Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

KEMUDAHAN BERBISNIS: Hipmi prihatin merosotnya peringkat RI

Recommended Posts

JAKARTA: Himpunan Pengusaha Muda Indonesia prihatin terhadap merosotnya peringkat kemudahan berbisnis di Tanah Air akibat reformasi birokrasi masih sebatas jargon.

 

Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Sekjen Hipmi), Harry Warganegara Harun, mengatakan keprihatinan organisasi pengusaha muda  karena anggota mereka sulit berbisnis. Apalahi pengusauha asing.

 

”Ini disebabkan reformasi birokrasi masih sebatas jargon pada tingkat elit sehingga reformasi masih berjalan di tempat,” ujarnya kepada Bisnis melalui keterangan organisasi itu (Rabu, 1 Februari 2012).

 

Menurut dia, dalam laporan Doing Business 2012 yang dikeluarkan International Finance Corporation (IFC), menyebutkan untuk mendirikan usaha, pelaku harus melalui sembilan prosedur selama 33 hari.

 

Akibatnya perkembangan usaha di Indonesia kalah cepat dibandingkan dari negara-negara Asia yang tergabung dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Laporan itu juga menemukan biaya pendaftaran properti di Indonesia tergolong mahal di Asia Pasifik.

 

Sebab, biayanya mencapai 11% dari nilai properti. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya balik nama di negara-negara Asean yang hanya sekitar 6,3%. Sedangkan biaya rata-rata  pendaftaran properti global hanya 5,7%.

 

Harry menilai, anjloknya reputasi Doing Business 2012 merupakan paradoks dengan masuknya Indonesia dalam daftar layak investasi (investment grade). “Berarti antara variable makro dan fakta di lapangan ada yang tidak sesuai,”

 

Hipmi menilai faktor Doing Business lebih dibutuhkan investor atau pengusaha di lapangan. Bagaimana pun bagusnya kondisi makro, dunia usaha lebih peduli apa yang langsung dihadapi saat berbisnis. Jadi ada yang salah dalam profil ekonomi kita,” ujar Harry.  

 

Selain permasalahan infrastruktur, pemerintah harus membenahi birokrasi. Hipmi merasa heran karena di Indonesia, birokrasi justru muncul sebagai salah-satu penghambat pertumbuhan ekonomi (bottlenecking).

 

Padahal di negara lain, layanan birokrasi yang bagus menjadi “jualan” pemerintah menarik investasi. Hipmi menilai semestinya birokrasi menjadi value added atau variable pembentuk daya saing (competitive advantages). Bukan penghambat.

 

Menurut dia, setelah desentralisasi dan penguatan otonomi daerah bergulir, mestinya berbisnis makin mudah. Sebab, terjadi distribusi kewenangan dan sumber daya nasional ke daerah.

 

Selain itu desentralisasi dan otomoni daerah bisa memangkas panjang meja birokrasi. Namun faktanya, kemudahan berbisnis semakin sulit.

 

“Hal ini disebabkan reformasi birokrasi ditingkat daerah juga tidak jalan. Sama saja dengan di pusat,” tukas Harry Warganegara, seraya mengingatkan masalah birokrasi merupakan tugas terberat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga 2014. (Bsi)

 

 

 

 

Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Affiliate Script | Android Games | Hud Software

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...