Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia
Masuk untuk mengikuti  
bot

Mungkinkah Kematian Sritex Menular ke Industri Lain, Apa Penyebabnya?

Recommended Posts

Jakarta, CNN Indonesia --

Raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman atau Sritex[1] resmi tutup pada Sabtu (1/3). Hal ini merupakan puncak dari krisis keuangan[2] yang telah melanda perusahaan selama beberapa tahun terakhir.

Krisis keuangan Sritex bermula pada 2021 ketika perusahaan gagal melunasi utang sindikasi sebesar US$350 juta atau setara Rp5,79 triliun (asumsi kurs Rp16.551 per dolar AS).

Saat itu, manajemen Sritex menyatakan akan mengajukan restrukturisasi utang untuk mengatasi permasalahan finansial yang dihadapi. Namun, setelah beberapa tahun, perusahaan tetap tidak bisa melunasi utang hingga dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akibat penghentian operasionalnya ini, tercatat lebih dari 8.000 lebih karyawan yang terdampak dan harus kehilangan pekerjaan. Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo berjanji akan menyiapkan 10 ribu lowongan pekerjaan bagi eks karyawan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut.

Kepala Disperinaker Sukoharjo Sumarno mengatakan lowongan pekerjaan itu tersebar di perusahaan tekstil, plastik, dan rokok di sekitar pabrik Sritex.

"Pagi tadi ada 10.133 loker dari perusahaan Sukoharjo dan sekitarnya, seperti di Selogiri dan Jaten. Ada garmen, plastik, lintingan rokok," ujar Sumarno saat ditemui di kantornya, Jumat (28/2).

Sumarno menegaskan eks karyawan Sritex akan diistimewakan dengan tanpa dikenakan batasan usia saat melamar perusahaan lain.

Namun, apapun langkah yang dilakukan tak menutup fakta bahwa 'kematian' Sritex ini menjadi alarm bahwa industri tekstil memang sedang tak baik-baik saja.

Ini seharusnya menjadi sinyal atau rambu bagi pemerintah untuk bisa menyusukan kebijakan yang lebih nyata untuk mencegah agar muncul Sritex-Sritex lain.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan kondisi industri tekstil tidak sedang baik-baik saja tercermin dari banyaknya penutupan pabrik tekstil. Bukan hanya Sritex, tapi jauh sebelumnya sudah banyak perusahaan kecil lainnya yang harus mengakhiri usahanya.

Kalau masalah ini tak segera diatasi pemerintah, ia mengatakan Sritex-Sritex lain masih akan bertumbangan dalam beberapa waktu ke depan.

Ada beberapa penyebab yang sejatinya sudah diketahui, termasuk oleh pemerintah; sang maha pembuat kebijakan.

Salah satunya; penurunan daya beli yang terlihat dari deflasi secara berturut-turut pada tahun lalu.

"Permasalahan Sritex dan beberapa pabrik yang tutup dalam dua bulan terakhir merupakan dampak dari kondisi daya beli yang melemah di tahun lalu. Kondisi daya beli ketika setelah lebaran sangat parah di mana deflasi bulanan terjadi secara berturut-turut," ujar Huda kepada CNNIndonesia.com.

Menurutnya, penurunan daya beli akhirnya menekan permintaan rumah tangga, termasuk untuk produk tekstil.

Alhasil, itu menekan permintaan Sritex sehingga kinerja produksi dan penjualannya melemah.

Celakanya, penurunan daya beli itu diperparah oleh kebijakan kacau pemerintah.

Kebijakan yang dimaksud adalah berupa penerbitan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Huda menilai kebijakan itu membuat arus impor dari luar negeri menjadi lebih deras, khususnya di tekstil. Contohnya, barang dari China dengan mudah masuk ke dalam negeri dan membanjiri pasar Tanah Air.

"Akibatnya mereka harus bersaing dengan barang impor yang harganya lebih murah. Ini yang menyebabkan banyak pabrik tekstil di Indonesia gulung tikar," tegasnya.

Oleh sebab itu, Huda mengatakan agar tak industri lain di dalam negeri tak tumbang seperti Sritex, selain mendorong daya beli, pemerintah harus membenahi diri dan mereview ulang kebijakannya. Sebab, masih banyak perusahaan tekstil lainnya yang perlu diselamatkan.

"Maka, selain pemerintah menaikkan daya beli dengan pemberian berbagai insentif, saya rasa perlu revisi Permendag 8 tahun 2024. Pemerintah seharusnya bisa menyelesaikan revisi permendag tersebut jika ingin masalah tekstil ini tuntas. Jika masih ada permendag tersebut, susah bagi industri tekstil kita rebound," terangnya.

