Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

LINGKUNGAN HIDUP: Penurunan Emisi Rumah Kaca 26% terancam gagal

Recommended Posts

JAKARTA: Upaya penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 26% pada 2020 terancam gagal dilakukan karena sejumlah kebijakan yang tak mendukung hal itu. Hal tersebut di antaranya adalah pengalokasian hutan terhadap korporasi besar serta minimnya anggaran penyelamatan lingkungan hidup.

 

Sudarsono Soedomo, Dosen Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), memaparkan upaya untuk menurunkan emisi 26% tidak didukung secara nyata oleh pelbagai kebijakan lainnya. Di antaranya adalah pengalokasian hutan kepada perusahaan besar oleh pemerintah.

 

"Sebanyak 99,5% hutan yang dikuasai negara,  dialokasikan kepada perusahaan besar dan hanya 0,5% bagi masyarakat lokal dalam bentuk Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa," ujar Sudarsono dalam siaran pers yang dikutip pada Sabtu, (23/06/2012). "Tidak ada upaya mewujudkan keadilan ekonomi."

 

Selain itu, Sudarsono memaparkan jumlah subsidi untuk BBM selama periode 2006-2012 mencapai Rp667,8 triliun yang  berbeda jauh dengan  anggaran untuk kegiatan penyelamatan lingkungan hidup. Anggaran yang dimaksud adalah untuk Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup sebesar  Rp78,7 triliun atau kurang dari 12% dari jumlah subsidi tersebut. Menurutnya, fakta tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan selama ini lebih mendorong terjadinya emisi melalui subsidi daripada peningkatan biaya untuk penyerap emisi.

 

Dia memaparkan pihaknya  juga memetakan tiga kelompok persoalan terkait dengan upaya penurunan emisi tersebut. Di antaranya adalah  tidak memungkinkannya tiga pilar pembangunan berkelanjutan dipertimbangkan secara simultan. Faktor-faktor itu adalah ekonomi, sosial dan lingkungan hidup yang dinilai memiliki target pembangunan secara terpisah.

 

"Setiap sektor yang mempunyai target pembangunan sendiri-sendiri cenderung trade off satu dengan yang lainnya," kata Sudarsono. "[Misalnya] ketimpangan penguasaan hutan dan lahan sebagai syarat terwujudnya pembangunan berkelanjutan diposisikan sebagai dampak pembangunan yang ditangani secara parsial."

 

Dua masalah lainnya, kata Sudarsono, adalah tata kelola pemerintahan dalam pengelolaan sumber daya alam yang tak disertai perangkat untuk mengontrol eksploitasinya. Lainnya adalah politik-ekonomi yang mempertahankan status quo yakni ketidaklengkapan informasi serta tumpang tindihnya peraturan menyebabkan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan kekuasaan, bukan kepentingan publik.

 

Diketahui, Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca menyebutkan pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat pada 2009, berkomitmen untuk menurunkan emisi tersebut sebesar 26% dengan usaha sendiri dan 41% jika mendapat bantuan internasional pada 2020. Dalam aturan itu disebutkan juga bahwa posisi geografis Indonesia rentan sekali terhadap perubahan iklim, sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangannya.

(faa)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...