Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

BERANDA: Virus Blusukan

Recommended Posts

Dengan menembus kemacetan lalulintas Ibu Kota Rabu malam (23/01/13) lalu, saya menghadiri sebuah acara peluncuran buku karya seorang sahabat, Aqua Dwipayana, di sebuah hotel di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.

 

Ketika menerima undangan beberapa hari sebelumnya, saya penasaran dengan buku yang  berjudul Berhenti Kerja Semakin Kaya, yang menurut penulisnya sudah terpesan 12.000 eksemplar lebih tersebut.

 

Dan saya setuju dengan Prof Deddy Mulyana, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung. Judul buku itu bukan hanya provokatif, tetapi juga paradoks. Mana ada orang berhenti kerja tetapi makin kaya? Begitu kira-kira protes yang muncul tatkala sepintas membaca judul buku itu.

 

Aqua (43), adalah mantan wartawan, dan mantan public relations pada perusahaan swasta besar. Sejak 2005, Aqua berhenti dari pekerjaannya sebagai karyawan, dan memulai aktivitas baru: menjadi motivator dan ceramah soal komunikasi di banyak instansi.

 

Salah satu institusi yang banyak dikunjungi dan mendapatkan sharing motivasi dari Aqua adalah TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan Polri (Polisi Republik Indonesia).

 

Dia mengaku, ceramah motivasi dan komunikasi di jajaran TNI dan Polri banyak dilakukan sebagai bentuk layanan kepedulian. Mirip praktik pro-bono bagi para lawyer. "Khusus untuk TNI dan Polri, saya berikan ceramah sebagai pengabdian. Karena ini dua institusi yang strategis, dan penting supaya sinergi dan kerjasama kedua intitusi itu," katanya.

 

Karena motivasi dan tekadnya tersebut, Aqua banyak dikenal di lingkaran TNI dan Polri. Banyak sekali sahabatnya dari berbagai wilayah dan level di dua institusi itu, mulai dari prajurit hingga jendral, termasuk mereka yang kini menjabat atase pertahanan di luar negeri.

 

Itu semua, menurut Aqua, memberikan berbagai kemudahan, yang patut disyukurinya.

 

Maka di situlah terjadi redefinisi rejeki menurut Aqua, yang dituangkannya dalam buku Berhenti Bekerja Semakin Kaya. Bisa membantu sesama, banyak sahabat di mana-mana, kesehatan, dan tentu saja uang, yang maknanya bisa sangat relatif.

 

***

 

Istilah rejeki memang bermakna sangat-sangat ganda. Banyak orang menganggap rejeki berarti uang. Bisa pula berarti barang. Atau naik jabatan. Dan seterusnya, yang selalu berkonotasi uang.

 

Tetapi bagi sebagian orang lain, salah satu makna rejeki adalah jika punya kesempatan menolong orang lain. Rejeki adalah jika punya kesempatan membantu 'membebaskan' orang lain dari kesulitan, atau membantu orang lain mendapatkan kebahagiaan.

 

Ini mirip konsep sedekah Yusuf Mansyur, dai muda kondang yang sedang naik daun. Makin banyak sedekah makin kaya, begitu kira-kira.

 

Padanannya kira-kira begini. Anda tentu sudah sangat familiar dengan konsep "take & give". Maksudnya sih memberi dan menerima, tetapi bisa jadi dimaknai mengambil dulu baru kemudian memberi, seperti arti harfiah jika diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

 

Konsep "take and give" murni barangkali ada pada pegawai negeri, karena mereka mendapatkan atau mengambil gaji di depan, umumnya tanggal 1 setiap awal bulan, lalu baru bekerja sebulan penuh; meski ada pula yang makan gaji buta.

 

Yang banyak kita jumpai adalah konsep "give and take", seperti kebanyakan pegawai swasta, atau saat transaksi ritel pembelian barang. Bagi kebanyakan pegawai swasta, mereka menyumbangkan tenaga dulu baru digaji di akhir bulan. Atau menerima bonus di periode tertentu, biasanya akhir tahun. Bagi pembeli barang, mereka membayar di kasir dulu baru boleh membawa pulang barang.

 

Tapi jarang, saya kira, yang menjalankan konsep "give & give", seperti yang diperkenalkan Aqua dan Yusuf Mansyur. Toh akhirnya mendapatkan "imbalan" dalam berbagai bentuk lainnya, karena silaturahim dan persahabatan.

 

Ini seperti pemeo yang dipercayai banyak kalangan, bahwa banyak sahabat banyak rejeki. Atau silaturahim membawa rejeki.

