Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

M. Arif Wibowo : Go Fast When We Can

Recommended Posts

Lebih dari 2 dekade, M. Arif  Wibowo, Chief Executive Officer PT Citilink Indonesia berkiprah di dunia maskapai penerbangan. Sejumlah bidang tugas pernah dijalaninya. Mulai dari mekanik, komersial, hingga strategi dan distribusi. Kini salah satu konseptor di balik sukses beberapa program promosi Garuda ini siap memacu Citilink meraih pertumbuhan tertingginya. Berikut wawancara Bisnis dengannya baru-baru ini:

 

Bisa dijelaskan apa yang membedakan Citilink dulu dan sekarang?

 

Citilink sudah lama ya, ide [meluncurkan Citilink] ini ada pada zaman Pak Abdulgani [mantan Dirut Garuda]. Waktu itu idenya sudah cemerlang, untuk memproteksi Garuda. Cuma dalam waktu yang cukup panjang, hampir 10 tahun, tak sempat tertangani secara profesional.

 

Pada 2010, Garuda launching Citilink lagi [saat Menteri BUMN-nya Pak Sofyan DJalil]. Salah satu milestone-nya saat spin off pada 2012. Dalam 2 bulan kami push, akhirnya kami dapat air operator certificate [AOC] 22 Juni 2012.

 

Ini bagian dari menjalankan low cost carrier [LCC] sebagai second carrier-nya Garuda, supaya dapat bermain secara full service. Konsep awal waktu akan didirikan memang mirip seperti LCC lainnya.

 

Lalu kedepannya?

 

Bayangkan, dulu [Citilink] terbang ke Maha­kam, terbang ke Balikpapan itu penjualannya via Internet, dan pesawatnya masih Fokker, ya nggak bisa-lah. Sekarang, konsep yang kami desain adalah Citilink bukan sisa-sisanya Garuda. Citilink sekarang maju bersama Garuda.

 

Dengan brand new fleet, tetapi dengan mo­­del bisnis yang harus berbeda dengan cara ber­bis­nisnya Garuda. Beda dari aspek cara penjualan, kami fokus direct sales, meskipun sementara ini sifatnya penjualan masih hybrid karena di beberapa daerah Internet based belum kuat.

 

Tapi kami optimistis, ke depan secara alami akan shifting dan kami akan menambah terus karena middle class di Indonesia meningkat terus bisa sampai 130 juta. Jadi saya juga harus berubah juga, istilahnya no more luxury seperti Garuda-lah. Pilot dan cabin crew harus saya manage, tidak dilayani sendiri-sendiri karena jarak terbangnya juga pendek-pendek.

 

Dan sekarang banyak yang fokus ke penerbangan jarak pendek. Lalu kami juga akan percepat face off  Boeing 737, karena ini jadi beban, cost-nya memang cukup tinggi. 

 

Ada berapa pesawat [boeing 737] sekarang?

 

Ada tujuh.

 

Ada pengalaman berkesan, atau meng­alami situasi krisis?

 

Saya pernah membangun sistem otomasi tiket Garuda dari manual ke otomatis. Sempat diprotes agen yang lebih suka manual, padahal ini menimbulkan kebocoran. Lalu pada 2002, ketika itu saya GM Garuda di Fukuoka, Jepang, pasar susah karena sejak terorisme penjualan sempat drop, 3 tahun di Fukuoka.

 

Ini paling berat karena harus mengisi Airbus 330 berkapasitas 293 kursi. Pada pertengahan 2002 mulai recover, cuma pada Oktober ada bom Bali, jadi drop lagi. Lalu ada isu virus SARS.

 

Bagaimana cara Anda mengatasi masa-masa sulit?

 

Waktu di Jepang saya berinteraksi dengan banyak orang. Saya suka baca buku. Tapi, ada problem yang tidak bisa dicari solusinya dari buku. Saya minta dukungan pelaku bisnis. Bangun jaringan.

 

Jadi, the power of networking itu tidak saja di soal pertemanan tapi ide-ide genuine justru da­­tang saat berinteraksi. Dari pemikiran itu. Se­­te­lah itu saya buat event-event. Saya olah kerja sama, ide, saya kombinasi dengan konsep-konsep. 

 

Apa yang menjadi fokus di 2012?

 

Saya konsentrasi pada brand penetration. Se­­tiap 3 bulan kami ukur dengan brand tracking sur­vey. Seberapa besar awareness orang mengenal Citilink, dan ini sudah mulai bagus. Kalau ke­­marin 18% orang bilang kenal Citilink karena Garuda.

