Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

ANALISIS AWAL PEKAN: Setelah 1 Juta Unit, Lalu Apa?

Recommended Posts

PASAR produk otomotif dalam negeri tahun ini diperkirakan menembus angka psikologis 1 juta unit, atau lebih cepat setahun dari prediksi para analis. Mengingat angka penjualan dari berbagai jenis dan merek selama Januari-Oktober saja sudah di posisi 922.200 unit, maka pada akhir tahun ini tidak sulit kiranya untuk mencapai 1,1 juta unit.

 

 

 

Semula, angka penjualan 1 juta mobil digadang-gadang terealisasi pada 2013, yang dibayang-bayangi kondisi paradoks terhadap prestasi itu, karena setahun kemudian, pada 2014, Jakarta diperkirakan mengalami kelumpuhan akibat ketidakseimbangan pasok jumlah kendaraan baru dengan penam bahan panjang jalan. Kecepatan ratarata mobil di jalan raya di Jakarta pada 2010 hanya 8,4 km per jam.

 

 

 

Dengan volume pasar di atas 1 juta unit per tahun—dan terus meningkat—maka Indonesia diprediksi masuk sebagai kelompok elite pemilik pasar mobil terbesar dunia, yang 10 besar saat ini dikuasai oleh China (18,35 juta unit), AS (12,78 juta unit), Eropa (13,5 juta), Brasil (3,4 juta), Jerman (3,17 juta), Jepang (2,68 juta), Rusia (2,6juta), Prancis (2,20 juta), India (1,95juta), Inggris (1,94 juta), dan Italia (1,75 juta).

 

 

 

Ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang kini bernilai sekitar US$1,1 triliun dan PDB per kapita tidak kurang dari US$4.000 berimbas pada pencapaian pasar mobil yang menembus angka 1,1 juta unit.

 

 

 

Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi relatif terjaga, maka pada 2030—ketika perekonomian Indonesia sesuai dengan prediksi mampu menduduki peringkat keenam dunia, atau hampir sama dengan Jerman saat ini—bukan tidak mungkin pasar mobil kita akan menggelembung di atas 3 juta unit per tahun.

 

 

 

Penetrasi pasar otomotif di Indonesia tergolong masih rendah, yakni sekitar 79 mobil per 1.000 penduduk. Thailand sudah mencapai angka 165 dan Malaysia sekitar 350 mobil per 1.000 penduduk.

 

 

 

Oleh karena itu, tidak heran jika para bos produsen besar mobil dunia berdatangan ke Indonesia dan menyatakan minatnya untuk menjadikan negeri ini sebagai salah satu basis produksi. Pekan lalu, misalnya, Toyota menyatakan minat untuk menggenjot kapasitas produksi di Indonesia hingga 250.000 unit per tahun dengan menambah dana investasi sekitar Rp26 triliun.

 

 

 

Hanya Jadi Pasar?

 

 

 

Fenomena membengkaknya pasar otomotif ini merupakan perkembangan yang baik dari sisi perekonomian secara luas. Pertanyaannya, apakah ‘nasib’ Indonesia kelak hanya menjadi pasar bagi pemilik brand dari negeri lain?

 

 

 

Tidakkah kondisi tersebut merupakan peluang bagi para pemanufaktur lokal untuk turut menjadi tuan rumah di negeri sendiri? Belajar dari Korea Selatan dan China, ternyata pemain lokal bisa turut mewarnai industri otomotif domestik bahkan global. Beberapa merek yang sebelumnya nyaris tidak terdengar, beberapa tahun terakhir mulai berkibar.

 

 

 

Jadi, pemerintah hanya perlu mendorong dan memberikan peluang sebesar-besarnya agar berbagai merek lokal juga memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, sepanjang mereka memiliki kemampuan, termasuk di dalamnya permodalan dan rekayasa.

 

 

 

Siapa pun boleh untuk mengembangkan merek atau brand sendiri, termasuk merek Esemka yang dibuat oleh siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sekalipun. Yang penting mereka benar-benar memiliki strategi usaha untuk berkembang, bukan sekadar menjual isu mobil murah.

