Korban Wanaartha Gelar Aksi di Kedubes AS dan Kemlu, Ini Tuntutannya

[Lebay Pemilik Lapak 0]

Ilustrasi. (Foto: okezone)

 

 

 

JAKARTA - Pemerintah dianggap tidak akan sukses menggalakan gerakan konversi BBM ke gas. Oleh karenanya, pemerintah disarankan memikirkan cara lain yaitu dengan memisahkan tempat pengisian BBM subsidi dengan nonsubsidi."Sekarang begini, harga BBG Rp4.100 per liter sementara BBM subsidi ke Rp4.500, hanya selisih Rp400, itu kalau kita beli konverter kit senilai Rp15 juta, baru ekuivalen dengan 30 ribu liter atau penghematan 10 tahun. Siapa yang mau pakai? Mending enggak usah pakai konverter kit," ujar ekonom dari ET-Think Iman Sugema dalam paparannya di kantornya, kawasan Kebayoran, Jakarta, Selasa (27/3/2012).

 

Oleh karenanya, Iman memprediksi jika pemerintah tetap keukeuh dengan rencana konversi BBG ini, dia pesimistis tidak akan berhasil. Sebagai solusi, Iman menyarankan pemerintah mengkhususkan pengisian BBM nonsubsidi ke BBM subsidi di SPBU.

 

"Cukup dengan plang, jadi pembatasannya jelas. BBM subsidi hanya untuk kendaraan roda dua dan angkutan umum. Selain itu, mobil pribadi dan mobil dinas harus pakai pertamax. Pengisiannya di SPBU harus ada plang khusus, jadi kalau yang pakai kendaraan pribadi isi di BBM subsidi kan malu," lanjut dia.

 

Jika pemerintah menuruti sarannya ini, Iman menghitung, subsidi pemerintah untuk BBM subsidi hanya akan sekira Rp94 triliun. "Bahkan menurut solusi kami, jika harga minyak mentah dunia sampai USD115 per barel, pemerintah hanya akan memberikan subsidi sekira Rp20 triliun," tambah dia.

 

Dengan cara ini, pemerintah tidak perlu selalu cemas digoyang isu kenaikan BBM subsidi. Pemerintah pun bisa mengalihkan alokasi dana subsidi BBM ini untuk pembangunan infrastruktur ini. "Pemerintah harus belajar, dulu Soeharto turun karena menaikkan harga BBM subsidi lho ya, banyak kemelut politik disebabkan kenaikan BBM subsidi," tandas Iman. (wdi)

 

 

 

Sumber