bot 0 Posted Juni 28, 2020 Jakarta - Berbagai insentif yang ditebar oleh pemerintah untuk mengendalikan dampak ekonomi akibat pandemi Corona (COVID-19) dinilai belum optimal dan kurang dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu mengatakan dari total anggaran untuk insentif pengusaha sebesar Rp 120,61 triliun, realisasi penerimaan insentif pajak untuk pelaku usaha baru mencapai 6,8%. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 600 triliun untuk biaya penanganan COVID-19. Dia mengakui program stimulus fiskal ini masih menghadapi berbagai tantangan di tingkat operasional. Pemanfaatan insentif oleh pelaku usaha dan pembiayaan korporasi dianggap masih jauh dari optimal. "Banyak wajib pajak yang elligible untuk menerima insentif namun tidak mengajukan permohonan," ujar Febrio dalam APINDO Members Gathering 'Peran Kebijakan Akselerasi Produk Inovasi di Era New Normal', yang dikutip detikcom, Minggu (28/6/3)2020). Untuk itu, pemerintah terus mengkaji ulang bentuk pemberian insentif agar lebih tepat sasaran dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh pelaku usaha dalam rangka untuk mendorong perekonomian pasca COVID-19. "Policy design akan kami lihat setiap minggu. Kami akan lihat juga insentif lainnya seperti apa kondisinya. Jadi, bisa dilakukan perubahan jika memang perlu," ujar Febrio. Febrio bilang, ada cara sederhana untuk melihat apakah suatu insentif fiskal efektif atau tidak. "Kalau mendapatkan tax holiday, misalnya, apakah internal rate return (IRR) naik secara signifikan atau tidak sehingga menjadi jailbreaker baik itu usaha baru maupun inovasi baru," kata Febrio. Terkait pemberian insentif dalam rangka menarik investasi, Febrio mengatakan, ada tiga hal yang menjadi patokan. Pertama, apakah insentif untuk investasi tersebut akan memberikan value added yang lebih besar terhadap perekonomian dibandingkan penerimaan pemerintah yang hilang. Kedua, apakah investasi tersebut merupakan investasi yang berdaya saing tinggi sehingga akan menghasilkan surplus transaksi berjalan. Ketiga, investasi tersebut harus menciptakan lapangan kerja. Partner of Tax Research and Training Services Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji menambahkan, pemerintah perlu mengkaji ulang pemberian insentif karena pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan perilaku di sisi pelaku usaha, UMKM, dan masyarakat umum. Menurutnya, salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing pasca pandemi COVID-19 adalah melalui instrumen pajak misalnya pungutan pajak yang lebih rendah untuk mobil listrik karena memiliki eksternalitas negatif yang juga rendah. Pasca COVID-19, dia berharap pemerintah menciptakan rezim fiskal yang membantu terciptanya berbagai inovasi. Semua instrumen fiskal bisa dimanfaatkan, termasuk PPnBM dan cukai. Demi mendorong lebih banyak investasi dan inovasi, struktur biaya (cost structure) perusahaan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan insentif khusus bagi perusahaan yang berinvestasi dalam research and development (R&D) dan pengembangan produk berdasarkan teknologi di dalam negeri. "Hal ini dapat menjadi pertimbangan akses konsumen pada produk yang terjangkau dan keberlangsungan perusahaan jangka panjang," tutupnya. Simak Video "Kabar Baik! Jokowi Menambah Insentif Selama Masa Wabah Corona"[==](zlf/zlf) Sumber Share this post Link to post Share on other sites