 

 

 

Di sisi lain, pemerintah juga hendaknya lebih fleksibel dalam menerapkan kebijakan berkaitan dengan keberadaan industri pendukung dari sektor finansial (multifinance, asuransi, perbankan). Regulasi diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi mismatch, tetapi harus tetap menyediakan ruang bagi berbagai industri pendukungnya untuk berbisnis sebagaimana mestinya.

 

 

 

Beberapa hal lain yang  perlu diperhatikan secara cermat oleh pemerintah mulai saat ini juga adalah pengembangan secara total infrastruktur pendukung industri maupun hasil industri itu sendiri. Ini penting, mengingat pengalaman kita selama ini menunjukkan betapa penambahan panjang jalan sangat ketinggalan dibandingkan dengan pertumbuhan pasar kendaraan.

 

 

 

Selain menambah jumlah ruas jalan, pemerintah juga perlu mendesain ulang tata ruang sejumlah perkotaan di negeri ini yang ternyata tidak mendukung pertumbuhan jumlah kendaraan.

 

 

 

Jika kita simak data Badan Pusat Statistik, kontribusi industri otomotif (termasuk komponen) terhadap PDB Indonesia mencapai 6,5%. Namun, belanja untuk pembangunan jalan baru secara total tidak lebih dari 10% dari kontribusi tersebut.

 

 

 

Dalam RAPBN 2013, pemerintah hanya menganggarkan Rp7,94 triliun untuk membangun jalan baru sepanjang 840 km, padahal nilai kontribusi industri otomotif diperkirakan melampaui angka Rp100 triliun. Sebagai gambaran tambahan, panjang seluruh ruas jalan tol di Indonesia—dibangun sejak 1983, mayoritas berada di Pulau Jawa—hanya 700 km, dengan pertumbuhan rata-rata 75 km per tahun sejak 2006.

 

 

 

Di pelbagai kota besar dunia, dengan populasi penduduk maupun kendaraan sangat tinggi, diterapkan sistem grid, sehingga terjaga arus manusia maupun kendaraan sedemikian rupa sehingga tidak mudah mengalami penyumbatan (bottlenecking).

Hal yang tidak kalah penting untuk dibangun tentu saja sistem transportasi massal untuk mendukung mobilitas orang.

 

 

 

Lho, bukankah dengan adanya sistem transportasi publik yang bagus justru membuat orang malas membeli mobil pribadi? Inilah wacana yang sering dikemukakan banyak orang, dan tidak sedikit yang kemudian menuduh bahwa industri otomotif-lah yang selama ini melobi pemerintah agar tidak mengembangkan sistem pengangkutan massal yang nyaman dan aman.

 

 

 

Kita tentu perlu melongok pengalaman sejumlah negara maju. Mereka umumnya memiliki sistem jaringan transportasi publik yang benar-benar dapat diandalkan. Akan tetapi, angka statistik juga menunjukkan bahwa permintaan mobil di negara-negara tersebut terbukti tetap tinggi, karena mereka tetap membutuhkan kendaraan pribadi untuk berbagai alasan dan kepentingan.

 

 

 

Makin besar volume produksi maupun penjualan produk otomotif, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh pemerintah dari berbagai pajak dan pungutan resmi lainnya untuk mendukung perekonomian nasional dan daerah.

 

 

 

Sebagai bangsa besar, Indonesia pun harus berpikir besar untuk memiliki industri otomotif berskala besar pula, karena pasar domestik memang sangat potensial. Jangan sampai potensi yang sangat besar ini di¬kerdilkan oleh berbagai pandang¬an saat ini bahwa Indonesia tidak akan mampu menjadi kekuatan ekonomi besar.

 

 

 

Untuk itu, kita memerlukan pemimpin yang visioner dan me¬¬miliki kemauan untuk menjadikan bangsa ini besar, bukan pemimpin yang sekadar ingin melindungi kepentingan diri dan keluarganya. Apalagi sekadar pemimpin yang hanya mengejar pencitraan. (ahmad.djauhar@bisnis.co.id)

 

 

 

* Tulisan ini diadopsi dari Harian Bisnis Indonesia edisi Senin, 12 November 2012

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...