Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Lebay

APBN 2013 & Arah Pembangunan Ekonomi

Recommended Posts

Ketika melihat postur Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013, salah satu yang terpikir, ke mana sebenarnya arah pembangunan ekonomi kita?Seperti kita tahu, anggaran pemerintah merupakan salah satu pilar perekonomian yang cukup penting peranannya. Singkatnya, kebijakan fiskal yang tertuang dalam APBN merupakan katalisator dan stimulator pembangunan. Maksudnya, pemerintah bisa mengarahkan arah pembangunan salah satunya melalui kebijakan anggaran tersebut. Misalnya saja, bangsa kita mengidentifikasi salah satu persoalan terpenting kita saat ini adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Karena itu, kebijakan yang diambil adalah memperbanyak porsi anggaran pendidikan dalam rangka meningkatkan human capital tersebut.

 

Lebih lanjut, disepakati anggaran pendidikan ditetapkan secara proporsional sebesar 20 persen terhadap total anggaran. Langkah tersebut ditempuh sebagai komitmen untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja kita, karena disadari sebagai titik penting guna melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Lalu, apa persoalan dengan RAPBN 2013 sebagaimana tampak dalam alokasi penerimaan dan belanja? Secara umum, ada nuansa status quo dalam postur Anggaran 2013. Dan karena itu ada potensi kebijakan fiskal tidak akan banyak memberi efek pengungkit bagi pembangunan ekonomi ke depan.

 

Beban Subsidi

 

Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah besarnya porsi untuk subsidi energi. Dalam dokumen RAPBN 2013 yang disampaikan presiden untuk dibahas oleh DPR, terlihat subsidi masih menjadi pengeluaran terbesar. Dari data pengeluaran pemerintah pusat berdasar klasifikasi ekonomi porsi terbesar, yaitu 27,8 persen habis hanya untuk subsidi.

 

Porsi terbesar kedua dalam komposisi belanja pemerintah pusat adalah belanja pegawai (sebesar 21,2 persen). Kemudian disusul oleh belanja modal (17 persen), belanja barang (14 persen), pembayaran bunga utang (9,9 persen), belanja sosial (5,2 persen) dan belanja lain-lain (4,2 persen).

 

Dari postur ini, kita tidak bisa melihat kebijakan yang cukup progresif.Pengeluaran subsidi dan belanja pegawai saja sudah hampir dari separuh total anggaran. Dari total subsidi, sebesar Rp274,7 triliun adalah subsidi energi dan sisanya Rp41,4 triliun dalam bentuk subsidi nonenergi. Dari porsi subsidi energi, dibagi dua lagi, yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. Masing-masing sebesar Rp193,8 triliun dan Rp80,9 triliun. Bandingkan dengan subsidi pangan yang hanya Rp17,2 triliun.

 

Subsidi pupuk Rp15,9 triliun dan subsidi benih Rp0,1. Dari proporsi yang ada, jelas sekali postur anggaran 2013 tidak memberikan dampak yang berarti bagi ekonomi, selain menjaga situasi untuk tetap tenang. Padahal, sebenarnya momentum untuk menggeser porsi subsidi, terutama energi, ke sektor yang lebih produktif bisa dilakukan.

 

Selain menggeser subsidi listrik untuk pengeluaran pembangunan infrastruktur, subsidi BBM sebenarnya bisa dikurangi. Inflasi tahun ini diperkirakan tak akan tinggi, berada di kisaran lima persen, atau bahkan di bawahnya. Tahun depan, jika situasi tidak terlalu banyak berbeda, inflasi tetap berada pada koridor yang bisa dikelola.

 

Untuk itu, kita memiliki momentum yang cukup baik untuk mengurangi subsidi BBM. Strategi menaikkan harga BBM bisa dilakukan secara bertahap, pada Maret dan Oktober, yang biasanya cenderung terjadi deflasi. Dengan kenaikan BBM paling tinggi Rp2.000 rupiah, perekonomian kita masih bisa menanggungnya. Artinya, tidak akan terlalu berdampak pada inflasi yang bisa menggerogoti daya beli masyarakat sehingga menurunkan permintaan domestik.

