Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

RASIO BELANJA INFRASTRUKTUR: Ditargetkan kembali ke 8%

Recommended Posts

JAKARTA: Pemerintah berniat mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menyamai rasio belanja infrastruktur terhadap Produk Domestik Bruto China dan India, yakni mencapai 8%, dari posisi 2012 sebesar 1,28%.

 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Armida Alisjahbana menuturkan rasio investasi infrastruktur Indonesia terhadap PDB sebelum krisis ekonomi 1998 selalu melebihi 7%-8%. Maka itu, pertumbuhan ekonomi bisa sustainable (berkelanjutan).

 

“Setelah krisis kita sulit kembali seperti dulu. Kalau mau tetap sustainable, harus seperti India dan China saat ini infrastrukturnya tinggi,” ujar Armida di Jakarta, Senin(25/6/2012).

 

Untuk itu, lanjutnya, Kemen PPN/Bappenas akan berupaya meningkatkan koordinasi pemerintah dalam perluasan pembangunan infrastruktur. Menurut dia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan akan diminta membenahi infrastruktur pendukung, seperti bandara dan pelabuhan.

 

“Kuncinya yang di luar angkutan darat adalah bandara dan pelabuhan, kita akan fokus di kedua hal ini. Nantinya akan meningkatkan kinerja logistik,”ungkapnya.

 

Dalam pembahasan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, Armida bercerita sejumlah negara anggota mengusulkan Indonesia berfokus meningkatkan kerja sama antara swasta dan pemerintah untuk membangun infrastruktur.

 

“Tapi karena G20 hanya forum pertemuan, dan bukan institusi implementating, maka tidak ada komitmen fund rising,” katanya.

 

Dalam forum ini, menurut dia, Indonesia menggandeng Multilateral Development Banks (MDBs) untuk mendukung kinerja kerja sama pemerintah dan swasta. Sayangnya, dia enggan menyebutkan jumlah dana yang akan dikucurkan institusi internasional tersebut.

 

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai keinginan untuk menyamai rasio infrastruktur seperti China dan India sulit terealisasi. Pasalnya, pemerintah belum dapat ‘menyusun harga’ yang benar terhadap infrastruktur dalam anggaran negara.

 

Menurut dia, peningkatan infrastruktur harus sejalan dengan pendapatan perkapita masyarakat. Selain itu, perusahaan penyedia infrastruktur, yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN), harus mampu menerapkan prinsip bagi hasil dengan baik.

 

“Sepanjang dua hal itu belum bisa dilakukan, berarti pemerintah harus cuma mengandalkan sektor BUMN,” katanya.

 

Dalam pemberitaan sebelumnya, Dedy Supriadi Priatna menyebutkan kontribusi pihak swasta terhadap pembangunan infrastruktur masih cenderung kecil. Terbukti, kontribusi perusahaan swasta dalam skema kerja sama pemerintah dan swasta di negara lain telah mencapai 20%, sedangkan di Indonesia hanya sekitar 2%.

 

Menanggapi hal itu, Latif menyampaikan terdapat tiga akar masalah yang menghambat kontribusi pihak swasta terhadap pembangunan infrastruktur. Adapun kendala tersebut yakni, adanya regulasi yang tidak kondusif antara satu sektor dengan sektor lain, misalnya kontradiksi peraturan geothermal (panas bumi) dengan pelestarian lingkungan.

 

Hambatan lain, sebutnya, kapasitas institusi, yakni penanggung jawab proyek kerja sama yang belum kredibel. Kendala terakhir, profesionalisme birokrat dalam mendukung proyek kerja sama pemerintah dan swasta.(01/Bsi)

 

BACA JUGA:

 

 

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...