bot 0 Posted 6 jam yg lalu. Jakarta, CNBC Indonesia - Bank for International Settlements (BIS) memperingatkan bahwa investor ritel turut mendorong harga emas dan saham AS menuju wilayah "gelembung." Hal itu meningkatkan risiko pembalikan yang tidak teratur. Melansir Financial Times, BIS dalam tinjauan triwulanan terbarunya yang diterbitkan pada hari Senin, mengatakan bahwa emas dan saham AS menunjukkan ciri khas gelembung (bubble), termasuk "euforia" investor ritel, valuasi yang melonjak, dan pemberitaan media yang berlebihan. Harga emas telah melonjak 60% tahun ini, menjadi kinerja tahunan terbaiknya sejak 1979. Sementara itu, saham AS, yang dipimpin oleh sejumlah besar perusahaan teknologi besar yang memanfaatkan booming kecerdasan buatan (AI), berada di jalur untuk kenaikan tahunan, dengan S&P 500 naik 17% dan Nasdaq naik 22%. Keputusan untuk membunyikan alarm atas pasar emas menjadi penting, karena BIS, yang sering dianggap sebagai "bank untuk bank sentral" dan terkenal karena kerahasiaannya, membantu bank sentral memperdagangkan logam tersebut dan menyimpannya untuk mereka. "Beberapa kuartal terakhir merupakan satu-satunya waktu dalam setidaknya 50 tahun terakhir di mana emas dan ekuitas memasuki wilayah ini secara bersamaan," catat BIS. "Setelah fase eksplosifnya, gelembung biasanya pecah dengan koreksi yang tajam dan cepat." Meskipun IMF dan Bank of England baru-baru ini memperingatkan bahaya gelembung di saham AI, BIS juga menyoroti peran investor ritel dalam mendorong harga emas batangan dan ekuitas AS. BIS menyebut investor ritel menyumbang sebagian besar arus masuk ke dana emas dan ekuitas AS dalam tiga bulan terakhir, sementara investor institusional telah mengurangi kepemilikan mereka di saham AS dan mempertahankan eksposur emas mereka tetap datar. Peran mereka yang semakin besar di kedua pasar disebut mengancam stabilitas pasar di masa mendatang, mengingat kecenderungan mereka untuk terlibat dalam perilaku seperti kawanan, memperkuat fluktuasi harga jika terjadi penjualan besar-besaran. Menurut World Gold Council, arus masuk ke ETF emas, yang mencakup uang dari investor ritel dan institusional, diperkirakan akan mencapai rekor tahun ini. Harga emas telah turun dari rekor US$4.381 per troy ounce yang dicapai pada bulan Oktober, dan berada di US$4.200 pada hari Senin. Reli tahun ini memiliki beberapa pendorong, termasuk pembelian dari bank sentral yang berupaya mendiversifikasi cadangan mereka dari dolar AS. Kekhawatiran investor atas inflasi dan tingkat utang pemerintah juga telah mempertajam daya tarik logam ini sebagai tempat berlindung. Pembelian oleh bank sentral telah berada pada tingkat historis yang tinggi sekitar 1.000 ton per tahun sejak 2022, tetapi reli yang luar biasa ini juga memaksa beberapa bank sentral untuk menjual logam tersebut agar tetap berada dalam batas alokasi mereka. Secara historis, pasar emas sebelumnya telah mengalami siklus booming dan penurunan, termasuk pada tahun 1980 ketika harga mencapai puncaknya karena inflasi dan krisis minyak Iran. Harga juga melonjak setelah krisis keuangan 2008, mencapai puncaknya pada US$1.830 per troy ons pada September 2011, sebelum turun 30% selama dua tahun berikutnya. Mengenai saham AS, BIS mengatakan bahwa keuntungan bagi perusahaan-perusahaan Teknologi Besar telah "menimbulkan kekhawatiran tentang valuasi yang terlalu tinggi dan risiko yang akan ditimbulkan oleh koreksi harga bagi pasar saham yang lebih luas dan perekonomian". (fsd/fsd) [Gambas:Video CNBC][1] References^ [Gambas:Video CNBC] (www.cnbcindonesia.com)Sumber Share this post Link to post Share on other sites