Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

PUNGUTAN PAJAK: Jika aturan PBB daerah tak ada, Rp7 triliun bisa hilang

Recommended Posts

JAKARTA: Pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp7 triliun, jika Pemerintah Daerah tidak segera menyiapkan aturan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

 

Berdasarkan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai pajak daerah dilakukan paling lambat 31 Desember 2013.

 

Direktur Ekstensifikasi Ditjen Pajak Hartoyo mengatakan potensi penerimaan negara yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan sekitar Rp8 triliun. Sementara saat ini, jelas dia, daerah baru bisa merangkum perolehan paling tidak sekitar Rp1 triliun dari 18 Pemda.

 

Jika Pemda tidak segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) terkait peralihan PBB tersebut, maka negara berpotensi kehilangan pendapatan. Pasalnya, Ditjen Pajak tidak lagi memiliki kewenangan mengelola PBB Perdesaan dan Perkotaan sejak aturan berlaku awal 2014.

 

“Potensi PBB daerah sekitar Rp8 triliun. Sampai sekarang ini baru 18 daerah yang menyatakan siap dengan Perda-nya, kemungkinan itu baru mencapai penerimaan untuk daerah sekitar Rp1 triliun,” ujar Hartoyo kepada Bisnis, hari ini 15 Februari 2012.

 

Dia menjelaskan hanya sekitar 17 Kabupaten/Kota yang menyatakan siap mengelola PBB Perdesaan dan Perkotaan pada 2012. Sebelumnya, Kota Surabaya telah mengelola PBB-nya sendiri sejak 2011 lalu. Realisasi ini jauh di bawah jumlah Kabupaten/Kota yang harus menerapkan aturan yakni sebanyak 497 daerah.

 

Hartoyo berharap paling tidak sekitar 60 daerah sudah menerbitkan peraturan daerahnya masing-masing pada 2013 mendatang. Untuk meraih pencapaian, dia mengaku telah berupaya melakukan sosialisasi, pelatihan kepada Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah, dan memberi penyuluhan terkait kebutuhan perangkat.

 

“Kita imbau terus pemerintah daerah untuk menerbitkan dan memberlakukan Perda, agar tidak ada kerugian negara akibat potensi hilangnya penerimaan pajak,” tuturnya.

 

Adapun ketujuhbelas daerah yang telah menerbitkan Perda antara lain, Medan, Lubuk Pakam, Pekan Baru, Palembang, Bandar Lampung, Bogor, Depok, Semarang, Yogyakarta, Sukoharjo, Gresik, Sidoarjo, Palu, Gorontalo, Pontianak, Balikpapan, dan Samarinda.

 

Robert Endi Jaweng, Manajer Hubungan Eksternal Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengatakan kendala Pemda dalam menerbitkan Perda ialah minimnya SDM yang mampu menyusun draf terkait aturan PBB Perdesaan dan Perkotaan. Menurut dia, teknis pengelolaan PBB terbilang rumit.

 

“Pemda terbiasa membuat Perda mengacu pada pemerintah pusat atau mengikuti daerah lain. Tapi untuk aturan ini karakteristik tiap daerah berbeda, jadi kesulitan dalam hal teknisnya,” kata Robert.

 

Untuk itu, dia mendorong pemerintah pusat untuk memberikan pendampingan yang intensif kepada masing-masing daerah dalam upaya mempercepat penerbitan Perda. “Pasal UU PDRD yang ini [PBB] memang complicated. Kementerian Keuangan harus memberi panduan teknis, pelatihan kapasitas SDM daerah,” imbaunya.

 

dia juga menambahkan peraturan pemerintah ini akan menimbulkan kesenjangan antar daerah dalam jangka panjang. Secara struktur penerimaan, menurut dia, hak pengelolaan PBB hanya akan menguntungkan wilayah perkotaan, dibandingkan perdesaan.

 

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan PBB 2011 tercatat sebesar Rp29,89 triliun. Jumlah tersebut melewati target pemerintah yakni sebesar 102% dari pagu Rp29,05 triliun.

 

Dalam UU PDRB, pemerintah daerah diberi kewenangan mengelola 11 sektor pajak, sementara pemerintah provinsi untuk lima jenis pajak.

 

kesebelas jenis pajak antara lain, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

 

Sementara jenis pajak untuk Provinsi, terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.

 

Empat jenis pajak baru, masing-masing Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung Walet, dan BPHTB.(faa)

 

 

 

 

Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Affiliate | Android Games | Wordpress Tutorials

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...