Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

INDUSTRI KEHUTANAN: Industri hilir kehutanan kian tak produktif

Recommended Posts

Dampak kenaikan harga patokan hasil hutan untuk perhitungan provisi sumber daya hutan (PSDH) Maret lalu berbuntut panjang. Harga patokan kayu bulat yang sempat membumbung tinggi telah menimbulkan stagnasi pembayaran supplisi penggantian nilai tegakan (PNT) atas produksi kayu.

 

Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12.M-Dag/PER/3/2012 pada 6 Maret lalu membuat sejumlah pemegang izin pemanfaatan kayu (IPK) kesulitan melunasi iuran PNT untuk hasil produksi kayu bulat. Pasalnya, beban pungutan terkonsentrasi penuh untuk PSDH.

 

Harga Patokan Kayu PSDH Permendag 12/2012 Periode Maret-Juni

 

Jenis

 

Wilayah

 

Harga (m3)

 

Kayu bulat  meranti

 

I                          

 

Rp1.270.000

 

Kayu bulat rimba campuran

 

I

 

Rp953.000

 

Kayu bulat meranti

 

II

 

Rp1.700.000

 

Kayu bulat rimba campuran

 

II

 

Rp1.500.000

 

Sumber: Kemenhut

 

Harga kayu bulat kelompok meranti untuk wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku sempat ditetapkan Rp1.270.000 per meter kubik, jauh melambung ketimbang harga patokan kayu pada periode sebelumnya sebesar Rp 600.000 per m3.

 

Perhitungan kenaikan harga patokan lebih gila lagi terjadi untuk pertimbangan harga jual rata-rata pada kayu hutan tanaman. Kayu akasia, misalnya, harga patokan ditetapkan Rp792.000 per ton atau naik hingga 18 kali lipat dibandingkan dengan harga patokan kayu lama senilai Rp40.000 per ton. Sementara harga patokan kayu sengon naik dramatis hingga 34 kali lipat dari Rp30.000 per ton menjadi  Rp1.069.000 per ton.

 

Melesatnya harga patokan kayu itu sangat memukul daya saing bisnis pengusahaan hutan dan industri berbasis kayu secara keseluruhan. Pasalnya, kenaikan tersebut berdampak pada besaran pembayaran PSDH sebesar 10% untuk kayu dari hutan alam dan 5% untuk kayu dari hutan tanaman.

 

Apalagi, selain membayar PSDH, pemegang IPK tetap diwajibkan membayar iuran penggantian nilai tegakan dan dana reboisasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Volume kayu untuk perhitungan ganti nilai tegakan dihitung berdasarkan volume pada Laporan Hasil Produksi (LHP).

 

Kementerian Kehutanan bergerak cepat untuk menerbitkan dokumen surat keterangan sah kayu bulat untuk LHP-IPK pada perode 6 Maret—24 April. Dengan begitu, potensi kerugian negara akibat stagnasi kemampuan pembayaran pungutan PNT dapat dihindari.

 

Ke depan, Kemenhut juga akan memperketat pelepasan IPK. Perusahaan yang berminat menggarap produksi kayu di hutan alam dan tanaman perlu melampirkan jaminan bank garansi sebesar 3/12 dari taksiran volume tegakan IPK.

 

“Dengan itu, perusahaan dapat memberikan jaminan pelunasan hutang PNT,” kata Bambang Hendroyono, Plt Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kemenhut, di Jakarta hari ini (2/8).

 

tenggat waktu 60 hari

 

Kementerian Kehutanan memberikan batas waktu hingga 60 hari kepada perusahaan untuk melunasi hutang PNT atas seluruh kayu bulat yang diproduksi, sejak diterbitkannya surat keterangan sah kayu bulat (SKSB).

 

Total pungutan PNT sangat bergantung dari luas lahan yang dikelola dan volume produksi kayu bulat. Meski begitu, perusahaan diberikan kemudahan dengan mengangsur paling banyak lima kali, atau pembayaran bertahap 20% dari seluruh jumlah PNT yang terhutang.

 

Pelayanan penerbitan dokumen SKSB untuk pengangkutan kayu bulat periode selanjutnya dapat diberikan kembali apabila perusahaan IPK mampu menyampaikan bukti setor PNT minimal 20%. Pemerintah akan memberikan sanksi administrasi dan menangguhkan dokumen SKSKB kepada perusahaan yang menyalahi ketentuan tersebut.

 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Purwadi mengakui pemberlakuan pungutan tambahan untuk nilai tegakan sangat membebani pengusaha di sektor kehutanan. Padahal, ucapnya, perhitungan iuran PNT juga mengakumulasi beban yang PSDH dan dana reboisasi yang perlu dibayarkan ke negara.

 

Menurut Purwadi, industri hilir kehutanan kian tidak produktif karena beban iuran berlipat-lipat. Dia berharap pemerintah segera menyederhanakan pajak ganda nilai tegakan atau minimal mengoreksi pertimbangan harga jual rata-rata yang kerap diasumsikan mengikuti harga industri.

 

Pemerintah mulai merespon sejumlah kekhawatiran pelaku industri kehutanan terhadap potensi melambungnya harga patokan kayu untuk perhitungan provisi sumberdaya hutan (PSDH). Perubahan pada pasal 3 PP 59/1998 itu setidaknya akan mereduksi multitafsir tentang mekanisme perhitungan yang merujuk pada harga di industri atau hutan alam.

 

Kementerian Kehutanan dan Perdagangan hingga kini terus bersinergi guna merevisi pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 59/1998 yang mengatur harga jual kayu rata-rata tertimbang di pasar domestik maupun internasional. Harga patokan untuk periode Juli-Desember tahun ini dikembalikan ke harga semula sembari menunggu hasil dari pembahasan revisi PP 59/1998. (msb)

 

 

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...