Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Lebay

Pemerintah Akui Butuh Infrastruktur Atasi Masalah Limbah

Recommended Posts

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengaku membutuhkan ketersediaan infrastruktur terkait masalah penahanan kontainer berisi bahan baku scrap di sejumlah pelabuhan.Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, pemerintah di China menyediakan infrastruktur yang memenuhi syarat aman bagi lingkungan yakni tempat penampungan sementara untuk barang-barang yang dinyatakan mengandung limbah B3. Ketersediaan infrastruktur yang memadai, kata dia, juga mendukung rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengelolaan bahan berbahaya, limbah berbahaya, dan penumpukan limbah B3 yang akan diterbitkan oleh pemerintah.

 

Sebelumnya, pelaku usaha baja nasional mengeluhkan RPP limbah B3. RPP itu nantinya akan mengganti PP Nomor 18 jo.85/1999 dimana mengatur masalah yang sama.

 

"Katakan kita tetapkan aturan terkait dikontrol masalah limbah. Karena kalau buat aturan , infrastruktur tidak dilengkapi juga akan terjadi kemacetan," kata Panggah di Jakarta akhir pekan ini.

 

Sementara itu, dia menilai, RPP tersebut justru  menyulitkan para pelaku usaha baja nasional.

Menurutnya, limbah B3 terbagi dalam tiga kategori, yakni merah (red), abu-abu (amber), dan hijau (green). Yang menjadi masalah, kata dia, adalah kategori amber yang saat ini masih belum jelas ketentuannya.

 

"Untuk kategori amber bisa kita bicarakan bersama terkait pertumbuhan dan kondisi lingkungan serta negara kita. Tidak bisa disamakan dengan Eropa atau Amerika Serikat yang infrastrukturnya lengkap. Di sini pentingnya amber diserahkan kepada negara masing-masing," ujarnya.

 

Untuk itu, kata dia, dibutuhkan dialog antara pelaku industri baja dan pemerintah, terutama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk membahas RPP tersebut.

 

"Jangan sampai kinerja industri baja kita turun gara-gara tidak mendapat bahan baku," tambah dia.

 

Direktur Eksekutif The Indonesian Iron and Steel Industry Associations (IISIA) Edward Pinem sebelumnya mengatakan, setelah pihaknya bertemu dengan Kementerian Hukum dan HAM, pihaknya baru mengetahui bahwa RPP tersebut berbeda dengan Konvensi Basel. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak serius mendukung kemajuan industri baja nasional.

 

"RPP itu akan menetapkan slag dan beberapa produk sampingan hasil peleburan industri baja sebagai limbah B3. Padahal, di Konvensi Basel itu bukan limbah B3. Ini menunjukkan, industri baja di dalam negeri kembali menghadapi kondisi yang tidak baik," tegas Edward.

 

Apabila RPP tersebut berlaku, maka industri baja nasional bisa menekan hasil buangan (production waste) yang bisa diolah kembali serta memiliki nilai bisnis. Setelah kekurangan bahan baku akibat tertahannya impor scrap di sejumlah pelabuhan, RPP tersebut malah makin menghambat industri baja. Edward juga menyebut ada indikasi bahwa RPP itu akan diterapkan secara sepihak tanpa komunikasi kepada industri dan pihak terkait.

 

"KLH mengaku sudah melakukan sosialisasi di hotel-hotel. Namun dari dokumen yang kami lihat dalam pertemuan kemarin, tidak ada substansi yang dibahas. Bahkan, dari Kementerian Perindustrian (yang diundang hanya direktorat kimia dan pengkajian iklim, Direktorat industri logamnya tida). Saya yakin, jika industri lain melihat dan menyadari RPP itu, tidak hanya IISIA, mereka juga akan protes," tandas Edward. (gna) (Sandra Karina/Koran SI/rhs)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...