 

Citilink sudah cukup dikenal, saat orang berpersepsi ini punya Garuda ada pros and cons. Misalnya terjadi delay sebentar, mungkin komplain akan keras sekali padahal LCC itu memang ‘minim service’ sebenarnya, meskipun bukan berarti seenaknya saja melayani.

 

Akhirnya kami tetap balik, dengan persepsi kuat Garuda. Oke, kami kapitalisasi brand Garuda dengan konsep reliable, affordable and fun. Dilahirkan oleh Garuda sehingga reliability-nya harus tetap terjaga.

 

Jika mungkin, 2-3 tahun ke depan, kalau tingkat awareness-nya terhadap Citilink dikaitkan Garuda sudah di bawah 5% pencantuman nama Garuda mungkin bisa dipertimbangkan untuk di-skip.

 

Citilink harus bersaing dengan LCC lain, value apa yang akan ditawarkan?

 

LCC didesain untuk bisa menjual murah ya, tapi value kami affordable bukan low fare karena terjangkau ini relatif terhadap kompetisi. Kalau pesaing menaruh di harga tinggi masa’ kita mau low terus.

 

We have to get something more juga kan terutama saat peak day, atau peak season, kecuali below season oke lah ya, Jadi persaingan kan dinamis. Affor­dable ya terjangkau, bisa dibilang murah ya murah tapi tidak murahan.

 

Bagaimana mendefiniskannya?

 

Untuk dibilang tidak mu­­rahan, kami terapkan standar on time performance [OTP]. Jadi minimal, OTP 85%. Sebelum saya ma­­suk, OTP memang belum me­­muaskan ya kalau nggak salah sekitar 70%-an dan saya mengejar OTP bisa sampai 85% akhir tahun ini bersamaan dengan pe­­sawat baru yang akan m­­a­suk. Paling tidak, reliability-nya akan semakin bagus. 

 

Berapa tambahan armada pesawat baru?

 

Akan menjadi 14 armada akhir tahun ini, kami akan tambah tiga di November dan dua lainnya pada Desember [2012]. Kuartal I/2013, akan datang enam armada dan pada kuartal II ada empat jadi tambah lagi. Kami juga targetkan pesawat propeller baru pada kuartal IV/2013.

 

Armada propeller [baling-baling] masih andalan?

 

Pesawat propeller cukup bagus, kalau pertama take off mungkin [dulu] sedikit bising ya, tapi kalau sudah naik, oke dan safe. Pesawat propeller baru memakai teknologi antinoise, teknologi ini mereduksi kebisingan, jadi ya ada pilihan produk. Kami butuh banyak armada.

 

Bisa digambarkan tantangan Anda di Citilink ke depan?

 

Antara kapasitas dan pertumbuhan untuk meng-grab pasar kan tidak selalu sama. Jadi tantangannya, pertama, kami harus cepat ya. Produksinya harus meningkat di atas rata-rata pertumbuhan pasar, karena kalau di bawah kami tidak gaining market share. Memang profitability is a must. Tapi di tahap awal kami harapkan ini terkejar, paling tidak, di awal tahun break event dulu.  

 

Berapa belanja modalnya?

 

Kami pakai operating lease, jadi tidak ada capital expenditure.  Kami cuma bayar biaya bulanan saja. Ke­­cuali, nanti untuk yang owned saja. Tapi strateginya kan kami tidak owned dulu, tapi leasing dulu sampai yang ini signifikan di-ground, di tahun-tahun berikutnya saya prediksi cash flow dan sebagainya stabil dan jumlahnya banyak, baru kami main di situ.

 

Ada rencana beli banyak pesawat?

 

Minimalnya kan [punya] lima armada. Kami ambil Turboprop karena lebih murah, kalau beli Airbus 320, harganya lebih dari dua kali lipatnya.

 

Artinya, strateginya prudent  ya?

 

Ya, kami harus agresif tapi prudent, hati-hati. Anda pernah lihat propensity to fly quadran?. Kuadran tentang kecenderungan seseorang untuk terbang dalam setahun. Di Indonesia baru 3-4 kali. Posisi Indonesia masih di bawah Thailand dan Malaysia. Artinya, dengan populasi Indonesia besar maka bisa jadi jauh lebih besar lagi tumbuh. Dari situlah Citilink punya kans besar untuk mengejar pertumbuhan.

 

Sampai akhir tahun berapa rute?

