Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

PROPERTI: Perbankan & Pengembang Yakin Masih Jauh Dari Bubble

Recommended Posts

JAKARTA: Kalangan perbankan dan pengembang meyakini sektor properti di Indonesia masih jauh dari bubble walaupun permintaan dan pertumbuhan kredit pada sektor itu relatif pesat.

 

Bahkan, perbankan tetap menggolongkan kredit pemilikan rumah (KPR) sebagai salah satu penopang pertumbuhan pinjaman.

 

Kebijakan Bank Indonesia dengan aturan kenaikan loan to value (LTV) ratio juga dianggap efektif mengerem laju pertumbuhan properti yang dikhawatirkan menjurus pada bubble.

 

Maryono, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk, mengatakan pangsa kredit properti terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih rendah, yakni sebesar 2,3%.

 

"Kami melihat masih jauh dari bubble. Kondisinya berbeda dengan Amerika Serikat yang pangsa propertinya sudah mencapai 88%," katanya dalam seminar Prospek Perbankan dan Bisnis Properti di Tengah Tantangan Menjaga Momentum Pertumbuhan yang diselenggarakan Bisnis Indonesia dan BTN, Rabu (6/2).

 

Dia mengatakan kondisi perbankan di dalam negeri berbeda dengan di Amerika Serikat yang sudah masuk juga menjadi sekuritas, sehingga bisa melakukan praktek repo (repurchase agreement).

 

Perbankan di Indonesia, lanjutnya, terhitung masih mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan bisnis, termasuk pada produk KPR.

 

Maryono mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara otomatis mengatrol permintaan dan kebutuhan properti.

 

Berdasarkan catatan BTN, permintaan rumah mencapai 800.000 unit setiap tahunnya, sedangkan pasokannya hanya mencapai 50%, yakni 400.000 unit. Selisih kebutuhan itu terus membesar karena adanya backlog perumahan yang belum terselesaikan.

 

"Kami yakin Indonesia masij jauh dari bubble. Adanya kebijakan LTV merupakan respons terhadap kekhawatiran potensi terjadinya bubble," ujarnya.

 

Endy Dwi Tjahjono, Director Economic Research Group Departement and Monetary Policy Bank Indonesia, mengatakan, bank sentral berupaya mengendalikan pertumbuhan kredit properti agar tidak terjadi bubble.

 

"BI punya instrumen, kapan harus mengerem, dan kapan tancap gas. BI melihat pertumbuhan dan permintaan properti tumbuh cukup tinggi," ujarnya.

 

Dia mengatakan aturan LTV tidak akan banyak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan kredit properti perbankan.

Berdasarkan pemantauan bank sentral, sejumlah bank sudah mematok uang muka sekitar 30%.

 

"Aturan LTV juga tidak berlaku untuk MBR. Ini kan merupakan bentuk dukungan perbankan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah," katanya.

 

Pendapat serupa juga disampaikan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Mirza Adityaswara.

 

Menurutnya, kebijakan LTV merupakan upaya untuk mengerem potensi terjadinya ketidak hati-hatian.

 

"BI beranggapan dari pada harus menaikkan suku bunga, lebih baik menaikkan uang muka untuk mengendalikan risiko bubble," paparnya.

 

Mirza mengakui kenaikan harga properti di beberapa wilayah sudah cukup tinggi, sehingga perlu mewaspadainya.

 

Di sisi lain, kalangan pengembang juga yakin prospek bisnis properti di dalam negeri masih cukup cerah di tengah pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

 

Setyo Maharso, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia, mengatakan optimistis kondisi ekonomi Indonesia akan baik-baik saja, termasuk sektor properti.

 

"Salah satu satu kunci pertumbuhan ekonomi adalah kuatnya sektor informal. Maka dari itu, perlu diperkuat agar bisa bertahan," katanya.

 

REI sedang menjajaki kerja sama dengan tiga bank untuk menyediakan KPR bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sektor informal.

 

Setyo mengaku mendukung aturan BI mengenai LTV 70%, namun berharap pembatasan dilakukan berdasarkan harga unit rumah bukan luas bangunan.

 

"Kami mendukung aturan LTV itu, tapi seharusnya dibatasi berdasarkan harga saja," katanya. (bas)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...