Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

INDUSTRI TEKSTIL Dalam Negeri Diprediksi Tumbuh 5%

Recommended Posts

JAKARTA—Industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri diprediksi tumbuh 5% pada semester II/2012, karena didorong banyaknya investor asing yang memesan produk di Indonesia.

 

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat Usman mengatakan hal itu juga didukung oleh keahlian buruh di Indonesia yang dianggap sudah makin meningkat.

 

Selain itu, tuturnya, upah buruh Indonesia masih relatif terjangkau bila dibandingkan dengan negara lain.

 

Menurutnya, industri TPT sudah mulai bergeser menjadi industri yang lebih kompleks, akibat gaji pekerja di luar negeri yang mulai mahal.

 

“Kami sudah lihat trennya, bahkan gaji buruh sudah lebih mahal di sejumlah negara. Selain itu, harga energi juga lebih mahal dari Indonesia,” katanya, Rabu (18/7).

 

Untuk menggenjot produksi TPT, perlu adanya revisi perpajakan. Saat ini, kebijakan pemerintah terkait pajak sama sekali belum berpihak pada industri tersebut.

 

“Akibatnya, produksi TPT dalam negeri anjlok hingga 5%—6% pada semester I tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujarnya.

 

Dia menuturkan sistem perpajakan di dalam negeri sangat memberatkan industri lokal. Akibatnya, pengusaha harus menaikkan harga jual produk.

 

Adapun efek dari kenaikan harga jual itu, produk TPT sangat sulit bersaing di pasaran. Reformasi sistem perpajakan itu, katanya, harus berdasar produksi.

 

“Padahal, yang selama ini berjalan masih berdasarkan pengeluaran,” ujarnya.

 

Ade menjelaskan sistem pajak pertambahan nilai (PPN) perlu direvisi menjadi pajak yang berbasis penjualan.

 

Dengan demikian, pajak dikenakan atas dasar barang yang laku di pasar. Sistem ini sangat berpengaruh pada kinerja produksi industri tekstil Indonesia di tengah membanjirnya barang impor.

 

Saat ini, barang lokal Indonesia bersaing ketat dengan produksi asal China, Pakistan, dan India. Di negara-negara eksportir tekstil besar itu, sudah diberlakukan sistem perpajakan yang berbasis penjualan.

 

Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, nilai ekspor TPT mencapai US$13,5 miliar pada 2012. Pada triwulan I tahun ini, kinerja ekspor tumbuh 12,2% (yoy) dengan nilai US$6,61 miliar dan volume 1,76 juta ton.

 

Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala mengatakan sektor TPT mengalami kemorosotan yang cukup tinggi disebabkan berbagai hal pada semester I tahun ini.

 

“Kami akui ekspor di pasar utama kita, seperti Amerika dan Eropa sedang sakit. Hal itu membuat pelaku industri memutar otak untuk melakukan inovasi,” katanya.

 

Menurutnya, ekspor sektor tersebut hanya mencapai 30% saat ini, karena 70% lainnya banyak dikuasai asing.

 

Akan tetapi, pihaknya tetap optimistis perkembangan ekspor TPT Indonesia akan tumbuh pada semester II tahun ini.

 

Dia mencontohkan Indonesia memiliki daya saing dalam produk TPT tertinggi dibandingkan dengan produsen tekstil utama dunia untuk serat stapel buatan (HS 55) dan filamen buatan, strip dan sejenisnya dari bahan tekstil buatan (HS 54).

 

Untuk kelompok produk tekstil lainnya, Indonesia relatif masih sulit bersaing dengan produsen utama dunia, kecuali untuk produk pakaian dan aksesori pakaian bukan rajutan.

 

Oleh karena itu, saat ini pihaknya sedang menggenjot pangsa pasar domestik guna memacu kembali kinerja sektor industri TPT.

 

“Saat ini kita sedang memanfaatkan pasar dalam negeri guna meningkatkan kembali pangsa pasar yang lebih baik,” katanya.(bas)

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...