Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

MAHKAMAH KONSTITUSI: Penetapan Wilayah Tambang Tak Perlu Persetujuan Masyarak

Recommended Posts

JAKARTA: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penetapan wilayah pertambangan (WP) tidak memerlukan persetujuan tertulis masyarakat, melainkan keikutsertaan secara aktif  dalam prosesnya. Majelis menyerahkan kembali kewenangan untuk pengaturan itu kepada pemerintah.

 

Hal itu disampaikan dalam pembacaan putusan majelis hakim konstitusi terhadap UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

 

Ketua Majelis Hakim  Mahfud MD mengatakan majelis lebih menekankan kepada terlaksananya kewajiban menyertakan pendapat masyarakat, bukan persetujuan tertulis.

 

"Karena menurut mahkamah, bentuk keikutsertaan secara aktif dari masyarakat berupa keterlibatan langsung dalam pemberian pendapat dalam proses penetapan WP yang difasilitasi oleh negara," ujar Mahfud dalam pembacaan putusan,  4 Juni 2012.

 

Dia memaparkan  hal tersebut merupakan bentuk konkrit dari pelaksanaan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. Hal itu, sambungnya,  lebih bernilai daripada sekadar formalitas belaka yang dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis serta yang belum tentu dibuat oleh yang bersangkutan sendiri.

 

Dia menuturkan wujud dari pelaksanaan kewajiban menyertakan pendapat masyarakat  itu juga harus dibuktikan secara konkrit dengan difasilitasi oleh pemerintah. Mahkamah berpendapat bukti konkrit tersebut dapat mencegah terjadinya konflik antar pelaku usaha pertambangan dengan masyarakat dan negara  yang ada dalam WP tersebut.

 

Mahfud memaparkan pemerintah  sepenuhnya memiliki kewenangan untuk  mengatur mekanisme lebih lanjut mengenai kewajiban menyertakan pendapat masyarakat dan siapa saja yang termasuk dalam kelompok masyarakat.  Selain itu, juga termasuk kelompok masyarakat yang wilayah maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan serta masyarakat yang akan terkena dampak.  

 

"Sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah untuk mengaturnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengacu pada pertimbangan hukum yang telah dinyatakan oleh mahkamah dalam Putusan Perkara Nomor 25/PUU-VIII/2010 bertanggal 4 Juni 2012," kata Mahfud dalam pembacaan putusan tersebut.

 

Koordinator Tim Hukum Uji Materii UU Minerba Asep Yunan Firdaus mengatakan putusan itu mengecewakan karena MK mengembalikan kewajiban keikutsertaan tersebut kepada pemerintah. Padahal, sambungnya, salah satu tujuan permohonan uji materi UU Minerba adalah karena ketidakpercayaan terhadap pemerintah mengenai penetapan WP.

 

"Ini seperti dipimpong saja, karena selama ini masyarakat tidak mempercayai pemerintah. Putusan MK tentu secara prinsipil mengecewakan kami," ujar Asep ketika dikonfirmasi Bisnis di Jakarta, hari ini.

 

Dia menuturkan langkah berikutnya adalah memperhatikan apakah diperlukan Peraturan Pemerintah (PP) yang baru mengenai penyertaan kewajiban masyarakat oleh pemerintah atau merevisi PP yang telah ada. Peraturan yang telah ada adalah PP Nomor 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.

 

Diketahui, sedikitnya lima organisasi sipil dan perwakilan masyarakat mengajukan permohonan uji materi UU Minerba pada 2010. Hal itu adalah upaya untuk mewujudkan adanya pengakuan hak veto yakni kedaulatan atas ruang hidup rakyat dari rencana penetapan wilayah pertambangan.  Lima  organisasi itu adalah Kiara, KPA, PBHI, Solidaritas Perempuan dan Walhi.

 

Pasal-pasal yang diajukan adalah Pasal 6 ayat (1) huruf e , Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 huruf b yang semuanya tentang penetapan WP oleh pemerintah serta Pasal 162 tentang pemidanaan bagi orang yang merintangi kegiatan usaha pertambangan. Terkait dengan Pasal 162, mahkamah dalam putusan tersebut menyatakan dalil pemohon tidak terbukti menurut hukum. (bas)

 

 

BERITA LAINNYA:

 

 

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...