Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

KEBIJAKAN ENERGI: Hilirisasi mineral bebas divestasi & iuran eksplorasi

Recommended Posts

JAKARTA: Pemerintah membebaskan perusahaan, baik investasi asing maupun dalam negeri, dari kewajiban divestasi dengan tanpa harus memperoleh kontrak karya seperti pada izin usaha pertambangan.

 

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan pembebasan itu telah disepakati izin usaha hilirisasi itu tertuang dalam rapat koordinasi antara menteri. Izin usaha itu, juga tidak dijalankan seperti izin usaha pertambangan yang harus meraih dulu konsesi selama 20 tahun dengan jangka waktu perpanjangan 2x10 tahun.

 

“Pada rapat koordinasi tadi, telah disepakati izin usaha downstream produk bahan asal itu akan dikawal oleh Kementerian Perindustrian [Kemenperin], sedangkan sektor pertambangan di bawah pengawasan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM],” katanya, Selasa (31/7).

 

Adapun untuk perusahaan pelaku jenis usaha pertambangan dengan mengelola mineralnya, nanti akan dibahas lebih lanjut. Pada  praktiknya, jelas Hidayat, perusahaan itu diwajibkan memisahkan/spin off izin usaha hilirisasi dengan usaha pertambangannya. “Secara teknis, nanti akan diatur.”

 

Selain membebaskan divestasi untuk perusahaan pengolah mineral, lanjut Hidayat, pemerintah juga memastikan tidak dibebankan kewajiban membayar iuran eksplorasi atau royalti untuk negara.

 

Untuk perusahaan tambang yang bergerak di sektor hulu, papar Hidayat, bea keluar dikenakan sebesar 20% untuk eksportasi barang mineral mentah sampai 2014 sesuai PMK No.75/2012.

Pemerintah juga menambahkan 3 mineral lain seperti bauksit, pasir besi dan nikel yang belum tercantum dalam peraturan sebelumnya. Berdasarkan catatan bisnis, saat ini tinggal batu bara yang belum terkena bea keluar atas eksportasi.

 

Pada proses akselerasi usaha hilirisasi, lanjutnya, Kementerian Perindustrian membagi tugas dengan Kementerian ESDM untuk masing-masing memberikan kawalan sesuai tugas pokok dan fungsinya.

 

Kemenperin betugas membuat peta jalan hilirisasi mineral, sedangkan ESDM bertugas memetakan potensi mineral.  

 

Sejalan dengan proses akselerasi hilirisasi produk, Kemenperin mencatat 153 perusahaan dari berbagai negara, seperti Perancis, Korea, Jepang dan China telah mengajukan izin usaha pembuatan smelter atau pabrik pemurnian dan pengolahan bahan mentah mineral.

 

“Namun kita tidak butuh banyak,” tegas Hidayat.

 

Pasalnya, hingga saat ini, untuk proses hilirisasi pemerintah Jepang masih memberikan komplain atas sejumlah keberatan dari Indonesia.

 

“Pada 8 Agustus nanti, saya akan bertemi asosiasi pengusaha jepang untuk membicarakan ini. Pemerintah akan menjelaskan bahwa sudah puluhan tahun Indonesia tidak men-downstream mineralnya.”

 

Pada konsep itu, Panggah Susanto Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur menjelaskan telah memberikan izin pada 19 perusahaan yang membangun smelter.

 

Terinci, sebanyak 9 perusahaan untuk industri besi dan baja, dan masing-masing 5 perusahaan untuk subsektor aluminium dan mineral lainnya.

 

Untuk mengoperasikan smelter, lanjutnya, rata-rata perusahaan yang akan beroperasi di luar Jawa itu menginvestasikan sekurangnya US$1,5 miliar. Seperti smelter di Batulicin, Kalimantan Selatan yang menelan biaya US$1,5 miliar dan join venture antara PT Krakatau Steel Tbk dengan Pohang Steel and Iron Corporation (Posco) asal Korea Selatan yang menelan US$3 miliar. (12/Bsi)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...