Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia
Masuk untuk mengikuti  
bot

Ancaman Intai Orang Miskin dari Balik Wacana Beli LPG 3 Kg Pakai NIK

Recommended Posts

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah berencana mewajibkan pembelian LPG 3 kilogram[1] (kg) atau gas melon menggunakan Nomor Induk Kependudukan[2] (NIK) yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP[3]) mulai 2026.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan langkah ini dilakukan agar penyaluran subsidi tepat sasaran.

"Tahun depan, iya (beli LPG berdasarkan NIK)," kata Bahlil saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (25/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyampaikan nantinya gas LPG 3 kg hanya boleh dibeli oleh masyarakat yang masuk dalam desil 1 sampai 4. Artinya, hanya orang-orang yang berada di kelompok 40 persen masyarakat dengan tingkat kesejahteraan paling rendah yang boleh membeli gas melon bersubsidi itu.

Namun, Bahlil kemudian meralat pernyataannya. Ia mengatakan pembelian LPG 3 Kg wajib menggunakan KTP masih belum final di tahun depan.

Menurutnya, koordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga masih terus dilakukan, termasuk dari Badan Pusat Statistik (BPS) agar penerima gas subsidi itu nanti betul-betul yang memang berhak.

"Jadi gini, itu kan masih ditata, belum finalisasi. Saya kan katakan bahwa itu masih ditata. Ditata dalam bentuk satu data. Datanya dari mana? Dari BPS," ujar Bahlil ditemui di DPR pada Rabu (27/8) malam.

Kebijakan serupa pernah diterapkan pemerintah pada awal tahun ini. Kala itu, Bahlil melarang gas LPG 3 kg dijual oleh pengecer.

Ia mewajibkan pembelian LPG 3 kg hanya ada di pangkalan. Masyarakat pun harus menunjukkan KTP untuk membeli gas bersubsidi.

Namun, kebijakan itu menimbulkan polemik di masyarakat. Bahkan, gas sempat langka dan masyarakat mengantre berjam-jam hanya untuk membeli gas.

Bahlil melonggarkan pembatasan setelah Presiden Prabowo Subianto turun tangan. Ia mengizinkan kembali warung atau toko sembako menjual LPG 3 kg asalkan sudah terdaftar sebagai subpangkalan.


Lantas perlu kah pembelian gas LPG 3kg menggunakan KTP?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai keharusan memakai KTP untuk membeli LPG 3 kg masih bisa diterima. Namun aturan mainnya harus jelas.

"Misalnya satu KTP boleh menerima berapa banyak dalam sebulan, agar tidak digunakan oleh oknum tertentu untuk mendapatkan LPG bersubsidi untuk kepentingan lain," katanya pada CNNIndonesia.com.

Ronny mengatakan acap kali masalahnya bukan soal KTP, tapi soal ketersediaan LPG 3 kg. Sebagaimana diketahui, volume LPG 3 kg dalam Rencana Anggaran dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 ditetapkan sebesar 8,31 juta ton.

Jumlah tersebut tak jauh beda dari kuota tahun ini sebanyak 8,17 juta ton.

"Artinya, penetapan KTP sebagai syarat untuk mendapatkan LPG 3 kg harus diikuti dengan availabilitas barangnya di pasaran," katanya.

Ronny mengatakan penggunaan KTP untuk membeli LPG kg harus dilengkapi dengan data makro dari pemerintah. Jangan sampai kelas atas juga mengonsumsinya.

Pasalnya, oknum kelas atas juga menggunakan KTP.

Jadi penggunaan KTP tidak sekedar syarat, tapi juga sebagai mekanisme penyesuaian data pemerintah. Dengan begitu LPG bersubsidi memang dinikmati oleh segmen yang layak menerimanya.

Untuk itu, sambungnya, data dari pemerintah juga harus jelas dan valid.

"Karena kalau sekedar sebagai syarat, maka mekanisme kontrol barang bersubsidinya jadi tidak ada. Semua pemilik KTP bisa membelinya, padahal tidak semua pemilik KTP terkategori penerima subsidi," katanya.

Ronny mengatakan yang berhak menerima LPG subsidi adalah kelas menengah terbawah, kelas bawah, dan segmen masyarakat tak mampu atau miskin.

