Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

EDITORIAL BISNIS: Upaya Memarkir Devisa Ekspor

Recommended Posts

Pekan depan, tepatnya mulai 2 Juli 2012, eks portir yang tidak memarkir devisa hasil eks por (DHE) ke bank devisa dalam negeri bakal terkena sanksi denda dari Bank Indonesia yang besarannya 0,5% dari nilai nominal DHE yang belum diterima, dengan jumlah Rp10 juta hingga Rp100 juta.

 

Ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/20/PBI/2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri tersebut, mewajibkan eksportir menerima seluruh DHE melalui bank devisa di Indonesia paling lama 90 hari setelah tanggal pemberitahuan ekspor barang (PEB).

 

Eksportir yang tidak membayar denda administratif itu bakal dikenai sanksi berupa penang guhan atas pelayanan ekspor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Peraturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari ekspor. Setoran devisa eksportir ke perbankan juga akan memperkuat permodalan nasional dan menstabilkan rupiah.

 

Sebelumnya Kementerian Perdagangan juga sempat membuat kewajibkan penggunaan letter of credit (L/C) untuk ekspor komoditas tertentu seperti minyak sawit ( CPO), kopi, kakao,karet dan produk pertambangan pada 2009. Namun aturan itu ke mudian dicabut pada pertengahan 2010 setelah beberapa kali ditunda penerapannya.

 

Kita tentu berharap aturan BI tersebut bisa efektif. Untuk itu masalah-masalah yang mungkin mengganggu bisa diatasi. Misalnya soal eksportir yang memperoleh pembiayaan dari bank luar negeri. Biasanya kalau bank luar negeri meminjamkan dana, bank tersebut mewajibkan transaksi ekspornya harus dari bank bersangkutan.

 

Apalagi memang ada beberapa jenis ekspor, seperti leasing, netting, atau yang memiliki tanda tangan kerja sama dengan pihak asing lainnya sehingga tidak bisa melakukan penerimaan DHE di bank devisa dalam negeri.

 

 

Masalah lainnya adalah masih ada beberapa bank dalam negeri yang belum sepenuhnya siap, mengingat saat ini hanya bank besar yang umumnya sudah bisa melakukan transaksi luar negeri, pembiayaan perdagangan, dan kredit ekspor.

 

Untuk itu, perbankan bisa proaktif dalam memberikan pelayanan kepada eksportir untuk semakin memberi kenyamanan dalam memarkir uangnya.

 

 

Keefektifan aturan itu agar devisa ekspor bisa bertahan di dalam negeri juga diragukan, mengingat dalam ketentuan tersebut terdapat keleluasaan eksportir dalam menggunakan DHE miliknya.

 

Eksportir tidak harus mengonversikan DHE miliknya ke dalam rupiah dan juga tidak harus menyimpannya di bank devisa dalam negeri untuk jangka waktu tertentu.

 

Dengan tidak adanya larangan melakukan transfer keluar, bisa saja eksportir kembali melakukan transfer dananya ke luar negeri. Misalkan devisa hasil ekspornya masuk minggu ini, minggu berikutnya eksportir tersebut bisa transfer keluar, se hingga tetap saja yang menikmati devisa ekspor

negara lain.

 

Lepas dari itu, ternyata sebagian eksportir tidak mengetahui adanya aturan yang sudah berlaku sejak tahun lalu tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Eksekutif Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Firman Bakrie yang mengaku masih banyak eksportir kakao yang belum mengetahui aturan yang dikeluarkan Bank Indonesia sejak Oktober 2011 itu.

 

Sepertinya Bank Indonesia dan pihak lain terkait, harus lebih intensif untuk melakukan sosialisasi kebijakan itu. Jangan sampai kemudian ekspor yang belakangan ini melambat kian terganggu dengan adanya penerapan sanksi hingga penghentian aktivitas ekspor para eksportir.

 

 

 

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...