Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

SENGKETA VOUCHER: Pengadilan Niaga Jakpus tak berwenang

Recommended Posts

JAKARTA: PT Telkomunikasi Seluler (Telkomsel) menyatakan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa dengan PT Prima Jaya Informatika dan meminta pengadilan menolak permohonan pailit yang diajukan distributor voucher isi ulang Kartu Prima itu.

 

Kuasa hukum Telkomsel (termohon), Warakah Anhar, mengatakan yang berwenang mengadili sengketa kedua perusahaan adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara a quo," katanya.

 

Hal itu adalah bagian dari tanggapan termohon berkaitan dengan permohonan pailit yang diajukan Prima Jaya Informatika (pemohon) dengan nomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST. pada sidang Rabu (8/8/2012).

 

Sebelumnya pemohon mendalilkan adanya utang jatuh tempo dan dapat ditagih yang berasal tidak terpenuhinya penyediaan voucher isi ulang dan kartu perdana Kartu Prima yang bergambar atlet-atlet nasional.

 

Menurut termohon, perjanjian kerja sama penyediaan voucher kartu perdana dan pulsa antara termohon dan pemohon memuat klausul apabila terjadi sengketa di kemudian hari maka akan diselesaikan dengan musyawarah.

 

Apabila musyawarah gagal, lanjutnya, maka sengketa dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai perkara perdata.

 

Pemohon juga menyatakan permohonan pailit tidak jelas karena pemohon mendalilkan seolah-olah ada utang, padahal yang terjadi barulah purchase order (PO) yang belum dipenuhi.

 

Menurutnya, PO itu bukanlah bukti adanya utang sehingga permohonan dianggap tidak memenuhi ketentuan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU dan kepailitan yang mensyaratkan adanya utang jatuh tempo dan dapat ditagih.

 

Oleh karena itu termohon meminta pengadilan menolak permohonan pailit yang diajukan termohon atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pailit tidak dapat diterima.

 

Kuasa hukum pemohon, Kanta Cahya tetap pada dalilnya bahwa ada utang jatuh tempo dan dapat ditagih. “Utang itu muncul karena adanya kewajiban yang tidak dilaksanakan,” ujarnya.

 

Adapun mengenai eksepsi kewenangan absolut yang diajukan termohon, Kanta beralsan bahwa perkara yang diajukan adalah kepailitan. Perkara pailit, katanya, adalah kewenangan absolut Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

 

Utang termohon merupakan buntut dari pemutusan kerjasama secara sepihak yang menyebabkan operator telepon seluler itu tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengalokasikan voucher isi ulang dan kartu perdana kepada pemohon.

 

Sidang perkara pailit ini akan dilanjutkan pada 13 Agustus dengan agenda  penyeraha bukti-bukti pemohon.

 

Sementara itu, Vice President Investor Relations PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., Agus Murdiyatno dalam klarifikasinya kepada otoritas bursa efek menyatakan telah terjadi ketidaksepahaman dalam kerjasama dengan Prima Jaya Informatika.

 

Menurutnya ketidaksepahaman itu karena Prima Jaya Informatika tidak memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian sehingga Telkomsel menghentikan sementara kerja sama tersebut.

 

“Telkomsel memiliki komitmen tinggi untuk mematuhi proses hukum dan senantiasa mengupayakan dialog konstruktif dan diharapkan dapat dicapai titik temu yang dapat diterima oleh pihak Telkomsel dan PT Jaya Prima Informatika,” katanya dalam rilis Selasa (7/8).

 

Seperti diketahui, Telkomsel selama ini dikuasai Telekomunikasi Indonesia dengan 65% saham dan 35% lainnya di tangan SingTel, Singapura.

 

Kontrak kerja sama itu bermula pada 1 Juni 2011 dengan ditandatanganinya dua perjanjian PKS.591/LG.05/SL-01/VI/2011 dan 031/PKS/PJI-TD/VI/2011. Intinya termohon menunjuk pemohon untuk mendistribusikan Kartu Prima voucher isi ulang dan kartu perdana prabayar selama 2 tahun.

 

Kontrak itu menyebutkan bahwa termohon berkewajiban menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olahraga sedikit-sedikitnya 120 juta lembar yang terdiri kartu bernominal Rp25.000 dan Rp50.000.

 

Adapun untuk kartu perdana prabayar, termohon terikat kontrak untuk menyediakan 10 juta kartu untuk dijual kepada pemohon.

 

Dua surat pemesanan (purchase order/PO) oleh pemohon yakni pada 20 juni 2012 bernilai Rp2,6 miliar dan PO tertanggal 21 Juni senilai Rp3 miliar tak dipenuhi oleh termohon.(msb)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...