Sedangkan, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan tutupnya Sritex adalah puncak dari kenyataan pahit yang harus diterima Indonesia bahwa industri tekstil memang tengah tertekan imbas tak ada solusi konkrit dari pemerintah selama ini.

"Ini kan udah akumulasi dari semua persoalannya industri tekstil kita ya yang dibiarkan oleh pemerintahan menjadi sunset industri selama ini, sehingga, Sritex ini kan yang kesekian. Perusahaan-perusahaan kecil, tekstil kecil sudah dari kemarin-kemarin sudah pada tutup. Banyak PHK yang terjadi di sektor industri," jelas Ronny.

Ada empat masalah yang dilihat Ronny menjadi penyebab industri tekstil tidak mampu bertahan.

Pertama, kebijakan pembatasan impor melalui Permendag 8/2024 yang menyebabkan harga bahan baku industri tekstil naik karena banyak dari impor.

Kedua, tidak mengalami modernisasi teknologi. Padahal teknologi harusnya menjadi salah satu variabel yang bisa membuat industri tekstil semakin kompetitif.

"Karena dengan teknologi yang baru, teknologi yang jauh lebih canggih, perusahaan tekstil bisa memproduksi dengan biaya yang jauh lebih rendah. Tapi selama ini itu juga nggak terlalu di-endorse oleh pemerintah melalui perbankan atau lainnya agar industri-industri tekstil kita melakukan teknologisasi secara bertahap," kata Ronny.

Ketiga, masalah daya beli rendah. Masalah itu membuat masyarakat lebih memilih belanja produk impor yang harganya jauh lebih murah.

Keempat, Ronny melihat industri tekstil dalam negeri kurang fashionable. Sebab, dalam industri tekstil, terutama pakain jadi memang sangat dibutuhkan update bukan hanya tentang teknologi, tapi juga kemampuan marketing, kemampuan desain dan sebagainya.

"Jadi secara total industri tekstil ini harus direformasi, harus dibantu upgrade oleh pemerintah dalam segala sisi. Bukan hanya membantu mereka dengan meningkatkan tarif impor, karena tarif impor itu jadinya mempersulit industri di dalam negeri," jelasnya.

[Gambas:Photo CNN][3]

6 Solusi Harus Ditempuh Pemerintah

Ronny menegaskan ada enam langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk tekstil/TPT Indonesia dan mencegah terjadi Sritex lainnya di dalam negeri.

Pertama, mengevaluasi tarif impor yang hanya diberlakukan untuk produk tekstil/TPT jadi. Tujuannya untuk menurunkan tarif bahan bakunya.

"Karena sebagian besar bahan baku dan bahan setengah dari industri di dalam negeri kita itu dari impor. Jadi kalau tarif impornya dinaikkan, maka harga bahan bakunya juga naik. Sehingga biaya produksi jadi ikut naik dan malah produksi jadi semakin mahal produknya, dan semakin tidak kompetitif," terang Ronny.

Kedua, memberikan kemudahan peremajaan teknologi bagi pelaku industri tekstil/TPT via kredit murah dan dengan syarat dan ketentuan (term and condition/TC) yang terjangkau.

Ketiga, memberikan prioritas tender-tender pengadaan pemerintah yang terkait dengan tekstil/kain/pakaian/dan sejenisnya kepada pelaku tekstil/TPT dalam negeri. Ini untuk memberikan jaminan keberlanjutan bisnis dan mendapatkan kemudahan akses pembiayaan.

Keempat, memberantas penyelundupan produk tekstil/TPT sampai ke level minimal. Kelima, mengupayakan rantai pasok dalam negeri untuk produk tekstil/TPT.

"Mulai dari petani kapas, misalnya, sampai pada bahan baku pewarna dan lainya, sehingga produk tekstil/TPT kita didukung oleh mayoritas konten lokal," imbuhnya.

Keenam, menghidupkan kembali lembaga-lembaga pendidikan teknologi tekstil untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) tekstil/TPT yang memiliki cukup kemampuan dan bisa menjadikan Indonesia sebagai pusat inovasi untuk produk tekstil/TPT.

====[4]

Butuh 6 Langkah Selamatkan 'Sritex' Lain

--[5]

References

  1. ^ Sritex (www.cnnindonesia.com)
  2. ^ krisis keuangan (www.cnnindonesia.com)
  3. ^ [Gambas:Photo CNN] (cnnindonesia.com)
  4. ^ ==== (www.cnnindonesia.com)
  5. ^ -- (www.cnnindonesia.com)

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites
Masuk untuk mengikuti  

×
×
  • Create New...