Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia
Masuk untuk mengikuti  
bot

Tepatkah Langkah Purbaya Tahan Insentif Investor Imbas Saham Gorengan?

Recommended Posts

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa[1] masih enggan memberikan insentif tambahan untuk investor ritel. Pasalnya, ia menilai masih banyak praktik saham[2] gorengan yang terjadi di pasar modal[3] Indonesia yang sangat merugikan investor.

Saham gorengan adalah sebutan untuk saham yang harganya naik dan turun secara tidak wajar. Ini terjadi imbas rekayasa sejumlah pihak, yang kerap disebut pemain atau bandar.

Ia pun menunggu Bursa Efek Indonesia (BEI) terlebih dahulu membersihkan praktik tersebut sebelum memberikan insentif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti janji saya sebelumnya ke Pak Mahendra (Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar), kalau bisa beresin goreng-gorengan itu, nanti kan investor ritelnya otomatis terlindungi. Saya akan kasih tambahan insentif keringanan pajak dan lain-lain supaya banyak orang masuk ke pasar saham," ujar Purbaya usai ditodong insentif dalam Financial Forum 2025 di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Pusat, Rabu (3/12).

Sebelumnya, Purbaya menyebutkan masalah goreng-menggoreng saham sudah terjadi selama puluhan tahun lamanya, bahkan, membuat Danareksa hampir bangkrut.

Purbaya pernah bekerja cukup lama di Danareksa sejak 2000-2015 dengan berbagai posisi.

Ia mengklaim ada beberapa pihak juga yang melapor langsung kepadanya soal permasalahan saham gorengan. Dia mengklaim kenal para pelaku penggorengan saham tersebut dan berharap BEI segera membersihkannya.

"Saya bisa lihat saham digoreng, saya kan mengamati pasar saham juga. Ada yang menggoreng-goreng, sebagian juga saya kenal pemainnya, yang ikut, bukan main. Bukan market maker, tapi yang ikut," katanya via Zoom saat mengisi Media Gathering Kemenkeu 2025 di Novotel Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10) lalu.

Lantas, tepatkah keputusan Purbaya untuk menahan kucuran insentif bagi investor ritel imbas saham gorengan ini?

Analis menilai fenomena saham gorengan memang ada, tetapi tidak berarti membanjiri seluruh bursa seperti kekhawatiran publik. Praktik itu terjadi terutama pada segmen saham tertentu dengan karakteristik struktural yang memungkinkan harga mudah digerakkan.

Pernyataan Purbaya mungkin tidak sepenuhnya salah, tetapi analis menilai gambaran besarnya belum lengkap.

Pasar modal Indonesia tetap bertumbuh, dan yang diperlukan saat ini bukan menahan perkembangan pasar, tetapi memastikan bahwa perkembangan itu dibarengi dengan pengawasan yang kuat dan hukum yang berjalan.

VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menilai persoalan ini justru bermula dari definisi saham gorengan yang tidak pernah benar-benar disepakati.

Ia menegaskan tidak ada batas jelas mengenai apa yang dimaksud saham gorengan, apakah karena insider trading, volatilitas harga ekstrem, atau semata-mata karena saham publik yang bisa diperdagangkan (free float) rendah sebagaimana dipahami sebagian pihak.

Menurut Audi, perdebatan saham gorengan sering kali meluas karena ketidakjelasan definisi tadi.

Apabila definisinya dikaitkan dengan praktik manipulasi harga, maka variabel utamanya sebenarnya dapat diidentifikasi secara teknis, yakni free float rendah, kepemilikan terkonsentrasi, serta likuiditas tipis yang membuat harga mudah digerakkan oleh modal yang tidak terlalu besar.

"Kebijakan dapat dibuat jika sudah disepakati terkait makna saham gorengan tersebut," ujar Audi kepada CNNIndonesia.com.

Audi menjelaskan saham dengan likuiditas dan free float rendah, hanya dibutuhkan modal sedikit di atas rata-rata harian untuk mengerek harga secara signifikan. Inilah ruang yang kerap dimanfaatkan para pelaku penggorengan.

Namun, kondisi itu tidak secara otomatis berarti saham gorengan menjamur di seluruh bursa, melainkan cenderung terfokus pada kelompok saham tertentu.

Dari sisi solusi, Audi menilai regulator sebenarnya memiliki instrumen yang dapat mengurangi potensi penggorengan secara signifikan.

Salah satunya adalah penguatan kewajiban liquidity provider (LP) sehingga spread menyempit dan volume meningkat, membuat harga lebih stabil dan sulit direkayasa.

Selain itu, kebijakan minimum free float atau bahkan pembuatan papan khusus bagi saham dengan risiko tinggi dinilai dapat memberi investor informasi lebih jelas tentang tingkat risiko dan ruang manipulasi.

"BEI dan OJK juga dapat melakukan minimum free float atau pembuatan papan khusus," imbuhnya.

Audi menilai dengan mengaitkan pemberian insentif ritel dengan kondisi pasar yang harus 'bebas total' dari praktik manipulasi merupakan pendekatan yang tidak realistis. Untuk benar-benar menghilangkan manipulasi harga diperlukan biaya dan teknologi pengawasan yang sangat besar.

Bersambung ke halaman berikutnya...


References

  1. ^ Purbaya Yudhi Sadewa (www.cnnindonesia.com)
  2. ^ saham (www.cnnindonesia.com)
  3. ^ pasar modal (www.cnnindonesia.com)

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites
Masuk untuk mengikuti  

×
×
  • Create New...