 

***

 

Teman Aqua, Dolly M Purba, Pimpinan perusahaan leasing di Pekanbaru, melalui blackberry messenger (BBM), menyebutkan pendekatan Aqua adalah "marketing berbasis silaturahim". Ini mirip dengan konsep "give and give".

 

Dalam silaturahim tidak ada pamrih, sedangkan konsep networking masih tersirat pamrihnya, tulis Dolly yang di-share oleh Aqua melalui tulisan-tulisan pendeknya.

 

Sharing berbagai opini, values, ataupun informasi inilah salah satu kegiatan harian Aqua. Ia hampir sedikitnya empat atau lima kali sehari, atau lebih dari frekuensi minum obat, berbagi cerita melalui BBM yang di-broadcast ke semua kontaknya. Aktivitas itu pun kemudian dibukukan dengan judul Komunikasi Jari Tangan.

 

Saya membayangkan, kok ada waktu ya, menulis di BBM setiap hari, dan bukan cuma satu dua alinea, tetapi mirip naskah berita atau cerita pendek. dan dari manapun ia berada. Dan nyaris tanpa salah ketik pula. Luar biasa.

 

***

 

Banyak perusahaan, sengaja atau tidak, sebenarnya menjalankan prinsip "marketing berbasis silaturahim", meski dalam pelaksanaannya berbeda-beda, bisa setengah-setengah, atau mungkin ada pula yang sepenuh hati.

 

Banyak organisasi non-profit juga menjalankan konsep serupa, meski mungkin istilah yang dipakai berbeda-beda. Begitu pula tokoh masyarakat atau pemimpin politik dan pemerintahan.

 

Anas Urbaningrum, misalnya. Ia selalu blusukan ke konstituennya, meski kerap diam-diam. Ketua Umum Partai Demokrat itu sebenarnya menjalankan konsep silaturahim sebagai basis marketing.

 

Banyak analis yang tetap yakin, meski digempur habis-habisan oleh kasus Hambalang, Anas tetap survive di kalangan konstituen bawahnya, kecuali jika benar-benar masuk bui. Mengapa? Karena silaturahim ke akar rumput yang terus dia jalankan.

 

Blusukan ala Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, pun, juga adalah pengejawantahan silaturahim sebagai basis marketing. Di Solo, siapa yang tak kenal tokoh yang akrab dipanggil Jokowi itu?

 

Banyak kisah yang beredar, misalnya, saat mendatangi undangan kawinan, Jokowi kerap justru tidak ke gedung tempat lokasi pesta.  Tetapi justru ke rumah mempelai setelah pesta usai.

 

Apa yang terjadi? Justru luar biasa. Karena kampung sang pengantin menjadi lebih 'gempar' didatangi walikota. Ini di Solo.

 

Di Jakarta? Ternyata Jokowi juga blusukan ke mana-mana, sehingga begitu cepat dikenal warga. "Marketing berbasis Blusukan" ini menjadi modal politik luar biasa bagi gubernur impor tersebut.

 

Ini menambah energi untuk memimpin Ibu Kota yang tengah dilanda musibah banjir, banyak jalan rusak berlobang saat ini, dan macet selalu di mana-mana. Dan itu pula yang menjelaskan, mengapa calon gubernur atau calon bupati lainnya yang pakai baju kampanye kotak-kotak ala Jokowi gagal telak, karena lupa menjalankan “marketing blusukan”.

 

"Jokowi kini sudah menjadi aset luar biasa bagi PDI Perjuangan," begitu kata rekan sekantor saya, yang aktivis Himpunan Mahasiswa Islam sejak belajar di kampusnya. PDIP adalah partai yang mengusung Jokowi memenangi pemilihan Gubernur DKI.

 

Maka istilah blusukan pun menjadi amat populer sekarang, dan cepat menular seperti virus. Padahal, setahu saya, istilah blusukan merujuk aktivitas anak-anak --sewaktu saya kecil-- memasuki kolong tempat tidur, kolong meja, atau tempat-tempat yang dianggap tersembunyi, gelap dan pengap dan jarang disambangi.

 

Silaturahim blusukan ke berbagai wilayah juga dijalankan Presiden kita, Pak SBY. Bahkan kini juga mulai muncul dorongan, agar para menteri pun mau blusukan, agar tahu persis dan paham kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya. Bukan sekadar menjadi pejabat yang berkarakter "Asal Bapak Senang".

 

Bagaimana menurut Anda? (*)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...