Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

TARIF BEA MASUK ACFTA: 10.012 barang bebas bea masuk

Recommended Posts

JAKARTA: Kementerian Keuangan menegaskan penerbitan peraturan penetapan tarif bea masuk dalam rangka Asean-China Free Trade Area merupakan bagian dari kesepakatan perdagangan bebas antara negara anggota dengan China.

 

“Peraturan ini disusun sesuai dengan schedule komitmen yang disepakati dalam free trade antara ASEAN dan China,” ujar Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo di Jakarta, Kamis(9/8/2012).

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.011/2012 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ACFTA tercatat sebanyak 10.012 barang mendapat fasilitas pembebasan tarif bea masuk.

 

Sebelumnya, PMK No.235/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ACFTA mencantumkan hanya sebanyak 8.738 uraian barang yang bebas bea masuk.

 

Agus menyebutkan perubahan jumlah uraian barang hanya bagian dari pemecahan atau rincian barang yang sudah masuk dalam daftar pembebasan bea masuk, bukan tambahan komponen barang.

 

“Kalau HS 2012 pada edisi terbaru ini merupakan rincian barang, seperti komoditas sapi dibedakan antara sapi jantan dan sapi betina, itu dirinci lagi,” katanya.

 

Berdasarkan jadwalnya, tarif bea masuk produk yang masuk dalam kategori sensitive list (SL) akan diturunkan atau dihapuskan menjadi 0%-20% pada 2012 sampai 2017, dan menjadi 0%-5% mulai 2018. Sedangkan tarif bea masuk untuk prosuk Highly sensitive list (HSL) akan diturunkan/dihapuskan menjadi 0%-50% mulai 2015.

 

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hasil inventarisasi yang dilakukan tim tarif dengan menggunakan HS-2007, terdapat 15 pos tarif kategori SL (dari 8.742 pos tarif nasional) yang tarif bea masuknya harus diturunkan menjadi paling tinggi 20% mulai 2012.

 

Agus mengungkapkan pemerintah sedang menyiapkan diri melakukan peninjauan ulang atas kesepakatan perdagangan bebas dengan sejumlah negara, termasuk China, Korea, dan Jepang.

 

Ekonom PT Danareksa Securities Purbaya Yudhi Sadewa menyarankan pemerintah untuk lebih mempersiapkan diri sebelum melakukan perundingan kerja sama perdagangan dengan negara lain agar bisa memperhitungkan manfaat dan kerugian yang akan didapat. Misalnya, dengan meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

 

“Jangan dibiasakan maju ke meja perundingan tanpa persiapan nanti setelah itu menyesal karena merasa rugi. Harus dihitung dulu dengan baik,” ujarnya.

 

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi yang baik dengan para pelaku usaha agar ruang kesepakatan perdagangan bebas bisa diimplementasikan sesuai dengan harapan.

 

“Pengalaman yang dulu itu sosialisasinya kurang, jadi ketika dieksekusi bingung lalu minta renegosiasi, itu kelihatan tidak elok,” ungkapnya.

 

Sebelumnya, Bambang Brodjonegoro, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, mengatakan penerbitan aturan baru tersebut merupakan bagian dari kesepakatan perdagangan bebas antara negara ASEAN dan China sejak awal.

 

“Ini bagian dari perjanjian china dan Indonesia yang sudah ada sekian tahun. Nantinya memang akan berbeda terus setiap periode bea masuk impor diperbarui,” ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu.

 

Astera Primanto Bhakti, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Kementerian Keuangan, menambahkan penambahan komponen bebas bea masuk merupakan konsekuensi perundingan perdagangan bebas yang telah disepakati sebelumnya.

 

“Kalau namanya perundingan sudah disetujui itu yang dijadikan dasar nanti ada tindak lanjutnya, dibuat implementasinya misalnya tahun ini begini, jadi ada tahapannya,” katanya.

 

Penerbitan aturan, lanjutnya, merupakan risiko untuk memperlancar perdagangan internasional. Jika eksportir bisa memanfaatkan momentum ini maka perdagangan akan meningkat dan otomatis penerimaan negara juga melonjak selain dari bea masuk.

 

Ekonom EC-Think Telisa Aulia Falianty menilai pemerintah harus menerapkan pengetatan standar produk impor yang mengalir ke Indonesia. Dengan begitu, perdagangan bebas tetap bisa terkendali dari sisi keamanan produk.

 

“Kalau regulasi fiskal tidak bisa dikendalikan karena konsekuensi FTA, pemerintah bisa mengontrol melalui pengetatan standar produk yang aman,” ungkapnya.

 

Selain itu, sosialisasi kepada konsumen untuk memilih barang berkualitas juga diperlukan untuk melindungi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Langkah terakhir, tentunya dengan menjaga daya saing dan memproduksi barang yang kompetitif.

 

“Produk dalam negeri harus kompetitif, untuk itu perlu ada konsolidasi dari semua pihak industri berkepentingan untuk memecahkan masalah demi kepentingan bersama,” tandasnya.(Bsi)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...