Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

PAJAK PERUSAHAAN ASING: Pemerintah akan Revisi Besaran Pajak

Recommended Posts

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak tengah mempertimbangkan revisi besaran tarif pajak perusahaan asing dalam renegosiasi tax treaty dengan sejumlah negara besar yang terlibat hubungan ekonomi. 

 

Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengaku sedang menggarap renegosiasi tax treaty atau perjanjian pajak dengan sejumlah negara yang memiliki hubungan perdagangan dan investasi. Adapun, negara tersebut antara lain Belanda, Jepang, Inggris, Korea Selatan, China, dan Malaysia.

 

“Negara-negara besar ini yang lagi kita garap, yang kira-kira ada hubungan dagang dan berinvestasi di Indonesia,” ujar Fuad di kantor Kementerian Keuangan Selasa(24/7/2012).

 

Dalam perkembangannya, dia menyebutkan renegosiasi perjanjian pajak dengan Belanda sudah hampir selesai. Sementara upaya bersepaham dengan Negeri Sakura masih berjalan alot. 

 

Dia menjelaskan salah satu poin renegosiasi ialah perubahan besaran tarif pajak Badan Usaha Tetap (BUT) yang biasa disebut dengan Branch Profit Tax (BPT).

 

BUT merupakan subyek pajak luar negeri atau perusahaan asing menjalankan usahanya di Indonesia dan kewajiban perpajakannya diperlakukan relatif sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya. Sementara BPT merupakan pajak yang dikenakan dari laba bersih setelah pajak, dengan tarif sebesar 20%.

 

“Kalau mereka [bUT] punya untung dikirim ke luar negeri, nah itu kena pajak final 20%, di tax treaty ada yang dijadiin 10%. Ini salah satu poin yang akan direvisi,” ucapnya.

 

Dia mengaku rancangan perubahan besaran tarif BTP juga mempertimbangkan dampaknya terhadap perkembangan investasi langsung asing (FDI). Pada akhirnya, akan pula mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 

 

Kendati demikian, dia menegaskan apapun hasil revisi kesepakatan pajak antar negara tidak akan merugikan negara. Pasalnya, berkurang atau berlebihnya penerimaan BPT akan berdampak terbalik pada besaran nilai investasi asing yang masuk ke Indonesia. 

 

“Kalau mau keras misalnya mengembalikan persentase 20% dampaknya ke investasi, tapi kalau tetap memotong 10% investasi akan banyak masuk walaupun penerimaan pajak berkurang. Intinya ada take and give,” tuturnya.

 

Selain besaran tarif pajak BUT, tambahnya, Dirjen Pajak juga berencana mengubah action of information atau sistem penyebaran informasi dalam renegosiasi tax treaty. 

 

Intinya, pihaknya akan mendesain ulang kesepakatan sesuai dengan model Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang dianggap memiliki model perjanjian pajak ideal.

 

Fuad mengungkapkan proses renegosiasi berjalan cukup alot karena melibatkan kesepahaman kedua negara dalam hubungan Government to Government (G to G). Masing-masing, katanya, pasti akan mengutamakan kepentingan negaranya dalam memutuskan kesepakatan.

 

“Proses renegosiasi itu tidak mudah dan berlangsung alot. Harus melalui sejumlah pertemuan dan tahapan negosiasi,” jelasnya.

 

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dedi Rudaedi menuturkan renegosiasi tax treaty dilakukan untuk memperbaiki sejumlah ketentuan sesuai dengan kondisi dan perkembangan ekonomi masing-masing negara.

 

Menurut Dedi, pihaknya akan terus melakukan penyesuaian tax treaty berdasarkan perkembangan ekonomi agar mengurangi adanya upaya penghindaran pajak dan pembayaran pajak ganda. Berdasarkan data Ditjen Pajak, Indonesia telah memiliki sekitar 60 perjanjian pajak antar negara atau tax treaty.(sut)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...