Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Lebay

PR Bukan Bisnis Kosmetika

Recommended Posts

EjiruOqIlO.jpgAlm. Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo. Foto: Runi Sari/okezone

 

 

 

Saya trenyuh kala membaca cuplikan kata sambutan Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih dari bukunya Berdamai dengan Kanker yang dilansir di berbagai media termasuk media sosial.Almarhumah Ibu Endang menganggap bahwa derita penyakit kanker dalam dirinya adalah salah satu anugerah dari Allah SWT. Beliau tidak bertanya, "Why Me?" justru menyatakan "Why not?" karena beliau sudah merasa memperoleh begitu banyak kebaikan dalam hidupnya (yang ternyata terasa singkat). Tegar sebagai orang yang terpilih.

 

"Ibu atasan yang baik," ujar salah satu staf Kementerian Kesehatan sambil menitikkan air mata di hari pemakamannya. Itu berita lain yang saya baca tentang beliau. Sayang sekali berita-berita baik ini terlambat sampai ke masyarakat luas. Jika berita baik ini dipublikasikan jauh sebelum beliau tiada, tentu akan lebih banyak pihak yang mendukung pekerjaan beliau untuk negara.

 

Kita juga belum lama ini ditinggalkan oleh tokoh Wakil Menteri ESDM Profesor Widjajono Partowidagdo. Bagaimana sosok beliau, belum banyak yang mengenalnya, selain menjadi salah satu menteri unik: berpenampilan sederhana dan berambut gondrong. Mungkin karena masa jabatan yang relatif singkat? Padahal, setelah beliau tiada, saya mulai banyak membaca, ternyata Pak Wamen ini banyak sisi positifnya.

 

Beliau adalah orang yang memiliki pemikiran inovatif, salah satunya inovasi pendekatan untuk mengatasi sekaligus menghasilkan nilai tambah untuk sektor energi dalam negeri. Saya baru menyadari bahwa Pak Wid adalah think tank tentang perlunya pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. Beliau lebih suka berkata terus terang dan tidak berpura-pura. "Karena dengan berterus terang, negeri ini akan menjadi lebih baik," kata beliau.

 

Sayang sekali kehebatan pemikiran Ibu Endang dan Pak Wid terlambat sampai ke masyarakat secara luas. Banyak perhatian kepada mereka justru setelah mereka tiada. Teman saya bilang, Ibu Endang dan Pak Wid tidak menyewa konsultan public relations (PR) sih. Menteri dan wakil menteri yang kurang publikasi, demikian teman saya bergurau.

 

Teman saya mengatakan lagi: itu bedanya Bu Endang, Pak Wid, dan Pak Dahlan. Sama-sama Menteri, tetapi yang dua tidak dikemas dengan public relations yang canggih. Sedangkan, Pak Dahlan, walaupun mungkin tidak membayar jasa konsultan branding atau PR, tetapi sudah sangat piawai untuk memainkan kartunya sendiri di media.

 

Sebagai seorang mantan jurnalis tentu paham apa yang punya nilai news yang tinggi dan hal apa yang tidak ada nilainya bagi konsumsi media. Siapa yang tidak kenal Pak Dahlan sekarang? Menteri yang tidak habis-habisnya dibahas di media.

 

Meramu Citra

 

Sebenarnya seberapa perlu pengemasan citra ini? Dan bagaimana seputar etika bisnis konsultan PR dalam mengomunikasikan kebaikan diri? Berbicara tentang pekerjaan konsultan PR, saya teringat sahabat saya Syafiq Basri, seorang pakar di bidang jurnalistik. Beliau meminta komentar saya tentang tulisannya seputar keetisan yang dilakukan oleh diktator Arab yang menyewa konsultan PR di Inggris untuk memoles citra mereka.

 

Tugas konsultan PR tersebut adalah memastikan agar berita yang tampil di media barat adalah berita baik yang disukainya saja. Berita negatif diminimalisasi jika bisa dihilangkan, dan berita positif walaupun sangat kecil, diangkat dan diperbesar. Hasil akhirnya, citra yang barangkali sudah sedemikian buruk di negara tokoh-tokoh diktator ini akan tertutup awan.

 

Yang muncul adalah bunga-bunga dan polesan kosmetikanya saja. Persoalannya: etiskah yang dikerjakan Konsultan PR tersebut? Sebelum memberikan komentar etis atau tidak etis, saya kembali bertanya: bagaimana yang di negara sendiri? Apakah kurang contoh kasus etika yang dipertanyakan dalam pekerjaan PR di negara ini? Sebab, pengamatan saya menunjukkan banyak tokoh politik yang sangat bermasalah tetapi potretnya di media semakin indah dan bersinar.

 

Etika dalam PR

 

Ada banyak model PR ethics, salah satunya adalah attorney/adversary model dari Barney and Black (1994). Model ini menganalogikan pekerjaan seorang konsultan PR dengan pekerjaan pengacara, karena kedua profesi ini adalah advokat dalam suasana yang penuh perdebatan benar/salah. Juga, keduanya mengasumsikan bahwa pesan-pesan yang disampaikannya akan selalu ada pihak lain yang mempunyai pendapat yang berbeda.

 

Dalam model ini, Barney and Black memang mengusulkan bahwa praktisi PR tidak punya obligasi untuk mempertimbangkan kepentingan publik atau point of view pihak lain. Karena, yang bertugas untuk counter balancing pesan yang dia sampaikan adalah tugas pihak lain, dan yang menjadi tugas utamanya adalah menyampaikan point of view dari kliennya saja.

 

Model ini tidak sepenuhnya diterima. Bagi yang menolaknya, mereka menganggap bahwa ada situasi yang berbeda dalam pekerjaan pengacara dan pekerjaan sebagai konsultan PR. Pengacara praktik dalam pengadilan hukum di mana ada jaminan bahwa setiap pihak mempunyai wakilnya. Sedangkan, praktisi PR bekerja dalam pengadilan opini publik. Tidak ada yang menjamin bahwa kepentingan publik ada yang mewakili bilamana ada pesan-pesan yang harus di-counter.

 

Karena itu, seorang praktisi PR tidak bisa tidak memikirkan kepentingan publik pada saat proses memutuskan etika dalam pekerjaannya. Sebagai konsultan brand saya lebih cenderung pada pendapat yang menyatakan bahwa konsultan PR harus melihat secara seimbang dampak dari apa yang akan diwakilinya. Sebaiknya, konsultan PR berpikir ulang untuk menerima assignment pemolesan ala kosmetika itu.

 

Dalam jangka panjang, sejarah akan mencatat siapa konsultan PR tersebut. Branding korporasi sebagai konsultan PR perlu dijaga sebagai korporasi yang sensitif terhadap masalah publik. Saya sendiri termasuk yang percaya bahwa konsultan PR dibutuhkan untuk memperkenalkan prestasi seseorang, bukan sebagai ahli kosmetika saja. Saya masih merasa sayang saya tidak kenal Bu Endang dan Pak Wid sebelum mereka pergi.

AMALIA E MAULANA. PH.D.

Brand Consultant & Ethnographer

ETNOMARK Consulting

http://www.amaliamaulana.com

http://www.etnomark.com (Koran SI/Koran SI/ade)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...