Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Lebay

Kontainer Ditahan, 2 Pabrik Baja Berhenti Produksi

Recommended Posts

1YN8aXZNWQ.jpgBaja. Foto: Koran SI

 

 

 

JAKARTA - Sebanyak dua pabrik baja nasional yang berlokasi di Jabodetabek telah menghentikan proses produksi pada minggu ini. Hal itu terjadi setelah sejumlah kontainer berisi bahan baku industri peleburan ditahan di pelabuhan.Co-Chairman Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Ismail Mandry mengatakan, dua pabrik itu tidak bisa memproduksi baja jenis billet dan slab karena kehabisan bahan baku yakni besi tua (scrap).

 

"Sampai saat ini sudah ada dua perusahaan yang memberitahu kalau mereka sudah tidak berproduksi," kata Ismail di Jakarta, Kamis (8/3/2012).

 

Sementara, Direktur Industri Material Dasar Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Irmawan menjelaskan, industri peleburan baja di dalam negeri hanya bisa melakukan proses produksi hingga minggu depan.

 

Setelah sejumlah kontainer ditahan di pelabuhan, kata dia, produsen-produsen baja menggunakan pasokan scrap dari dalam negeri yang hanya cukup untuk satu minggu.

 

"Sebagian sudah kehabisan dan coba pasok dari dalam negeri tapi perkiraan mereka cuma bisa bertahan seminggu lagi," jelasnya.

 

Menurutnya, jumlah kontainer berisi besi tua yang tertahan di tiga pelabuhan yaitu Tanjung Priok, Tanjung Mas dan Tanjung Perak saat ini sudah melebihi 5.100 unit.

 

Hingga hari ini, kata dia, belum ada kontainer berisi scrap yang dilepaskan dari pelabuhan meski proses pemeriksaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) sudah dilakukan selama lebih dari satu bulan.

 

"Kemenperin hanya bisa mengimbau agar Bea Cukai bekerja lebih cepat, karena yang terancam bukan hanya pemilik perusahaan tapi pekerja dan konsumen," tegas Budi.

 

Lebih lanjut Ismail mengatakan, impor scrap yang terkontaminasi limbah B3 dari sebagian kontainer yang tertahan di pelabuhan hanya di bawah dari satu persen atau sekira 0,005 persen.

 

Kondisi tersebut, kata dia, terjadi akibat tidak adanya peraturan teknis mengenai ambang batas tingkat kebersihan impor scrap (impurities). (Sandra Karina/Koran SI/ade)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...