 

Kami melayani 30-an rute penerbangan hingga akhir 2012 dengan 137 frekuensi penerbangan. Go fast when we can.

 

Biaya promo akan tinggi?

 

Ya, mungkin hampir dua kali lipat di tahun depan [2013] dibandingkan tahun ini. Kami akan banyak fokus di komunikasi dan kombinasinya, kami harus hati-hati untuk menjaga pertumbuhan.

 

Pesaing cukup agresif dengan promo, pendapat Anda?

 

Saya ambil posisi kami tidak ingin jadi pengikut. Kami juga tawarkan murah tapi tidak sedramatis pesaing. [ini karena] orang Indonesia ada yang suka taking risk, tapi [sebenarnya, bagi operator] tidak banyak hasilnya.

 

Untuk menanam persepsi murah, mungkin?

 

Sebenarnya dengan strategi itu tidak generating value, kami malah tekor. Kami lebih pilih strategi value, misalnya program Citilink Citi Sky Mark yang kami luncurkan pada November [2012], kami juga mulai program-program bundling komunitas, dan sebagainya. Harga promo sih ada tapi tidak akan bombastis. Bahkan, dulu kami promosikan low fares everyday, tapi kenyataannya deteriorate  [menggerus] revenue.

 

Ada anggapan Citilink masih mahal?

 

Asal jangan last minute beli [tiket]-nya. Sekali lagi, I am not rely on such kind of bombastic promo. Orang sudah tahu [harga murah promo] itu terbatas dan akhirnya kembali ke brand.

Dari 30 rute, banyak di timur atau barat?

Barat. Batam akan menjadi hub kemudian di timur, Lombok sebagai hub bersama Ujung Pandang [Makassar]. Di tengah ada Balikpapan. Jadi balance rute-rutenya.    

 

Ada ide out of the box seperti ketika Anda dulu masih di Garuda?

 

Kami siapkan beberapa, intinya masuk ke media-media, menggarap segmen upper middle, semua proses komunikasi akan kami mainkan dan maksimalkan. Ini very low cost. Strategi jualannya masih sama, tapi kami mainkan strategi yang sophisticated.

 

Terkait kepemimpinan, gaya seperti apa yang Anda terapkan di Citilink?

 

Konsep kami, building the teamwork is important. Di tahap ini, banyak mengarah ke partisipatif, kami terlibat di model bisnis baru, jadi butuh keterlibatan langsung.

Saya selalu detail, sebab pertumbuhan sa­­ngat cepat. Kalau kami tidak bergerak lebih ce­­pat, akan berpengaruh pada akselerasi Citilink sen­diri. Kami akan invite orang-orang yang berjiwa muda khususnya untuk operational excellence karena output-nya on time performance dan service yang dirasakan langsung oleh publik.

 

Ini untuk reliability, kalau sudah dicapai akhirnya fun, maka orang mau gunakan Citilink. Kami perkaya strategi below the line lainnya yang kami siapkan.

 

Citilink sarat dengan SDM, bagaimana Anda berinteraksi dengan karyawan?

 

Desain kantor kami cuma satu lantai tetapi semua ada disini. Ada HR, sales and distribution, finance, operation dalam satu lingkaran. Jadi ruang CEO dan BOD jadi satu, untuk hil­­ang­kan barrier.

Kami butuh kelincahan yang lebih dinamis. Citilink akan segera menjadi besar, tapi ke depan konsepnya seperti ini. Sesuai kultur di Indonesia, pemimpin tidak bisa semata hanya memberi instruksi, tetapi komunikasi.

 

Aktivitas favorit di akhir pekan?

 

Bangun tidur, saya gowes [bersepeda] dulu. Setiap pagi, sampai 10 km saya keliling kompleks tempat tinggal saya. Kalau weekend dan ada waktu kami nanjak [touring]. Dulu biasanya saya main golf.

 

Target dalam 1 tahun pertama?

 

Ya itu penguatan brand, dan network penetration. Jadi kami akan pastikan tahun depan [2013] menjadi 60 rute dan frekuensi per hari menjadi 180-an frek per hari. Kami suka angka dobel haha.., ini bagian dari target Garuda juga. Di luar target strategi Quantum Leap Garuda ada target tambahan 50 unit Turboprop.

 

Itu tambahan, sekarang sedang proses bidding [Oktober], secara izin prinsip sudah ok.  Lima pesawat owned dari Garuda akan kami face off, sedangkan yang dari leasing akan me-replace yang bermesin turboprop.

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...