Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

ALUTSISTA RI: Belanda ditendang, Belanda disayang

Recommended Posts

Pada 5 Juni 2012, Kementerian Pertahanan melalui Badan Sarana Pertahanan menandatangani kontrak pembelian 1 unit Kapal Perusak Rudal seri 10514 dari Damen Schelde Naval Shipbuilding senilai US$220 juta.

 

Sebelumnya, Indonesia telah membeli 4 Kapal Korvet kelas Sigma (ship integrated geometrical modularity Approach) tipe 9113 dari Damen Shipbuilding senilai €700 juta dan sudah aktif bertugas di TNI AL sejak periode 2007 hingga 2009.

 

Tidak lama berselang, pada awal pekan ini Kementerian Pertahanan memutuskan membatalkan rencana pembelian Main Battle Tank bekas jenis Leopard dari Belanda karena berlarutnya proses negosiasi persetujuan yang berujung kepada penolakan di parlemen negara itu.

 

Akhirnya Kementerian Pertahanan memutuskan membeli Tank Leopard dari negara pembuatnya Jerman dengan disertai mekanisme alih teknologi (transfer of technology/ToT). Langkah terakhir yang ditempuh oleh Kementerian Pertahanan menunjukkan, pemerintah sebagai pembeli bisa bertindak tegas terhadap Belanda yang tidak kunjung menyelesaikan urusan penjualan.

 

Meski, dalam pembelian kapal perusak kawal rudal (PKR) seri terbaru, Kementerian Pertahanan mendapat kecaman keras dari sejumlah anggota parlemen karena kecilnya persentase teknologi yang ditransfer dan berlarut-larutnya negosiasi pembuatan PKR di dalam negeri.

 

Padahal, PT PAL Indonesia (Persero) telah menyiapkan 150 teknisi ahli perkapalan guna melakukan alih teknologi produksi kapal selam di Korea Selatan dan kapal PKR di Belanda, menyusul dibuatnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) pesanan Kementerian Pertahanan di 2 negara tersebut.

 

BUMN tersebut selama ini telah banyak memproduksi berbagai jenis kapal perang untuk memenuhi kebutuhan TNI AL seperti kapal patroli cepat, landing platform dock (LPD), kapal cepat rudal (KCR), landing craft utility (LCU), landing craft vehicle personal (LCVP).

 

Saat ini, kapal perang pesanan TNI AL yang sedang dikerjakan di PAL Indonesia adalah 3 unit KCR, 2 unit kapal tunda 2400 HP dan 4 unit LCU. Tentu muncul pertanyaan mengingat pembelian kapal Korvet kelas Sigma dari Belanda yang seharusnya disertai mekanisme ToT ternyata seluruh kapal diselesaikan di negara tersebut.

 

Padahal, semula direncanakan kapal Korvet kelas Sigma diproduksi sebanyak 2 unit di Belanda dan 2 unit di PAL Indonesia sebagai bagian dari alih teknologi.

 

Rencana ini seperti proses pembuatan kapal LPD yang dipesan oleh Kementerian Pertahanan dari Korea Selatan, 2 unit di negeri ginseng dan 2 unit di PAL Indonesia sehingga BUMN strategis tersebut memiliki kemampuan membuat kapal LPD.

 

Langkah serupa juga dilakukan oleh Kementerian Pertahanan ketika memutuskan membeli 3 unit Kapal Selam kelas Changbogo senilai US$1,1 miliar dari Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering, Korea Selatan.

 

Padahal ada tawaran menarik disertai kredit ekspor dari Rusia untuk membeli Kapal Selam kelas Kilo yang memiliki efek gentar lebih besar karena kemampuan persenjataan dan bergerak senyap di dalam air.

 

Alasan utamanya adalah mekanisme alih teknologi apalagi, 2 unit kapal selam tersebut akan dibuat di Daewoo dan 1 unit dibuat di PAL Indonesia. Dalam konteks pembuatan kapal perang jenis korvet, Indonesia sebenarnya memiliki pilihan membeli dengan disertai mekanisme alih teknologi ke Italia, Korea Selatan, Swedia, Prancis, dan bahkan ke Spanyol serta Rusia.

