Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Sentilan The Economist & Sikap Tere

Recommended Posts

JAKARTA: 26 Mei 2011, majalah ekonomi terkemuka dunia, The Economist, menulis, "Beberapa masyarakat dibentengi oleh rasa bersalah, beberapa lainnya dikawal oleh rasa malu.

 

Lalu, ada Indonesia, yang jarang sekali dijaga oleh dua hal itu, setidaknya pada elite politiknya."

 

Menurut majalah itu, elite politik Indonesia akan berusaha keras menolak bertanggungjawab untuk apa yang menjadi wilayah tanggungjawabnya.

 

Economist melanjutkan, "Ketika para politisi AS segera mundur karena skandal seks atau korupsi (bahkan politisi Eropa lebih cepat lagi mundur), dan tatkala seorang menteri perkeretaapian India mundur setelah kecelakaan dahsyat kereta api terjadi, para pemimpin Indonesia sudah lama terkenal suka menolak mundur, tak peduli seserius apa tuduhan hukum kepadanya dan sebesar apa tekanan publik kepadanya."

 

Economist tak berlebihan karena dari serangkaian kasus korupsi yang umumnya melibatkan para politisi dan tak jarang menyebut nama figur-figur sentral perpolitikan Indonesia, jarang sekali ada yang menyatakan diri bertanggungjawab, apalagi mundur.

 

Yang kerap terjadi malah berkelit di balik pasal-pasal hukum tekstual yang bahkan cenderung lebih disakralkan ketimbang ayat-ayat Tuhan.

 

Tapi, Jumat tanggal 1 Juni lalu, Theresia Ebenna Ezeria Pardede datang memesankan bahwa masih ada yang kukuh memeluk etika.

 

Biduanita yang populer dipanggil Tere itu mundur dari keanggotaannya pada Komisi X DPR, dan juga dari partainya, Partai Demokrat.

 

Tak hipokrit

 

"Saya tak mau menjadi orang yang hipokrit, tidak masuk tapi tanda tangan absen. Saya ingin jadi diri sendiri," kata Tere kepada wartawan Jumat pekan lalu.

 

Perempuan yang sekitar tiga tahun menyandang wakil rakyat ini menunjukkan apa itu moral, tanggungjawab dan menjaga amanat.

 

"Saya sadari benar pengunduran diri belum lazim (di Indonesia). Namun saya yakin ini sejalan dengan etika politik yang dijunjung tinggi para pendiri bangsa kita," kata Tere lagi.

 

Indah sekali! Bahkan dia menyebut frasa sakral "etika politik" yang lama tercampakkan dari kultur politik nasional.

 

Tak hanya itu, dengan menyebut-nyebut pendiri bangsa dalam relasinya dengan etika politik, Tere berusaha meneladani para pendiri bangsanya jauh sebelum dia lahir.

 

Bangsa ini pantas bangga pada belia-belia masa kini seperti Tere yang takzim pada pendiri bangsa, sekaligus ingin melabeli politik dengan etika.

 

Selama ini politik terlalu sering dianggap tak lebih dari cara bagaimana berkuasa dan mempertahankannya, padahal tidak sepicik itu karena poltik juga bertutur soal etika, nurani dan bagaimana pemimpin meneladankan hal-hal baik kepada pemilihnya, kepada rakyatnya.

 

"Politik itu lebih menyangkut hati." kata politisi terkenal Inggris, R. A. Butler.  Sehingga politik tak melulu soal transaksi kekuasaan semata.

 

Idealis

 

Perempuan muda ini juga tak mensakralkan jabatan sehingga dengan tanpa beban mundur meninggalkan keistimewaan-keistimewan yang melekat pada seorang wakil rakyat.

 

Dia sadar bahwa fungsi perwakilan tidak semata tentang hak dan keistimewaan, tapi juga tanggungjawab, amanat dan kiprah.

 

Tere telah memilih, tapi tak berarti yang tak dipilihnya salah, namun dia telah memilih sebagaimana orang-orang idealis sebelum dia mengambil pilihan.

 

Politik itu memang menyangkut bagaimana pilihan sulit diambil, bahkan ekonom masyur yang pikiran-pikirannya kadang merambah politik, John Kenneth Galbraith, berkata, "Politik adalah pilihan antara bencana dan ketidaknyamanan."

 

Tere sepertinya menyadari pilihan-pilihan ini, kendati dia menegaskan keluargalah yang menjadi alasannya hengkang dari politik.

 

Namun rekan-rekannya sesama artis-politisi mengungkapkan, Tere memang kerap jatuh kecewa pada praktik politik di negeri ini.

 

Artis yang juga anggota DPR, Dedy Gumilar atau Miing, yang menyebut Tere orang yang lurus, mengungkapkan bahwa Tere acap kecewa karena banyak hal yang bertentangan dengan idealismenya.

 

"Dia orangnya cerdas dan idealis. Dia memang lebih banyak ngurusin soal substansinya ketimbang politiknya," kata Miing seperti dikutip Tempo.co.

 

Tere memang lain, dan Economist perlu menulis Tere karena dia telah memberi pesan bahwa rasa bertanggungjawab itu masih ada, setidaknya dari tekad Tere untuk tidak hipokrit.  (Antara/faa)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...