Subsidi energi termasuk LPG 3 kg untuk ketiga segmen ini akan sangat membantu mengurangi pengeluaran mereka, yang selanjutnya bisa mereka gunakan untuk kebutuhan lain.

Di sisi lain, Ronny menilai model distribusi LPG 3 kg harusnya "dipasarbebaskan" saja. Retail dan distributor biasa bisa menyalurkan, dengan catatan mereka melakukan pendataan atas konsumen di area mereka berjualan.

Distributor juga melakukan pendataan atas retail yang berada di bawah mereka, sekaligus konsumen yang menjadi pasar mereka.

Lalu, diberlakukan kuota misalnya per satu ritel dan distributor. Sehingga satu gerai atau ritel dan distributor punya pasar pasti dengan kuota yang pasti juga setiap bulannya.

Ronny mengatakan kuotanya bisa diajukan oleh distributor dan gerai sendiri, dengan pertimbangan kategori kawasan di mana mereka jualan. Jadi tidak mungkin gerai di kompleks mewah diberikan kuota banyak dan retail di kawasan padat yang banyak kelas bawahnya diberi kuota sedikit.

"Intinya, aturan main teknis bisa diterapkan dengan model apa saja. Asal jangan diberi peluang untuk dimonopoli oleh beberapa pihak yang ingin menguasai distribusi gas bersubsidi, karena kalau sudah ada yang memonopoli, akan lebih buruk imbasnya," katanya.

Sementara itu, Peneliti Next Policy Shofie Azzahrah menilai rencana penggunaan KTP bertujuan untuk meningkatkan ketepatan sasaran subsidi dan mengurangi kebocoran distribusi.

Namun, jika subsidi hanya diberikan kepada warga yang terdaftar dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), ada risiko kelas rentan yang tidak tercatat justru terabaikan.

Oleh karena itu, sambungnya, pemerintah perlu membuka mekanisme pengajuan dan verifikasi bagi masyarakat yang layak namun belum masuk DTKS, agar subsidi ini terdistribusi secara adil untuk masyarakat miskin dan rentan.

Selain itu, kebijakan pembatasan berbasis KTP ini berpotensi menimbulkan masalah bagi masyarakat miskin yang belum memiliki KTP. Mereka tetap membutuhkan subsidi, tetapi terhambat akses administratif.

[Gambas:Photo CNN][4]

Karena itu, pemerintah perlu menyiapkan mekanisme alternatif, misalnya menggunakan kartu keluarga atau surat keterangan domisili, sambil membantu mereka agar segera memiliki KTP.

"Dengan demikian, tidak ada kelompok miskin yang terpinggirkan, dan kebijakan ini tetap inklusif serta memastikan subsidi LPG 3 kg benar-benar tepat sasaran," katanya.

Di sisi lain ia mengatakan pengaturan distribusi LPG 3 kg melalui pangkalan dan sub pangkalan sangat krusial untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan mencegah kebocoran.

Pangkalan berfungsi sebagai titik distribusi resmi yang diawasi langsung oleh Pertamina dan pemerintah daerah, sementara sub pangkalan dapat menjadi perpanjangan tangan di wilayah yang lebih kecil atau terpencil.

Idealnya, sambungnya, setiap penyaluran tercatat dengan sistem berbasis KTP agar volume distribusi sesuai kuota dan mudah diawasi.

"Namun, jika ada masyarakat miskin yang tidak memiliki KTP, pemerintah harus menyiapkan mekanisme alternatif seperti kartu keluarga, surat domisili, atau verifikasi desa agar mereka tetap mendapat akses," katanya.

====[5]

Siapkan Mekanisme Alternatif Bagi Rakyat Miskin Tak Punya KTP

--[6]

References

  1. ^ LPG 3 kilogram (www.cnnindonesia.com)
  2. ^ Nomor Induk Kependudukan (www.cnnindonesia.com)
  3. ^ KTP (www.cnnindonesia.com)
  4. ^ [Gambas:Photo CNN] (cnnindonesia.com)
  5. ^ ==== (www.cnnindonesia.com)
  6. ^ -- (www.cnnindonesia.com)

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites
Masuk untuk mengikuti  

×
×
  • Create New...