Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

IZIN HUTAN Gemilang Citra dinilai tumpang tindih dengan hutan desa

Recommended Posts

JAKARTA—Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mempersoalkan surat rekomendasi Bupati Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau untuk PT Gemilang Citra Nusantara terkait dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) karena diduga tumpang tindih dengan lahan hutan desa.

 

Koordinator Jikalahari Muslim Rasyid mengatakan Bupati Pelalawan HM Harris pada Mei lalu menolak usulan hutan desa untuk Pulau Muda dan Kelurahan Meranti. Padahal, sambungnya, Kementerian Kehutanan telah menetapkan pencadangan hutan desa seluas 12.360 hektare di Kabupaten Pelalawan.

 

Jikalahari mencatat PT Gemilang Citra  sebelumnya mengajukan permohonan IUPHHK-RE pada November 2010 namun akhirnya ditolak Kementerian Kehutanan pada Januari 2011. Namun ketika terjadi pergantian Bupati Pelalawan April 2011, HM Harris sebagai pejabat baru justru mengeluarkan rekomendasi IUPHHK-RE untuk PT Gemilang Citra, yang merupakan anak perusahaan dari PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Lahan itu digunakan terkait dengan program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).

 

Ada empat desa yang mengajukan hutan desa yakni Desa Segamai, Desa Serapung, Pulau Muda dan Kelurahan Meranti. Namun, Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan hanya menetapkan lahan masing-masing 2.000 hektare untuk Desa Segamai dan Desa Serapung, selebihnya ditolak.

 

"Pemerintah tidak lagi berpihak pada masyarakat di sekitar hutan untuk mengelola hak hutannya. Padahal salah satu tujuan REDD+ adalah pengalokasian hak kelola hutan bagi masyarakat," ujar Muslim dalam siaran pers hari ini Senin (18/06/2012). "Kawasan telah dirampok untuk kepentingan industri kertas dan kayu."

 

Jikalahari mencatat luas IUPHHK-RE milik PT Gemilang adalah 19.674 hektare namun terdapat sekitar 8.000 yang tumpang tindih dengan kawasan hutan desa yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan tersebut. Hal tersebut, sambung Muslim, mengindikasikan masih berjalannya modus kejahatan korporasi kehutanan yang didukung oleh pemerintah.

 

Jikalahari juga mencatat terdapat perbedaan waktu proses antara penetapan hutan desa, penolakan hutan desa atau penerbitan surat rekomendasi PT Gemilang Cipta. Khusus penetapan hutan desa, Desa Segamai dan Desa Serapung mengusulkannya secara resmi pada Oktober 2010, dan akhirnya disetujui masing-masing mendapatkan sekitar 2.000 hektare  pada Juni 2011. 

 

Pulau Muda dan Kelurahan Meranti kemudian mengajukan usulan hutan desa pada Mei 2012, namun ditolak pada akhir bulan yang sama.

 

Sementara PT Gemilang Cipta mengajukan usulan resmi pada November 2010, namun ditolak pada Januari 2011 oleh Kementerian Kehutanan. Namun, kejanggalan itu ditemukan ketika surat rekomendasi IUPHHK-RE justru diterbitkan oleh Bupati Pelalawan terpilih HM Harris, yang dilantik pada April 2011. Surat itu dikeluarkan dua minggu kemudian setelah pelantikan.

 

Manjer Unit Transparancy International Indonesia (TII) Riau, Raflis, mengatakan penyimpangan alokasi konsesi untuk REDD+, salah satunya  terjadi saat hal tersebut diberikan berdasarkan asosiasi pribadi atau jaringan politik. Praktik korupsi tersebut, sambungnya, adalah sistem informasi dan pengambilan kebijakan secara tertutup dan tak dapat diakses oleh publik.

 

"Praktik korupsi yang diduga terjadi adalah manipulasi informasi yang menguntungkan pihak tertentu dan merugikan publik," ujarnya hari ini.  "Patut diduga ketika sebuah kebijakan yang dikeluarkan melanggar beberapa aturan, berkorelasi kuat dengan korupsi." (sut)

 

ARTIKEL MENARIK LAINNYA >>>

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...