 

Produktivitas

 

Untuk apa pengurangan subsidi? Selain harus dilakukan secara hati-hati dan menunggu momentum yang tepat, beban subsidi juga harus dialihkan untuk pembangunan infrastruktur. Sekarang ini pengeluaran untuk infrastruktur baru sekira 2,5 persen dari PDB. Padahal, konsensus untuk negara berkembang seharusnya paling tidak lima persen terhadap PDB. Ada ruang yang tersedia untuk mengalihkan subsidi energi ke belanja infrastruktur. Inilah saat yang paling tepat untuk melakukan hal tersebut, karena persis peningkatan daya saing dan produktivitas tengah kita butuhkan sekarang ini.Indonesia tengah berada pada sorotan global.

 

Investasi asing langsung (FDI) hingga akhir 2012 ini diperkirakan akan tembus hingga Rp300 triliun. Demikian pula investasi portofolio, diprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) akan mencetak rekor baru di atas 4.500. Jadi, kurang apa menariknya ekonomi Indonesia? Meski tengah diserbu investasi asing, baik langsung maupun portofolio, sejatinya daya saing dan produktivitas perekonomian domestik tidak begitu bagus. Mereka datang ke Indonesia bukan semata-mata faktor domestik, melainkan karena secara global sedang tidak kondusif.

 

Bila dibandingkan dengan negara lain,kita masih termasuk yang paling baik. Masalahnya, daya tarik perekonomian kita masih bersandar pada variabel-variabel yang sifatnya mudah berubah. Misalnya, stabilitas makroekonomi. Kita memang sangat baik dalam kriteria stabilitas makro, karena pertumbuhan yang relatif tinggi di atas enam persen, inflasi terkendali di bawah lima persen, dan utang publik yang terus turun menuju 25 persen terhadap PDB. Bandingkan dengan negara-negara lain yang mengalami koreksi pertumbuhan ekonomi cukup tajam. Bahkan dengan India kita masih lebih baik. Kita hanya kalah oleh China.

 

Bagaimana dengan indikator yang sifatnya lebih mendasar, seperti infrastruktur, birokrasi, produktivitas tenaga kerja? Semuanya variabel terkait dengan faktor-faktor institusional boleh dibilang sangat buruk. Jadi, geliat ekonomi kita hanya mengandalkan dua hal pokok, stabilitas makro dan permintaan domestik. Sementara faktor daya saing dan produktivitas ekonomi, secara umum kita bahkan lebih buruk dari Vietnam. Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?

 

Sebenarnya, ini adalah saat yang paling baik untuk melakukan reformasi struktural. Artinya, ada investasi cukup besar untuk membangun kapasitas ekonomi domestik kita dengan cara membenahi faktor-faktor institusional yang mendasar. Tidak perlu terlalu rumit, mulai saja dengan membangun dalam kapasitas yang masif infrastruktur. Jika saja pemerintah berani sedikit lebih progresif, mengurangi beban subsidi BBM dan mengalihkannya pada proyek-proyek infrastruktur, niscaya ekonomi kita akan mengalami perbaikan signifikan dalam hal daya saing dan produktivitas.

 

Namun,jika pemerintah hanya cari aman, arah pembangunan ekonomi kita juga akan status quo, alias jalan di tempat. Sayangnya, di mana pun pemerintah cenderung menghindari perubahan saat menghadapi pemilu. Tahun depan, semua pihak sudah mulai berancang- ancang memasuki tahun 2014, saat pemilu berlangsung. Karena itu, jangan terlalu banyak berharap kebijakan fiskal akan menjadi progresif.

A PRASETYANTOKO

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Unika Atma Jaya, Jakarta (Koran SI/Koran SI/ade)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...