Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia
Masuk untuk mengikuti  
bot

Tepatkah Kebijakan Prabowo Lanjutkan Efisiensi Anggaran Hingga 2026?

Recommended Posts

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto[1] memastikan akan terus melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran[2] kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda) hingga 2026.

Efisiensi anggaran tahun depan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 5 Agustus 2025.

Pasal 2 ayat (2) menegaskan efisiensi di 2026 bukan cuma menghemat anggaran K/L, tetapi juga efisiensi dana transfer ke daerah (TKD).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas presiden yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh menteri keuangan selaku bendahara umum negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tegas Pasal 2 ayat (3).

Efisiensi anggaran tersebut bakal menjadi penghematan kedua yang dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya, Prabowo merilis Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan berhasil menghemat belanja K/L senilai Rp256,1 triliun serta dana TKD Rp50,59 triliun.

Tidak ada perbedaan mencolok pada aturan baru tata cara efisiensi anggaran di 2026. Poin-poin yang dihemat masih sesuai dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, yakni beleid yang mengatur efisiensi anggaran tahun ini.

Ada 15 item yang diminta dihemat pada tahun depan antara lain alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; serta percetakan dan souvenir.

Lalu, sewa gedung, kendaraan, dan peralatan; lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; dan infrastruktur.

Sementara itu, tata cara efisiensi dana TKD diatur pada Bab IV PMK Nomor 56 Tahun 2025. Belum ada nilai efisiensi. Hanya dirinci 5 sektor TKD yang harus dihemat pada 2026.

Pertama, untuk infrastruktur dan/atau TKD yang diperkirakan untuk infrastruktur. Kedua, TKD yang diberikan untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan suatu daerah.

Ketiga, TKD yang belum dilakukan perincian alokasi per daerah dalam peraturan perundang-undangan mengenai APBN tahun anggaran berkenaan.

Keempat, TKD yang tidak digunakan untuk mendanai pelayanan dasar masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan. Kelima, TKD lainnya yang ditentukan.

"Terhadap TKD hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pencadangan dan tidak disalurkan ke daerah," bunyi Pasal 17 ayat (4).

Dana TKD yang dihemat itu masih bisa disalurkan ke daerah nantinya. Asalkan, ada arahan dari Prabowo.

Lantas apakah tepat jika pemerintah melakukan efisiensi pada 2026?

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengatakan efisiensi anggaran negara pada prinsipnya merupakan tindakan yang bisa saja dilakukan dalam kerangka menjaga disiplin fiskal.

Apalagi di tengah tekanan pembiayaan APBN akibat pelemahan pendapatan, peningkatan beban bunga utang, dan kebutuhan untuk menjaga defisit tetap terkendali.

Namun, kondisi makroekonomi saat ini menunjukkan adanya perlambatan konsumsi rumah tangga, stagnasi investasi swasta, dan meningkatnya tekanan sosial akibat PHK dan daya beli yang melemah.

"Dalam konteks tersebut, efisiensi anggaran bisa kontraproduktif bila diterapkan secara across-the-board (secara menyeluruh) tanpa mempertimbangkan fungsi stimulatif belanja negara terhadap perekonomian," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/8).

Rizal mengatakan efisiensi anggaran menjadi kurang tepat waktu (ill-timed) apabila tidak dibarengi dengan reformasi alokasi anggaran yang bersifat produktif.

Pasalnya belanja pemerintah masih menjadi penopang utama PDB di mana kontribusi pengeluaran pemerintah (government spending) ke pertumbuhan ekonomi masih signifikan.

Jika efisiensi dilakukan dengan memangkas belanja modal atau belanja sosial produktif, ia justru khawatir kebijakan itu akan menghambat pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagnasi ekonomi (growth trap).

Rizal mengatakan dampak efisiensi anggaran terhadap ekonomi masyarakat sangat bergantung pada pos-pos belanja yang dikurangi.

"Bila efisiensi menyasar belanja birokrasi seperti perjalanan dinas, honorarium, pengadaan barang non-esensial, atau anggaran seremonial, maka pengaruhnya terhadap masyarakat relatif kecil. Namun jika penghematan merambah belanja perlindungan sosial, subsidi pangan dan energi, atau transfer ke daerah seperti Dana Desa dan Dana Alokasi Khusus, maka akan terjadi tekanan serius pada daya beli masyarakat dan kualitas pelayanan publik," katanya.

