Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

EDITORIAL BISNIS: Setelah Kedelai, Kini Daging Sapi

Recommended Posts

Setelah krisis kedelai yang memicu para perajin tempe dan tahu mogok pada bulan puasa si­­lam, kini kita dikejutkan oleh kelangkaan da­­ging sapi yang memicu pula pemogokan sebagian pedagang daging di Jakarta pada 15-18 November.

 

Ini membuat kita kaget. Kita kaget lebih karena salah satu informasi yang berkembang di lapangan bahwa daging sulit diperoleh di pasaran. Akibatnya, harga daging terus melonjak, bahkan berkisar Rp90.000/kg hingga Rp100.000/kg di sejumlah pasar.

 

Pemerintah sejauh ini memang belum memiliki pernyataan resmi ihwal penyebab kelangkaan daging tersebut. Hanya disebutkan beberapa spekulasi seperti daging sapi langka akibat langkah pemerintah provinsi Jawa Timur yang membatasi “ekspor” sapi dari wilayah provinsi itu sejak 9 November silam.

 

Ada pula informasi lainnya, merujuk penjelasan pejabat Kementerian Perdagangan, bahwa sapi langka karena pasokan dari sentra produksi sapi potong di luar Jawa, seperti Nusa Tenggara Barat, tersendat akibat gangguan infrastruktur.

 

Akibatnya jelas, harga daging sapi yang melangit ini membuat sebagian pedagang eceran dan konsumen, berhenti berjualan atau konsumsi daging.

 

Seperti modus yang terjadi pada perajin tempe dan tahu beberapa bulan silam, para pedagang daging sapi di seluruh Jakarta sepakat mogok berjualan selama 15-18 November karena sulit men­dapatkan pasokan daging.

 

Repotnya, kondisi ini tidak hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga di beberapa daerah lain termasuk di Sumatra.

 

Kita tentu menunggu kepastian dari pemerintah, apa yang sesungguhnya terjadi dan menjadi pemicu kelangkaan daging sapi tersebut.

 

Pasalnya, kelangkaan komoditas pa­­ngan, entah penye­­­bab­­nya adalah persoalan siklikal, gangguan pa­­­nen, ataupun gangguan distribusi, sesugguhnya tidak perlu berulangkali terjadi. Kelangkaan tersebut tidak perlu terjadi seandainya pemerintah me­­­­miliki sistem informasi komoditas yang lebih me­­­­madai, menyangkut produksi, distribusi, dan konsumsi yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.

 

Sistem informasi komoditas ini tidak saja mencakup penyebaran harga komoditas bersangkutan, tetapi juga informasi tentang ketersediaan pasok dan arus pasok komoditas dari satu daerah ke daerah lain.

 

Dengan kata lain, sistem informasi komoditas bukan sekadar informasi tentang harga, tetapi lebih berkaitan erat dengan rantai manajemen pasokan atau distribusi. Mengapa ini penting? Indonesia adalah negara kepulauan, dengan karakteristik komoditas yang berbeda-beda sekaligus pola konsumsi yang berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain.

 

Pemahaman tentang siklus produksi, peta konsumsi, dan sistem distribusi menjadi amat penting, guna  mencegah kelangkaan pasok dan sebaliknya kelebihan pasok komoditas di daerah tertentu. Jika hal ini berkaitan erat dengan infrastruktur, tentu bisa dipahami mengingat kondisi infrastruktur yang mendukung distribusi juga belum sepenuhnya memadai.

 

Maka, kita berharap pemerintah secepatnya mencari jalan keluar terbaik sehubungan dengan kelangkaan pasok daging sapi tersebut. Jangan sampai krisis kedelai terjadi juga pada komoditas daging.

 

Jangan sampai pula pemeritah kecolongan dengan ulah para pedagang besar, yang bisa pula me­­­­mainkan isu kelangkaan daging sapi untuk kepentingan mereka sendiri: menaikkan harga.

 

Jika itu yang terjadi, pemerintah telah kecolongan dua kali: gagal menjaga arus distribusi komoditas ke se­­­­luruh warga yang membutuhkan, tetapi juga telah di­­­akali para pedagang demi keuntungan mereka sendiri.  

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...