Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

BUDAYA BALI Bertahan Karena Mitologi

Recommended Posts

JAKARTA:  Budayawan asal Bali  I Wayan Seriyoga Parta mengatakan bahwa warisan  yang sampai saat ini masih efektif  dalam mempertahankan budaya Bali adalah karena mitologi.

 

Ketika empu Kuturan menggabungkan 9 Sekta yang berkembang di Bali pada abad ke 16 dengan memperkenalkan konsep Tri Murti (Brahma, Wisnu dan Siwa) sekta Bairawa yang kuat sejak abad ke 14 diberikan tempat  sesuai porsinya, yaitu dimasukkan dalam konsep Sakti (istri/pendamping Dewa), Durga Birawa dimasukkan dalam konsep pura Dalem dan diberikan tempat penghormatan tersendiri yang dekat dengan kuburan (kematian).

 

Untuk mendukung prosesi religi tersebut dibuatkanlah mitos tentang dramatisasi perang antara kebaikan dan kejahatan dalam cerita Calon Arang, berupa perang treatrikal antara simbol Barong dan Rangda yang dibuat dengan kreasi seni dan sangat imajinatif.

 

“ Inilah menurut saya mitos yang sangat sukses yang pernah dibuat oleh leluhur orang Bali dalam mempertahankan budaya warisan masa lalu hingga ke generasinya saat ini,” kata Wayan Seriyoga hari ini, Rabu (29/8/2012).

 

Menurut dia, hingga kini, anak-anak Bali di samping mengkonsumsi film kartun dan mainan superhero dari budaya konsumer, di sisi lain mereka tetap dengan enaknya juga memainkan barong gelawang di saat perayaaan Galungan, menonton dengan hikmat suasana magis ketika pertunjukkan Calon Arang di pura Dalem saat piodalan bersama orang tua mereka.

 

“Mitologi di Bali  merupakan contoh bahwa melalui representasi simbolik adalah cara yang efektif dalam mewariskan nilai-nilai spiritualitas dan budaya. Anak-anak yang menonton pertunjukkan Barong dan Rangda tentu tidak atau belum begitu memahami nilai-nilai yang terdapat di balik simbol-simbol tersebut, tapi ketika simbol-simbol tersebut dimitoskan bentuk representasi itu telah terbenam dalam bawah sadar mereka.”

 

Mekanisme yang sama dengan yang dilakukan oleh budaya media visual saat ini, melalui iklan atau sinetronnya. Mitologi itu juga yang dimanfaatkan oleh kolonial Belanda hampir seabad yang lalu dalam merekonstruksi citra Bali sebagai pulau surga dan mengenalkannya kepada dunia hingga diwarisi saat ini.

 

Menurut Wayan Seriyoga, ketika kebudayaan berada dalam naungan Kementrian Pariwisata, dan menjadikan Bali sebagai proyek percontohan keberhasilan pariwisata budaya belum dibarengi oleh usaha untuk mengkaji nilai-nilai budaya yang lebih mendalam, yang lebih ditonjolkan cenderung bentuk-bentuk ekspresi.

 

Hal ini tidak akan banyak membuahkan hasil karena waktu lalu pihak kolonial Belanda sebelumnya melakukan kajian yang mendalam tentang kebudayaan Bali atau nusantara sebelum menetapkan Bali sebagai proyek politik etis mereka dalam kebudayaan.

 

Dalam hal inilah kita mendapati perhatian pemerintah masih sangat minim dan cenderung pragmatis dalam mendukung kesenian dan tidak memahami kesenian sebagai aset dan potensi bagi kemajuan bangsa Indonesia.

 

“Contoh yang paling nyata adalah dalam seni rupa, dimana sedikitpun tidak ada perhatian pemerintah dalam mendukung perkembangannya. Perkembangan seni rupa hingga saat ini yang sesungguhnya menjadi bagian dari gengsi negara di dunia internasional justru lebih banyak didukung oleh pihak-pihak swasta dan pengusaha,” kata Wayan Seriyoga.

 

Dia member contoh bahwa seniman Indonesia selalu mengalami kesulitan dan tidak mendapat dukungan pemerintah, ketika mendapat undangan dari pameran seperti Bienale Internasional, banyak kasus mereka sudah berangkat dengan biaya sendiri dan ketika pengembalian karya ke Indonesia justru dipersulit di bagian beacukai.  (sut)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...