Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

PAJAK DAERAH: PBB kehutanan, perkebunan, dan pertambangan agar diserahkan ke

Recommended Posts

JAKARTA: Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah mengimbau pemerintah pusat untuk menyerahkan kewenangan pemungutan Pajak Bumi Bangunan kehutanan, perkebunan, dan pertambangan kepada pemerintah daerah.

 

Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif KPPOD mengatakan UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah hanya mengatur peralihan penerimaan PBB perkotaan dan perdesaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

 

“Dugaannya, ini yang membuat Pemda merasa otoritasnya tidak besar, jadi mereka tidak punya insentif lebih untuk memungut PBB sehingga sulit berinisiatif membuat Perda,” kata Robert kepada Bisnis, Senin (16/7/2012).

 

Dia menjelaskan biaya yang harus dikeluarkan Pemda dalam proses pemungutan PBB akan lebih besar dibandingkan nominal PBB yang diterima. Padahal, lanjut dia, ketika PBB dikelola oleh pemerintah pusat, Pemda tinggal menerima bagi hasil.

 

Dengan penyerahan wewenang pemungutan PBB kehutanan, perkebunan, dan pertambangan, katanya, Pemda akan memiliki basis potensi pajak yang lebih besar sehingga antusias memungut pajak daerah tersebut.

 

“Saat ini Pemda hanya menerbitkan Perda tentang sumbangan pihak ketiga terkait komoditi, untuk mensiasati peluang penerimaan daerah dari dunia usaha,” ungkapnya.

 

Dia memperkirakan pemerintah pusat enggan mengalihkan ketiga jenis PBB karena tak ingin kehilangan insentif berupa dana bagi hasil penerimaan negara. Selain itu, ujarnya, pemerintah pusat dianggap belum percaya sepenuhnya dengan kinerja daerah, terutama di kawasan timur, memungut pajak yang terbilang kompleks.

 

“Intinya, berikan seluruh kewenangan dan fasilitasi dengan baik,” tegasnya.

 

Sampai saat ini, katanya,dari 497 daerah tercatat baru 18 daerah yang mulai memungut PBB perkotaan dan perdesaan, dan sekitar 100 daerah baru selesai menyusun Perda. Padahal, batas waktu peralihan hanya kurang dari dua tahun, yakni Desember 2013.

 

Robert menambahkan pemerintah harus menyusun skenario cadangan yakni menambah batas waktu pelaksanaan peralihan penerimaan PBB. jika tidak, katanya, pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan karena struktur kewenangan yang belum sempurna.

 

“Dari sisi pemerintah terlihat proses peralihan berjalan lambat karena koordinasi di tingkat pusat yang kedodoran,” katanya.

 

Pemerintah, lanjutnya, wajib menyiapkan empat komponen yang dibutuhkan dalam proses pemungutan PBB, yakni sarana dan prasarana, sumber daya manusia yang mumpuni, struktur kelembagaan, dan administrasi yang baik.

 

Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Amri Zaman sebelumnya menyebutkan pemerintah pusat akan kehilangan penerimaan dari pos PBB sekitar Rp10 triliun. Jumlah itu, menurut dia, relatif kecil dan tidak akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan penerimaan pajak tahunan.

 

“Kalau dilihat skema penerimaan PBB Rp30 triliun, Rp20 triliun dari pertambangan, sisanya yang akan diserap daerah Rp10 triliun dari PBB perkotaan. Itu tidak seberapa untuk pusat,” katanya.

 

Berdasarkan APBNP 2012, pemerintah menargetkan penerimaan PBB sebesar Rp29,68 triliun, lebih rendah dari asumsi dalam APBN 2012 yang mencapai Rp35,64 triliun. Adapun realisasi penerimaan PBB pada 2010 dan 2011 masing-masing sebanyak Rp28,6 triliun dan Rp29,1 triliun.(Bsi)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...