Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Opsi GMRA: aturan asosiasi atau aturan regulator?

Recommended Posts

JAKARTA: General master repurchase agreement (GMRA) untuk melenggangkan aksi repo efek dalam negeri dihadapkan dua opsi untuk menjadi ketentuan.

 

Kepala Biro Transaksi dan Lembaga Efek Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Yunita Linda Sari mengatakan dua opsi itu adalah menjadi peraturan regulator atau peraturan asosiasi.

 

"Kalau masalah teknis, agar bisa dipakai untuk pelaku pasar, bentuknya ingin seperti apa, apa masuk ke dalam peraturan asosiasi atau ke regulator [jadi peraturan Bapepam-LK], nah masalah ini masih dibahas di biro hukum Bapepam-LK," ujarnya di sela-sela halal bil halal Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siang ini (27/8/2012).

 

Dalam pembahasan GMRA, ada beberapa asosiasi turut yang ikut serta dalam pembahasannya. Beberapa asosiasi tersebut antara lain adalah Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun), Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), dan Asosiasi Bank Kustodian Indonesia (ABKI).

 

Selain Bapepam-LK, beberapa otoritas dan regulator industri juga ikut serta, yaitu self regulatory organization (SRO) yang terdiri dari BEI, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Insitutsi lain adalah Bank Indonesia selaku otoritas perbankan.

 

Yunita mengatakan di luar negeri, perlakuan terhadap GMRA berbeda-beda. 

 

"Kalau dibandingkan dengan negara lain tidak ada repo masuk ke dalam regulator tapi masuk ke asosiasi."

 

Bapepam-LK bersama pelaku pasar modal dan perbankan berencana mewajibkan pelaporan aksi repo saham dan obligasi. Pewajiban itu akan menghilangkan praktik repo yang dilakukan di luar bursa (over the counter/OTC).

 

GMRA merupakan perjanjian induk [jumbo] yang dapat diadopsi di setiap negara yang juga memiliki annex dari masing-masing negara yang mengadopsinya, termasuk Indonesia. 

 

Annex tersebut merupakan tambahan perjanjian untuk mendampingi bentuk best practise internasional, master repurchase agreement (MRA) dari International Swaps and Derivatives Association Inc (ISDA).

 

MRA internasional itu menjadi acuan umum bagi transaksi repo di dunia. Adanya annex dari Indonesia akan memudahkan investor asing untuk melakukan repo di dalam negeri.

 

Direktur Utama KPEI Hasan Fawzi mengatakan transaksi repo yang juga biasa disebut transaksi pinjam-meminjam efek (PME/lending and borrowing) dapat meningkatkan likuiditas, tetapi tidak langsung.

 

"Memang dapat meningkatkan likuiditas, tetapi sifatnya tidak langsung karena tujuan awalnya memanfaatkan permintaan dan adanya ketersediaan efek, misalnya untuk aksi korporasi."

 

Kordinator Komite Ketua Umum APEI Lily Widjaja mengatakan saat ini ada salah satu kendala bagi transaksi repo, yaitu pajak.

 

"Selama ini belum jelas, ada pajaknya atau tidak, terkait dengan perpindahan efek itu, karena kalau pajak biasanya dikenai begitu pindah kepemilikan. Semoga masalah pajak ditanggulangi supaya semakin banyak transaksinya."

 

Dia mengakui banyaknya jumlah transaksi repo akan meningkatkan likuiditas transaksi di pasar modal.

 

Menurutnya, pelaku pasar modal akan berdiskusi dengan Ditjen Pajak untuk membahas masalah pajak repo dan beberapa hal lain seperti pajak obligasi.(msb)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...