Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Lebay

Saat Banteng Selalu Pulang (Kandang) & Beruang Kembali Datang

Recommended Posts

ANALISA EKONOMI

Selasa, 25 Juni 2013 08:57 wib

Widi Agustian - Okezone

KGXvqJupzD.jpgIlustrasi. (Foto: Okezone)

PEKAN lalu terjadi panic selling di bursa, dan di saat yang sama terdapat panic buying di beberapa SPBU dan mal karena kenaikan harga BBM yang bertepatan dengan midnight sale di 14 mal ibukota.

Pembalikan dana selama tiga pekan di Juni yang sebesar Rp34 triliun sudah lebih besar dari total dana kompensasi pengurangan subsidi BBM yang hanya sebesar Rp28 triliun.

Sengkarut ekonomi sudah masuk ke ranah politik, tak ayal penyaluran kompensasi tersebut dikhawatirkan berpotensi dikapitalisasi untuk kepentingan politik jangka pendek. Faktor eksternal yang dikambinghitamkan, malah bisa jadi itu adalah 'angsa hitam' bagi dunia ekonomi keuangan.

Kenaikan harga BBM bersubsidi adalah harga mati untuk memangkas beban subsidi yang mengerogoti anggaran, mengerem lonjakan impor minyak, memperbaiki defisit neraca perdagangan dan mengurangi tekanan terhadap rupiah serta menyehatkan fiskal sehingga ekonomi agregat terjaga.

Kenaikan BBM sebesar 87,5 persen di 2005 berhasil menggiring inflasi naik hampir 11 persen (dari 6,4 persen di 2004, menjadi 17,1 persen). Di 2008, ketika harga BBM naik 33,3 persen, juga terdapat tambahan kenaikan inflasi sekitar 4,5 persen (dari 6,6 persen di tahun 2007, menjadi 11 persen). Adapun aksi demo saat penaikan BBM pada 2005 dan 2008 berlangsung tak lebih dari satu pekan.

Terdapat proksi probabilistik kenaikan inflasi sebesar 1,3 persen tiap kenaikan BBM sebesar 10 persen. Jadi tahun ini akan ada tambahan inflasi sekira empat persen, menjadi total delapan persen. Hal ini secara kasat mata artinya inflasi melonjak dua kali lipat dibandingkan inflasi tahun lalu.

Puncak inflasi akan berlangsung di Juli dan Agustus 2013, sektor Manufaktur tentu akan terkena dampaknya, begitu juga dengan sektor ritel, dan akan normal kembali paling cepat dalam satu kuartal.

Adapun relasi kenaikan BBM terhadap inflasi tidak linier, selain dampak langsung, ada juga dampak tak langsungnya yaitu dampak turunan yang berefek di putaran kedua yang menyertakan efek rantai, mikro dan sosial lainnya, tak terkecuali psikologi kepanikan pasar. Relasi nonproporsionalnya berdampak juga pada kemiskinan dan pengangguran.

Setidaknya ada tiga fenomena yang menyertai kenaikan harga BBM, yaitu inflation overhang, spill-over effect dan overcompensation. Ketika ekspektasi inflasi naik, maka terjadilah arus balik modal dan rupiah melemah (sejak 2011 rupiah sudah melemah lebih dari 15 persen).

Efek kelebihan dari faktor eksternalitas mempengaruhi variabel yang tidak terlibat langsung dan bisa overshooting pada sistem sosial yang kompleks, sehingga terdapat risiko fenomena kompensasi berlebih yang tak proporsional.

Efek positif kenaikan BBM sudah terfaktorkan pada IHSG sewaktu 'kucing mati melompat' naik dari 4.511 ke 4.880 pekan lalu, dan saat ini pelaku pasar berekspektasi lembaga pemeringkat akan memberi sinyal positif sehingga dalam waktu dekat rupiah dapat kembali ke ekuilibrium Rp9.600.

Dengan asumsi inflasi di APBN yang naik ke 7,2 persen dari 4,9 persen, serta rupiah dari Rp9.300 ke Rp9.600, maka ketukan palu di DPR dua pekan lalu resmi menandai berakhirnya rezim bunga rendah Darmin Nasution setelah 16 bulan mempertahankan suku bunga bank sentral di 5,75 persen.

Suku bunga dinaikkan sebagai langkah reseptif dan antisipasi ekspektasi infasi dan tekanan terhadap rupiah. Adapun rupiah cukup tertahan di resisten kuat sejak 14 tahun lalu di level Rp10.120.

 

Tekanan terhadap rupiah merupakan masalah struktural karena impor yang besar (defisit neraca perdagangan), oleh karenanya kebijakan pemerintah juga harus bersifat struktural melalui kebijakan moneter maupun kuasi fiskal.

 

Di saat tren koreksi ini, pasar menyediakan distraksi dramatis serta komplasensi bagi para investor pemburu nilai. Pekan lalu, titik tertinggi dan titik terendah IHSG sudah lebih rendah dari sebelumnya, artinya saat ini IHSG berada dalam tren turun.

 

Selama IHSG belum mampu menutup lubang-lubang di 4.620 dan 4.801, lalu bergerak ke atas 4.880 dalam jangka pendek, maka IHSG hanya memberi harapan palsu dengan hanya akan memantul biasa dan bergerak menyamping dalam jangka menengah.

 

IHSG melenggang mengorak menarik hati pelaku pasar di tengah tren turunnya, sembunyi di balik payung fantasi 5.000. Arah ke mana dituju? Investor tunggu dulu, boleh melihat sari wajah IHSG lagi lebih jelas di kisaran 4.334-4.088. Saham-saham pilihan selektif: ASII, BMRI, BWPT, INDF, JSMR, TLKM, UNTR.

Meminjam kalimat Maudy Ayunda, "saat banteng selalu pulang, investor tak mengerti mengapa begini, waktu dulu tak pernah acuh, IHSG menjauh dari 5.250, dan pergi tinggalkan angka bulat 5.000. Mungkin memang investor cinta portofolionya, pernah tak hiraukan sinyal pelemahan bursa bulan lalu. Pelaku pasar hanya ingkari kata pasar saja, kini beruang datang terlambat."

 

David Cornelis

Head of Research, KSK Financial Group

(wdi)

Berita Selengkapnya Klik di Sini [h=4]Berita Terkait: Analisa ekonomi[/h]

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...