Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

KOMISI IX DPR Soroti Penanganan Kesehatan Jiwa Melalui RUU Keswa

Recommended Posts

PONTIANAK--Komisi IX DPR tengah menyoroti persoalan penanganan kesehatan jiwa melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan jiwa (Keswa).

 

Dalam RUU Keswa itu dicermati, penyebab kejiwaan yang mencakup kejiwaan karena korban bencana, baik bencana alam dan bencana akibat konflik sosial.

 

 

Anggota Komisi IX DPR Karolin Margaret Natasa mengatakan meski selama ini ada perhatian secara kejiwaan, tetapi belum komprehensif terintegrasi dan terpadu.

 

 

Untuk itu, maka disusun dalam UU Keswa terkait penangan korban-korban akibat bencana tersebut karena potensi trauma mendalam, terutama menimpa anak-anak dimana dalam fase kehidupannya mengalami goncangan emosional.

 

 

"Ini sangat diperlukan, karena seringkali kita telat merespon dan selama ini penanganannya belum terpadu, termasuk dalam pembiayaannya," kata Karolin kepada Bisnis, Selasa (12/2/2013).

 

 

Menurutnya, poin-poin yang penting dalam RUU Keswa tersebut, apakah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah seperti yang telah berjalan saat ini di RS Jiwa.

 

 

Namun demikian, lanjutnya, yang terpenting dalam RUU Keswa ini adalah sejauh mana partisipasi masyarakat yang perduli terhadap persoalan tersebut.

 

 

"Mau dilihat, seberapa besar tanggungjawab masyarakat terhadap para penderita sakit jiwa," katanya.

 

 

Seperti yang terjadi di Italia, dimana peran terbesar dalam penanganan orang sakit jiwa ada pada komunitas masyarakatnya, sehingga penanganan bisa lebih komprehensif dan bahkan RS Jiwa di sana sudah dibubarkan karena dinilai tidak efektif.

 

 

Dia mengatakan sebenarnya di Indonesia juga sudah ada komunitas untuk memberi perhatian dan tanggungjawab terhadap mereka yang sakit jiwa, namun belum banyak dan belum terprogram secara baik, itupun masih sebatas dalam komunitas keagamaan.

 

 

"Jadi masih kontroversi, apakah orang sakit jiwa merupakan tanggungjawab pemerintah atau komunitas," tukasnya.

 

 

Dia juga mengatakan dalam RUU Keswa topik penting yang sedang dibahas adalah post trauma terhadap korban bencana, baik alam maupun bencana sosial. Selain membahas pembiayaan dan program sosialisasi ke masyarakat setelah rehabilitasi di RS Jiwa terhadap pasien sakit jiwa.

 

Sejauh ini, RUU Keswa di Komisi IX telah menjalani dua periode sidang dan setelah sidang ke-3 yang direncanakan bulan depan, akan diundang pemerintah untuk sama-sama membahasnya.

 

Produk UU Keswa rencananya diterapkan di seluruh Indonesia, dimana alasan utama adalah penanganan orang sakit jiwa bisa dilakukan secara terpadu dan menyeluruh.

 

 

"Saat ini memang ada tanggungjawab pemerintah, di Direktorat Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, itu pun dua tahun lalu sempat mau dibubarkan, dilebur di direktorat lain, akhirnya DPR bersikeras itu harus tetap ada," kata Karolin.

 

 

Terkait RS Jiwa di daerah seperti RS Jiwa di Singkawang Kalbar, memang milik pemerintah setempat, namun dalam perkembangannya RS Jiwa malah membuka layanan kesehatan umum dan berkembang.

 

 

"Tidak boleh begitu, meskipun layanan kesehatan umumnya berkembang, tetapi layanan kesehatan jiwanya malah terbelangkalai karena dinilai mengurus pasien sakit jiwa tidak menguntungkan,” ujarnya.

 

Sementara itu, menurut data riset kesehatan jiwa nasional, pada 2007 di Indonesia masyarakat sehat jiwa mencapai 85,44%, gangguan mental emosional 14,60% dan gangguan jiwa mencapai 0,46%.

 

 

Sedangkan target pelayanan kesehatan jiwa, pertama sehat jiwa tetap sehat, resiko gangguan jiwa jadi sehat jiwa dan gangguan jiwa jadi mandiri dan produktif.

 

 

Adapun target perlindungan dan layanan dalam RUU Keswa berdasarkan riset kesehatan dasar 2007, prevelensi gangguan mental emosional berupa depresi dan cemas pada masyarakat di atas 15 tahun mencapai 11,6%.

 

 

Jika jumlah penduduk pada kelompok umur tersebut di 2010 ada 169 juta jiwa, maka jumlah penderita gangguan jiwa sebesar 19,6 juta orang.

 

 

Kondisi tersebut sesuai dengan temuan World Mental Health Survey dari WHO pada 2000, dimana prevelensi untuk gangguan berat dan sedang adalah 12 - 13%.

 

Selain itu, ada lebih 80% anggota masyarakat yang tidak memenuhi kriteria gangguan berat atau sedang, namun bukan berarti mereka diabaikan haknya untuk dapat sehat jiwanya. (wde)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...