menjadi panduan dalam menetapkan kebijakan pemerintah yang baik dan arif bagi warganya.

 

Pilihan penggunaan angkutan umum secara progresif seharusnya menjadi mainstream dari kebijakan pemerintah.

 

Dua pilihan tersebut pasti tidak akan menjawab persoalan kema­cetan yang akan terjadi di bandara, pelabuhan, stasiun KA, dan jaringan jalan.

 

Kemacetan pasti terjadi dan masyarakat harus bersiap-siap untuk menjalaninya dengan sabar dan ikhlas. Namun demikian, risiko kecelakaan yang terjadi pada dua pilihan tersebut sangatlah berbeda. Di sini lah pemihakan pemerintah akan diuji.

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...