Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia
Masuk untuk mengikuti  
bot

Melihat Aturan OJK yang Bolehkan Penagihan Utang oleh Debt Collector

Recommended Posts

Jakarta, CNN Indonesia --

Penagih utang pihak ketiga (debt collector[1]) kembali jadi sorotan usai insiden pengeroyokan yang menewaskan dua mata elang (matel) di Kalibata, Jakarta Selatan.

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan pengeroyokan terhadap dua matel tersebut dipicu oleh utang kredit sepeda motor. Dalam insiden itu, enam polisi ditetapkan menjadi tersangka pengeroyokan dua mata elang hingga tewas.

Atas kejadian itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan perlu ada evaluasi terkait tindakan debt collector dalam menarik paksa kendaraan yang menunggak biaya cicilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang kalau dari hasil kondisi di lapangan beberapa dekade ini ada cara-cara yang salah dilakukan oleh mata elang ataupun debt collector," kata Budi kepada wartawan dikutip Minggu (14/12).

Menurut Budi, seharusnya matel selaku pihak ketiga bisa lebih dulu mengimbau para debitur untuk melunasi ataupun melakukan cara-cara administratif lainnya.

"Jadi bukan mengambil, memberhentikan secara paksa terkait tentang customer yang ada di jalanan. Ini yang menjadi perhatian kita bersama," ujarnya.

Sementara itu, Komisi III DPR meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghapuskan peraturan soal penagihan utang oleh pihak ketiga atau debt collector.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi III DPR Abdullah merespons peristiwa penagihan utang yang menimbulkan tindak pidana dan korban jiwa di Kalibata.

"Ini kedua kali, saya minta OJK hapus aturan penagihan utang oleh pihak ketiga," ujar Abdullah, Senin (15/12) seperti dikutip dari Antara.

Menurutnya Peraturan OJK (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 dan Nomor 22 Tahun 2023 yang mengatur penagihan utang oleh pihak ketiga tidak efektif. Abdullah pun mempertanyakan apa dasar OJK membuat peraturan penagihan oleh pihak ketiga.

Dia merujuk pada UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia yang tak memberikan mandat penagihan utang melalui pihak ketiga.

"Mengacu pada UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, di dalamnya tidak mengatur secara eksplisit dan memberikan mandat langsung untuk penagihan utang kepada pihak ketiga, melainkan pada kreditur," ujarnya.

Artinya, kata Abdullah, di tengah kondisi krisis tata kelola penagihan utang oleh pihak ketiga, OJK adalah pihak yang paling bertanggung jawab. Dia menegaskan agar OJK tidak bisa hanya membuat peraturan tanpa mengawasinya dengan ketat dan memitigasi risikonya.

Lantas seperti apa aturan OJK yang memperbolehkan debt collector jadi pihak ketiga penagihan?

POJK 35/2018 pasal 48 menyebut perusahaan pembiayaan dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan kepada debitur.

"Perusahaan pembiayaan wajib menuangkan kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk perjanjian tertulis bermeterai," bunyi pasal 48 ayat 2.

Pihak lain yang bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan wajib memenuhi ketentuan; berbentuk badan hukum; memiliki izin dari instansi berwenang; dan memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan.

Kemudian, pasal 4 menyebut perusahaan pembiayaan wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain.

"Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan evaluasi secara berkala atas kerja sama dengan pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)," bunyi pasal 5.

Kemudian, dalam POJK 22/2023 pasal 62 menyebut pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam memastikan tindakan penagihan, PUJK wajib memastikan penagihan dilakukan tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen; tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; tidak kepada pihak selain konsumen.

Kemudian, tidak secara terus menerus yang bersifat mengganggu; di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen; hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 - 20.00 waktu setempat; dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

"Penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan Konsumen terlebih dahulu," bunyi pasal 62 ayat 3.

Bagi PUJK yang melanggar aturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya, pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya; pemberhentian pengurus, denda administratif, pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan/atau pencabutan izin usaha.

"Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf e dikenakan paling banyak Rp15.000.000.000,00," bunyi pasal 62 ayat 6.

====[2]

 

(fby/sfr)

References

  1. ^ debt collector (www.cnnindonesia.com)
  2. ^ ==== (www.cnnindonesia.com)

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites
Masuk untuk mengikuti  

×
×
  • Create New...