 

Lima tahun lalu sempat muncul berita rencana pembelian Korvet kelas Tiger yang dibuat oleh Rusia dan Spanyol. Rencananya, badan kapal akan dibangun di galangan kapal di Spanyol berdasarkan rancangan perusahaan Rusia CMKB Almaz, sedangkan pemasangan elektronik dan persenjataan oleh perusahaan Rusia di galangan kapal Severnaya Verf, St Petersburg.

 

 

Korvet kelas Tiger merupakan generasi terbaru dari kapal perang Rusia yang menggunakan teknologi siluman karena bahan kontruksinya dibuat dari plastik yang mampu menyerap dan menyebarkan gelombang radio.

 

 

Korvet kelas Tiger project 20382 dibuat berdasarkan rancangan project 20380 yang telah digunakan oleh AL Rusia.

 

Korvet dilengkapi dengan 8 x rudal anti kapal Uran-E atau CLUB, sistem rudal anti pesawat terbang Kashtan, meriam 100 milimeter AK-190M, torpedo 6 Mevedka-VE dan helikopter anti kapal selam berbobot 12 ton yang dapat dipilih dari seri Kamov.

 

CMKB Almaz juga merancang Korvet kelas Tiger yang memungkinkan AK-190M digantikan meriam Oto-Melara 76 milimeter, serta bisa membawa rudal Yakhont atau BrahMos. Saat ini, Rudal Yakhont yang memiliki daya tempuh 300 km saat menjadi andalan TNI AL dan telah diinstal oleh para teknisi ke sejumlah Kapal Republik Indonesia (KRI).

 

Persenjataan yang dimiliki Tiger, membuat korvet ini mampu melakukan peperangan anti kapal selam dan anti kapal perang. Selain itu, pada 2009, Kapal perang jenis korvet sempat direncanakan didesain bersama Orrizonte System Navali SPA (Ficantieri Shipyard) dan Italian Navy Corvette yang kemudian dikembangkan oleh PAL Indonesia disesuaikan dengan permintaan TNI AL.

 

Spesifikasi kapal korvet yang dibangun itu antara lain memiliki panjang garis air 80 meter, lebar 12,2 meter, tinggi geladak utama 8,2 meter, kecepatan rata-rata 25,2 knots, akomodasi 81 orang, draft 3,46 meter dan daya pendorong 2X7.400 kw. Kapal ini berbasis Korvet kelas Commandante buatan Fincantieri (Italia). Namun, rencana ini tidak direalisasikan.

 

Sebaiknya, pembelian alutsista oleh TNI tetap berpatokan kepada rencana yang telah disusun termasuk dengan mansyaratkan mekanisme alih teknologi, pendanaan, maupun harga sehingga tidak terjadi perdebatan publik yang tidak diperlukan.

 

Selain itu, sebuah negara yang sudah memiliki track record mengatur (melarang) pemakaian senjata sebaiknya tidak masuk dalam daftar negara yang alutsistanya akan dibeli. Secanggih dan semurah-murahnya senjata kalau ternyata tidak boleh digunakan oleh negara pembuatnya menjadi percuma.

 

Dalam konteks ini, berlarutnya perundingan dengan Belanda untuk membeli Tank Leopard dan melakukan alih teknologi perlu jadi basis pengambilan keputusan oleh Kementerian Pertahanan untuk mengakuisisi alutsista. Keputusan pembelian alutsista memiliki dampak besar terkait dengan penyediaan lapangan kerja, alih teknologi, dan daya gentar senjata.

 

Tentu publik menginginkan senjata yang diperoleh TNI bisa melindungi rakyat di darat, laut, dan udara serta memberikan daya gentar terhadap negara lain. Selain itu, persyaratan alih teknologi akan membantu penghematan devisa, menyediakan lapangan kerja dan yang paling penting menyediakan kemampuan bagi industri dalam negeri untuk memasok alutsista secara berkelanjutan ke TNI. (munir.haikal@bisnis.co.id)(API)

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...