Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Darmin: Persoalannya di penyerapan belanja anggaran

Recommended Posts

JAKARTA: Tersendatnya realisasi penyerapan APBN menghambat akselerasi konsumsi dan investasi pemerintah yang seharusnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih optimal.

 

Gubernur Bank Indonesia sekaligus Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution menuturkan realisasi penyerapan anggaran pemerintah rendah berimplikasi pada rendahnya daya dorong konsumsi dan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan.

 

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penyerapan anggaran belanja negara per 7 November 2011 baru mencapai 69,1% atau Rp912,08 triliun dari pagu Rp1320,75 triliun. Berdasarkan distribusi dan penggunaannya, belanja pegawai sudah mencapai Rp152,32 triliun (83,3%), belanja barang Rp75,85 triliun (53,1%), dan belanja modal Rp57,34 triliun (40,7%).

 

Secara persentase, realisasi belanja modal sejauh ini tidak lebih baik dari realisasi 7 November 2010 yang mencapai Rp41,48 triliun atau 43,7% dari pagunya.

 

“Seandainya pengeluaran pemerintah lebih cepat, itu lebih baik,” tutur Darmin dalam seminar ISEI bertajuk Indonesia Economic Outlook 2012, hari ini.

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, belanja pemerintah hanya berkontribusi 0,2% terhadap laju pertumbuhan ekonomi kuartal III/2011 yang mencapai 6,5%. Kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal tersebut, yakni konsumsi rumah tangga sebesar 2,7%, ekspor barang dan jasa sebesar 8,3% (minus impor 5%), serta investasi (PMTB) 1,7%.

 

Implikasi kedua dari rendahnya penyerapan APBN, lanjut Darmin, yakni penumpukan anggaran di akhir tahun. Dari sisi moneter, aliran dana puluhan triliun dalam waktu singkat akan cenderung sulit dikendalikan.

 

“Sekitar Rp60 triliun-Rp70 triliun akan diguyurkan dalam beberapa minggu ke depan. Itu harus kita serap, kalau tidak bisa menekan inflasi dan alokasinya akan diarahkan pada proyek-proyek tidak jelas,” ujarnya.

 

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Rimawan Pradiptyo menuturkan masalah pada pengelolaan anggaran pemerintah adalah manajemen anggaran di tingkat Kementerian/Lembaga yang tidak memperhitungkan kondisi jangka panjang. Selain itu, pemerintah juga dinilai belum menerapkan sistem monitoring dan evaluasi anggaran secara optimal.

 

“Masalahnya, para pengelola anggaran itu "miopik", terpaku pada jangka pendek, terbukti pencairan dana dengan sistem anggaran single year itu baru tinggi realisasinya pada kuartal III dan IV karena akhir tahun anggaran harus habis," paparnya.

 

Rimawan mengajukan opsi multiyear budget dalam pengelolaan anggaran proyek yang membutuhkan waktu panjang, seperti pembangunan infrastruktur sebagai solusi rendahnya penyerapan anggaran.

 

“Jadi proyek infrastruktur itu dananya dianggarkan dalam beberapa tahun, karena ini kan proyeknya jangka panjang,” tutur Rimawan.

 

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui upaya mencari solusi atas masalah klasik rendahnya penyerapan anggaran belanja pemerintah tidaklah mudah.

 

Menurutnya, tidak dengan mengeluarkan satu atau dua peraturan/Undang-Undang kemudian masalah ini selesai.

 

Menurut Bambang, mentalitas pengelolaan anggaran secara efisien dan efektif di tingkat pelaksana yang belum memadai membuat penyerapan anggaran cenderung menumpuk di semester II. Akibatnya, daya dorong anggaran belanja pemerintah terhadap pembangunan masih kurang.

 

“Belanjanya belum sampai pada tahap yang kita harapkan, yakni di atas 90% sampai akhir tahun. Tapi masih banyak pengeluaran yang akan muncul di akhir tahun ini. Kalau penyerapan berjalan baik, pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik,” tutur Bambang. (faa)

 

 

 

 

Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Plugin | Settlement Statement

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...