Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Boediono: Bersiaplah dengan kemungkinan terburuk!

Recommended Posts

JAKARTA: Pemerintah mengingatkan seluruh pelaku ekonomi untuk bersiap diri menghadapi kemungkinan terburuk dari krisis ekonomi global. Untuk mengantisipasinya dibutuhkan kompromi ekonomi dan politik.

 

Wakil Presiden Boediono menuturkan indikator perekonomian Indonesia sejauh ini cukup melegakan dan tergolong kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Kendati demikian semua pihak harus tetap waspada karena perekonomian Indonesia tidak terbebas dari risiko pemburukan ekonomi global.

 

“Waspada, di luar sana badainya lebih besar. Masyarakat, dunia usaha, perbankan, masyarakat politik (harus) siap. Kita dalam satu kapal (yang sama),” ujar dia dalam acara CEO Forum, hari ini.

 

Menurutnya,ada ketidak-harmonisan antara sistem politik dan sistem ekonomi di sejumlah negara Eropa yang dilanda krisis. Hal tersebut membuat penyelesaiannya berlarut-larut tanpa menghasilkan kebijakan ekonomi yang dibutuhkan.

 

“Diskoneksi ekonomi dan politik ini kalau dibiarkan, nanti hukum besi yang berlaku. Ekonomi yang kuat akan mendikte kalangan ekonomi yang lebih lemah. Pilihannya adalah kalau tidak ada kesepakatan tentang apa yang harus dilakukan bersama bisa terjadi disorderly adjustment," ungkapnya.

 

Belajar dari pengalaman menghadapi krisis 2008, lanjtu Boediono, pemerintah sedang menyiapkan berbagai skenario jika krisis menghantam Indonesia. “Kami harapkan nantinya (krisis global) tak berkembang jadi satu krisis berat. Kemungkinan itu ada, kita harus siap-siap saja.”

 

Hal senada juga diungkapkan Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo. Menurutnya, krisis ekonomi yang bermuara di Eropa sangat mungkin merembet ke negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Implikasinya tidak hanya di sektor keuangan, tetapi bisa juga masuk ke sektor riil.

 

“Indonesia tidak bisa berdiam diri, harus siapkan diri atas segala hal yang bisa terjadi (di Tanah Air),” katanya.

 

Untuk itu, lanjut Agus, pemerintah bersama Bank Indonesia telah menyiapkan protokol manajemen krisis sebagai acuan mitigasi. Selain itu, kerangka stabilisasi obligasi negara (bond stabilization

framework) disiapkan sebagai strategi untuk mengatisipasi terjadinya pelarian modal asing.

 

“Paling tidak kita sudah punya policy-policy untuk jaga-jaga kalau terjadi shock. Kami juga mengalokasikan anggaran khusus (di APBN 2012), seperti untuk bantuan sosial Rp64,9 triliun, cadangan risiko fiskal Rp15,8 triliun, subsidi pangan Rp15,6 triliun, dan pinjaman kontijensi untuk ketahanan pangan,” paparnya.

 

Perekonomian 2012

Menkeu menilai perekonomian Indonesia pada tahun ini tergolong kuat, dengan estimasi pertumbuhan 6,5%, karena didukung oleh stabilitas makro yang sehat. Namun untuk tahun depan, ada risiko perlambatan akibat pengaruh krisis ekonomi global.

 

“Pertumbuhan ekonomi 2012 kami targetkan (di APBN) 6,7%, dengan sasaran tingkat kemiskinan 10,5%-11,5%, penyerapan tenaga kerja 450.000 orang setiap 1%, dan tingkat pengangguran terbuka 6,4%-6,6%. Setelah kami kami kaji kembali, diperkirakan pertumbuhan berada pada 6,5%-6,7%,” tuturnya.

 

Dari sisi fiskal, lanjut dia, perannya terhadap pembentukan produk domestik bruto hanya sekitar 12% pada tahun depan. Karenanya, pemerintah lebih berharap pada komponen ekonomi domestik, seperti konsumsi swasta, investasi, dan ekspor.

 

“Kalau seandainya kami bisa betul-betul memperbaiki infrastruktur, mengatasi permasalahan lahan, maka kami optimistis untuk mencapai angka (pertumbuhan) di bujet 6,7%,” katanya.

 

Hartadi A. Sarwono, Deputi Gubernur Bank Indonesia, menuturkan sejumlah lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), telah melakukan koreksi atas pertumbuhan ekonomu dunia. Bahkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) lebih pesimistis dibandingkan kedua lembaga tersebut, dengan memperkirakan pertumbuhan global hanya 2% pada 2012.

 

“Dengan demikian, kita (Indonesia) harus segera coba sesuaikan diri apabila suasana (global) memburuk,” katanya.

 

Karenanya, lanjut Hartadi, bank sentral melakukan koreksi atas perkiraan awal pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sekitar 6,3%-6,7%. Lebarnya kisaran estimasi Bank Indonesia karena mempertimbangkan sejumlah hal yang harus dipersiapkan untuk bisa mendorong perekonomian, a.l. mengurangi  ketergantungan terhadap ekspor ke negara-negara yang turun permintaanya.

 

“Kami juga melihat batas bahwa 6,3% itu, kalau kita tidak bisa eksekusi, implementasi dan fokus pada kegiatan-kegiatan di dalam negeri, seperti infrastruktur,” katanya. (Bsi)

 

 

 

 

Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Affiliate | Settlement Statement

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...