Dampaknya akan semakin terasa terlebih di daerah-daerah yang sangat bergantung pada TKD untuk membiayai pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Dalam jangka pendek, pemangkasan ini bisa menekan konsumsi masyarakat, terutama kelompok rentan. Akibatnya, aktivitas ekonomi lokal bisa melambat.

"Dalam jangka panjang, efisiensi yang tidak terarah berisiko mengganggu pembangunan SDM dan memperlebar kesenjangan antardaerah," katanya.

Rizal mengatakan pos anggaran yang layak untuk dihemat adalah belanja negara yang memiliki dampak ekonomi rendah, boros, atau bersifat administratif semata.

Misalnya belanja operasional birokrasi seperti perjalanan dinas, rapat, kegiatan seremonial, pengadaan barang yang tidak mendesak, serta subsidi yang tidak tepat sasaran. Penghematan di sektor itu katanya tidak hanya efisien, tetapi juga dapat dialihkan untuk mendanai program yang lebih produktif dan berkeadilan.

Sebaliknya, pos yang tidak boleh dipangkas adalah belanja yang memiliki efek berganda (multiplier effect) besar dan berkontribusi langsung pada kesejahteraan rakyat serta pembangunan jangka panjang. Misalnya belanja perlindungan sosial, bantuan pangan, dana pendidikan dan kesehatan, dan transfer ke daerah untuk infrastruktur dan pelayanan dasar.

"Pemangkasan di pos-pos strategis ini hanya akan memperlemah pondasi ekonomi nasional dan memperburuk ketahanan sosial, terutama bagi kelompok miskin dan rentan," kata Rizal.

Sementara itu, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan efisiensi anggaran adalah kebijakan yang tidak bisa ditolak dari sudut pandang teknokratis. Pasalnya pemerintah harus bertanggung jawab menjaga kesehatan fiskal negara, terutama dalam menghadapi tekanan defisit, volatilitas global, dan kewajiban utang jangka panjang.

Namun, efisiensi tak bisa hanya dipahami sebagai pemotongan belanja semata, tanpa disertai desain realokasi yang berbasis produktivitas.

"Belanja efisien seharusnya diukur berdasarkan dampaknya terhadap pertumbuhan produktivitas, penciptaan lapangan kerja, dan penurunan kemiskinan, bukan semata-mata pada nominal penghematan," katanya.

[Gambas:Photo CNN][3]

Syafaruddin mengatakan efisiensi tidak akan bermakna bila tidak mendukung strategi pertumbuhan nasional. Efisiensi anggaran katanya tetap penting sebagai strategi menjaga keberlanjutan fiskal, tetapi pemerintah harus memastikan bahwa efisiensi bukanlah jalan pintas untuk penghematan, melainkan strategi jangka menengah untuk mengalihkan sumber daya ke sektor yang menciptakan nilai tambah tinggi.

Ia mengatakan efisiensi anggaran ke depan harus disertai dengan peta jalan realokasi belanja yang jelas dan berbasis data. Pemerintah juga harus membuka ruang dialog dengan pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa setiap kebijakan efisiensi benar-benar berdampak pada kesejahteraan rakyat, bukan hanya menjaga neraca kas negara.

Pemangkasan belanja negara, sambungnya, dapat berdampak negatif terhadap daya dorong fiskal, terutama jika dilakukan pada sektor-sektor seperti infrastruktur, pendidikan, dan bantuan sosial. Apalagi ketiganya adalah komponen utama dalam mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi produktif, dan peningkatan daya saing jangka menengah.

"Jika efisiensi ditempatkan pada kerangka kebijakan makro yang strategis, maka ia akan menjadi motor penggerak pertumbuhan. Namun jika hanya dijadikan alat pengendalian angka defisit tanpa arah produktif, maka efisiensi bisa menjadi rem baru bagi ekonomi nasional yang sudah melambat sejak awal 2025," katanya.

====[4]

Jangan Pangkas Belanja Infrastruktur, Pendidikan, Sosial

--[5]

References

  1. ^ Prabowo Subianto (www.cnnindonesia.com)
  2. ^ anggaran (www.cnnindonesia.com)
  3. ^ [Gambas:Photo CNN] (cnnindonesia.com)
  4. ^ ==== (www.cnnindonesia.com)
  5. ^ -- (www.cnnindonesia.com)

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites
Masuk untuk mengikuti  

×
×
  • Create New...