Wamentrans Soroti Potensi Kawasan Transmigrasi di Diseminasi Riset TEP

[Lebay Pemilik Lapak 0]

Ilustrasi. (Foto: Tangguh Putra/okezone)

 

 

 

JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah selama sepekan lebih rendah dibandingkan minggu sebelumnya setelah adanya kekhawatiran pelaku pasar terhadap beberapa hal yakni masih defisitnya neraca perdagangan, penurunan cadangan devisa, dan pasca rilis inflasi Februari yang lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.Di sisi lain, rupiah juga sempat merespons sikap Presiden Obama yang melunak terhadap rencana senat akan sequester (pemangkasan belanja) yang berarti berlaku automatic spending cut senilai USD85 miliar pada 1 Maret lalu.

 

"Selain itu sentimen lainnya yang melemahkan rupiah ialah rilis penurunan indeks kepercayaan investor Eropa dan indeks construction PMI Inggris serta melemahnya indeks sektor jasa Spanyol dan Italia," katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Sementara itu, menurutnya, keputusan suku bunga Reserve Bank of Australia (RBA) yang tetap di level tiga persen, rilis penurunan GDP kuartalan Australia, dan tidak berubahnya GDP kuartalan zona euro tidak berikan imbas positif bagi rupiah.

 

"Reboundnya rupiah di tengah sentimen pertemuan internal bank sentral, baik dari Bank Indonesia (BI), Bank of Japan (BoJ), Bank of England (BoE), dan European Central Bank (ECB) terhadap kebijakan lanjutan mengenai pelonggaran moneter dan komentar BI, bahwa di Februari 2013

tekanan depresiasi terhadap rupiah cenderung mereda hanya berikan sentimen positif sesaat," ujarnya.

 

Pada penutupan Jumat pekan lalu, menurut kurs tengah BI, rupiah menguat ke Rp9.688 per USD dibandingkan periode perdagangan hari sebelumnya Rp9.697 per USD. Sementara Bloomberg mencatat, rupiah berada di level Rp9.685 per USD, menguat 0,10 persen dibandingkan periode perdagangan hari sebelumnya Rp9.695 per USD. Sedangkan Menurut Yahoofinance, rupiah tetap di kisaran Rp9.695 per USD. (ade)

 

 

 

Sumber