Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

EDITORIAL BISNIS: Saham Membubung dan Tantangan Garuda

Recommended Posts

Harian ini kemarin memberitakan bagaimana dalam waktu 3 bulan, bos CT Corp Chairul Tanjung berpotensi meraup keuntungan yang tidak sedikit—Rp345 miliar—hasil dari pembelian 10,9% saham PT Garuda Indo­ne­sia Tbk.

 

Sedikit menengok ke belakang, initial public offering (IPO) saham Garuda Indonesia sempat mengalami persoalan di awal. Harga perdana saham maskapai plat merah itu sebesar Rp750 per lembar saham dan dinilai kemahalan. Akibatnya, tiga penjamin emisi sempat kelabakan karena harus menanggung saham tersisa yang tidak laku di pasar.

 

Bak dewa penolong, pada akhir April 2012 lewat PT Trans Airways CT memborong 2,47 mi­­liar saham Garuda Indonesia pada level Rp620, premium 3,3% dari harga penutupan 11 April sebesar Rp600. Harga pembelian itu tetap lebih murah 17,3% ketimbang harga perdana sehingga sempat mengundang protes mengingat Menteri BUMN sebelumnya pernah menyatakan akan melego harga saham Garuda premium 10%.

 

Yang jelas, feeling bisnis CT selaku pengusaha kembali terbukti kini. Pekan lalu, harga saham Garuda mencapai Rp760 per lembar, yang merupakan harga tertinggi. Artinya, pundi-pundi CT kian menggelembung karena me­­­ngan­tongi capital gain Rp140 perlembar saham atau total Rp345,37 miliar.

 

Kita tak usah berdebat apakah kenaikan harga itu akibat faktor ma­­­suknya CT atau karena kinerja perseroan yang tengah kinclong. Bisa jadi kombinasi keduanya sehingga mampu mendorong performa Garuda terus melambung di lantai bursa.

 

Yang jelas, bisnis penerbangan untuk negara ke­­­pulauan seperti Indonesia—meski padat mo­­dal—me­­mang merupakan bisnis yang menggiurkan. Meski saat ini dihantam tingginya harga bahan bakar serta melemahnya perekonomian global, industri penerbangan dinilai memiliki outlook yang stabil. Lembaga pemeringkat Moody’s In­­­vestors Service dalam outlook tahunan yang dirilis awal Juli 2012 menyebutkan maskapai penerbang­an di Amerika Utara dan Timur Tengah diperkirakan akan mampu meraup keuntungan, sementara operator di Asia akan menghadapi kompetisi yang kian ketat.

 

Senada dengan gambaran itu, International Air Transport Association (IATA) memproyeksikan laba maskapai penerbangan global selama 2012 akan mencapai US$3 miliar, sedikit mengalami penurunan dari estimasi sebelumnya US$3,5 mi­­liar. Sebagian besar laba tersebut diperkirakan di­­sumbangkan oleh maskapai penerbangan di kawasan Asia-Pasifik sebesar US$2,3 miliar, naik dari prediksi semula US$2,1miliar. Dengan demikian, kawasan ini menjadi penyumbang terbesar bagi laba maskapai penerbangan global.

 

Artinya, bisnis penerbangan di Asia pada umumnya serta Indonesia pada khususnya akan menjadi pasar yang sangat gurih untuk waktu-waktu mendatang. Buktinya jelas, pekan lalu maskapai AirAsia Berhad dari Malaysia, meski sudah memiliki Indonesia AirAsia, kian melebarkan sayapnya di langit Indonesia dengan meng­akuisisi Batavia Air. Alasannya sederhana, untuk bisa menggarap pasar penerbangan di Indonesia yang merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara.

 

Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Garuda Indonesia selaku national flag carrier  untuk tetap mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri. Syukur bila mampu juga melebarkan sayap di tingkat regional. Potensi yang sedemikian besar itu harus bisa dimanfaatkan Garuda Indonesia untuk meraih kinerja yang benar-benar optimal sehingga performa yang mengilap di lantai bursa bukan hanya karena faktor CT semata.

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...