Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Fluktuasi ekonomi dunia jadi faktor manajemen risiko bank

Recommended Posts

JAKARTA: Bank-bank di Asia diminta untuk menyertakan faktor fluktuasi ekonomi ke dalam peramalan risiko kredit yang dinamis untuk mempertahankan stabilitas perbankan dalam negeri ketika kondisi pasar global cenderung labil.

 

Menurut FICO, penyedia jasa teknologi analitik keuangan institusi perbankan harus mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana perubahan-perubahan dalam perekonomian yang akan berdampak pada risiko kredit konsumer.

 

Menurut Dan McConaghy, Presiden, FICO Asia Pacific membangun informasi ekonomi ke dalam model-model risiko wajib bagi perbankan untuk mengeksekusi strategi manajemen risiko yang efektif, dan untuk melindungi stabilitas sistem perbankan.

 

“Tahun 2011 mengajarkan kita satu hal: kelabilan dan perubahan adalah satu kepastian. Stabilitas diperlukan untuk pemulihan dan bank-bank perlu memiliki infrastruktur untuk mendukung mereka memahami perubahan pasar dengan cepat, sehingga dapat bereaksi terhadap perubahan-perubahan ini dan bahkan meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang," ujarnya dalam rilis yang diterima hari ini.

 

Bank, lanjutnya, harus memanfaatkan pemodelan risiko ekonomi ini untuk mengetahui bagaimana ketegangan dalam perekonomian mempengaruhi kemampuan konsumer untuk membayar hutang-hutang mereka dan memungkinkan bank-bank untuk memperoleh modal dari portofolio yang tertekan.

 

Pemodelan risiko ekonomi yang sering dan lebih komprehensif ini disuarakan pada FICO APAC Chief Risk Officer Forum yang digelar belum lama ini. Acara ini merupakan pertemuan lebih dari 30 chief risk officer dari bank-bank ritel di kawasan Asia Pasifik.

 

Temuan dan diskusi dari pertemuan tertutup ini menegaskan semakin pentingnya risk officer dalam memperbaiki peluang untuk pertumbuhan ekonomi.

 

“Sekarang merupakan waktu yang paling tepat untuk menegaskan pentingnya manajemen risiko, mengingat adanya fluktuasi pasar dan sistem perbankan global yang saling terhubung. Regulasi keuangan sendiri hanya satu langkah menuju upaya mengembalikan perekonomian ke jalurnya," ujar Andrew Jennings, chief analytics officer FICO.

 

Selain itu, lanjutnya para pemain industri perlu memperkuat sistem yang memungkinkan mereka melacak perubahan-perubahan makroekonomi dan bereaksi terhadap perubahan-perubahan tersebut dengan cepat.

 

Menurut Cyrus Daruwala, Managing Director, Asia Pacific, IDC Financial Insight menyertakan predictive analytics mengenai asal muasal pelanggan dan proses manajemen akan sangat penting bagi bank-bank di kawasan tersebut.

 

"Meskipun bank sebelumnya memfokuskan pada akuisisi pelanggan dan meningkatkan pangsa pasar, kini mereka sangat tertarik dengan pendekatan FICO untuk mengindetifikasi para pelanggan utama yang akan terbukti lebih menguntungkan,” ujarnya.

 

Meski demikian dia mencatat analisa perilaku pelanggan secara historis tidak cukup untuk menentukan bahwa pelanggan tersebut layak mendapat kredit dan bahwa prediksi perilaku pelanggan dalam berbagai tekanan ekonomi berbeda akan sangat berharga dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya menuju peminjaman dan stabilitas ekonomi.

 

Meskipun Asia Timur siap untuk tumbuh pada 2012, ketidakpastian pasar menyelimuti tingkat pertumbuhan untuk kawasan ini, Asia Development Bank memperkirakan bahwa Asia Timur yang sedang tumbuh siap berekspansi sebesar 7.2% pada 2012, lebih rendah dari ramalan sebelumnya sebesar 7.5%.

 

Asia Development Bank juga memberikan tiga skenario. Pertama, Eurozone akan jatuh ke dalam resesi; kedua, Eurozone dan ekonomi AS akan mengalami kontraksi; ketiga, akan terjadi krisis global baru, dengan output Eurozone dan AS jatuh je tingkat pada 2009. Dalam skenario ketiga, yang merupakan scenario terburuk, Asia Timur yang sedang tumbuh hanya akan mengalami pertumbuhan GDP sebesar 0.6 hingga 3.7%

 

“Variasi seperti itu menghasilkan variasi yang jauh lebih besar dalam kinerja kredit konsumer dan sebagai akibatnya, mempengaruhi tingkat keuntungan bank ritel. Perbankan perlu memperbaiki pemahaman mereka mengenai saling keterkaitan antara risiko dan perekonomian, untuk mengindentifikasi beberapa hal yang tidak diketahui dan mengubahnya menjadi risiko yang dapt dikelola,” ujar Andrew Jennings.

 

Untuk 2012, Asia Development Bank memperkirakan pertumbuhan sebesar 6.5% untuk Indonesia, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 6.8%. Meski adanya sedikit revisi, Asia Development Bank tetap yakin bahwa Indonesia akan tetap tumbuh moderat bahkan di tengah krisis hutang yang kini berlangsung di Eropa dan AS.

 

Data Bank Indonesia (BI) mencatat hingga Oktober 2011 jumlah kredit macet perbankan mencapai Rp 37,856 triliun. Jumlah ini naik dalam sebulan dibandingkan dengan September 2011 yang sebesar Rp 36,9 triliun. Kredit macet ini tercatat naik dibandingkan Oktober 2010 yang sebesar Rp 30,984 triliun.

 

Berdasarkan data BI tersebut, jumlah kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) dari perbankan per Oktober 2011 mencapai Rp 55,926 triliun, naik dari posisi September 2011 yang sebesar Rp 56,507 triliun. Rasio NPL perbankan di OKtober 2011 mencapai 2,66%. (faa)

 

 

 

 

Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Wordpress Plugin | Android Forum | Hud Software

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...