Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

KAFE BISNIS PILKADA DKI: Pilih kerak telor atau sego kucing?

Recommended Posts

Hari Rabu (11/7) siang, sekitar jam 15, saat sedang mendengar berita seliweran tentang quick count Pilkada DKI Jakarta yang mengunggulkan Jokowi-Ahok, saya mendapat telepon dari Putri Wong Kam Fu.

 

"Kok bisa ya Mas, Jokowi menang?" Itu pertanyaan spontan peramal bintang yang menyebut diri astrologer tersebut di seberang telepon.

 

Ya. Putri pantas kaget. Pasalnya, sehari sebelumnya, ia begitu antusias dengan analisanya, bahwa Foke yang berpasangan dengan Nara bakal unggul baik satu putaran maupun dua putaran dalam Pilkada ini, merujuk pada "putaran roda kehidupan pribadi" yang sedang "top-top"nya.

 

Ibarat roda sedang di atas, ibarat bunga sedang mekar, dan ibarat matahari sedang berada pada posisi jam 12 siang. Sedang terang-terangnya. Begitu kira-kira.

 

Maka, tatkala ternyata Foke kalah populer dari Jokowi, menurut versi hitung cepat yang dilansir di media elektronik secara realtime dan media online yang diupdate secara terus menerus, dia begitu kaget.

 

Saya juga kaget. Bahkan Foke pun banyak dikutip media, mengatakan "tidak mengira Jokowi unggul".

 

Kalau banyak orang kaget, masuk akal sekali. Pasalnya, semua lembaga survei, beberapa hari menjelang pemilihan, mengumumkan hasil survei yang menyebutkan perolehan suara Foke jauh mengungguli Jokowi dan pasangan kandidat gubernur lainnya.

 

Soalnya, sudah menjadi kecenderungan di banyak daerah, hasil survei punya korelasi kuat dengan hasil pemilihan. Apalagi iklan yang gencar menyampaikan pilkada hanya akan berlangsung satu putaran. Anda tentu bisa menebak, siapa yang pasang iklan itu.

 

Tapi, menurut hasil yang belum resmi itu, ternyata Jokowi lebih unggul.

 

***

 

Saat menulis kolom ini, saya sedang menikmati "sego kucing" di warung hik Si Jack di Solo bersama sejumlah teman dari Solopos, Harian Jogja dan Bisnis Indonesia, setelah kami berbincang urusan pekerjaan.

 

Sego kucing adalah makanan jajanan murah meiah khas Solo dan Jogja, yang menjadi nostalgia banyak profesional yang belajar di dua kota itu. Jajanan tersebut kini juga ulai banyak merambah Jakarta Raya, yang pelan-pelan menggeser popularitas kerak telor, jajanan khas Jakarta.

 

Maka, tak pelak lagi, obrolan pun banyak menyinggung soal kemenangan babak pertama yang mengejutkan dari Jokowi, walikota Solo, yang kini menjadi kandidat Gubernur yang punya ikon baju kotak-kotak itu.

 

Ternyata, di Solo, berkembang cerita luas soal kotak-kotak itu. Kalau Anda pergi ke dapur jaman dulu, lap atau disebut serbet umumnya bermotif kotak-kotak dan menjadi alat kerja 'babu' alias pembantu untuk bersih-bersih.

 

Kotak-kotak dianggap sebagai simbol siap bekerja, dan bukan hanya bekerja tetapi juga melayani.

 

Personalisasi simbol itulah yang rupanya menjadi karakter komunikasi Jokowi yang orisinal.

 

***

 

Entah karena keberhasilan mendayagunakan komunikasi simbol atau karena personal selling yang kuat, Jokowi diterima oleh pemilih di Jakarta. Bisa jadi pula karena faktor yang lain.

 

Yang jelas, hasil Putaran I pilkada DKI telah menyisakan kegalauan bagi tim pendukung Foke, untuk bisa mengejar ketertinggalan di babak kedua agar tetap menempati kursi Jakarta-1.

 

Tetapi bukan hanya Tim Foke yang galau dengan hasil sementara Pilkada DKI ini. Banyak partai besar kini juga patut diduga merasakan kegalauan yang sama, jika hasil hitung cepat itu tidak meleset.

 

Bagaimana mungkin, misalnya, Alex yang disokong Partai Golkar bisa memperoleh suara lebih sedikit perolehan Faisal Basri yang maju sebagai kandidat independen?

 

Bagaimana dengan Demokrat yang mengusung Foke setelah ternyata jagonya harus terseok ke putaran kedua?

 

Bagaimana pula dengan PDI Perjuangan dan Gerindra, apakah hasil sementara ini, jika konsisten sampai putaran kedua dimenangi Jokowi dan Ahok, akan mengubah peta pencalonan presiden untuk 2014 mendatang?

 

Anda tentu punya kebebasan untuk membuat berbagai skenario analisis dengan berbagai kemungkinan.

 

Yang pasti, kegalauan amat sangat patut diduga saat ini melanda sejumlah lembaga survei, yang biasanya dengan gagah mengiklankan keberhasilan prediksi atas pemilihan kepala daerah yang hampir tidak pernah meleset.

 

Maka Pilkada DKI menyisakan preseden baru: ternyata pilihan publik tidak bisa disetir oleh komunikasi persepsi yang masif sekalipun, jika dasar fundamentalnya tidak begitu kuat.

 

Apalagi struktur demografi DKI yang begitu heterogen, masyarakat yang open mind, cenderung well educated, dan berhadapan langsung dengan isu riil --terutama macet yang tak pernah berkurang-- menjadi perbincangan semua lapisan masyarakat, bukan hanya urusan elite.

 

Campurtangan teknologi dan sosial media yang dominan telah menjadi bahan bakar lainnya, sehingga komunikasi simbol pribadi menjadi jauh lebih efektif.

 

***

 

Moga-moga Foke bisa belajar dari kekalahan pada putaran pertama ini, atau justru malah akan kian terpuruk?

 

Tentu dua skenario itu akan sangat tergantung pada strategi dan taktik masing-masing tim dalam tiga bulan ke depan.

 

Maka cermatilah aneka posting yang bernada candaan dan ledekan melalui sejumlah media sosial. Jangan heran jika akan banyak lagi gambar-gambar lucu yang meledek Jokowi yang terlalu 'klemak-klemek" maupun Foke yang dianggap gampang tersulut emosi.

 

Kata teman saya yang berasal dari Kebumen tapi punya mertua di Solo, boleh jadi kita tak hanya akan melihat karikatur Foke yang sedang jualan kerak telor, bisa jadi karikatur Jokowi yang tengah menjajakan "sego kucing" akan banyak beredar di media sosial.

 

Bagaimana dengan pasangannya? Boleh jadi ada pula karikatur Ahok yang sedang jualan "mie ahok". Hanya saja, Anda mungkin akan bingung, kira-kira karikatur apa yang bisa menjadi simbol pribadi Nara? Bagaimana menurut Anda? (Arief.budisusilo@bisnis.co.id)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...